Kepala Cabang Bank BUMN Dibunuh
Terkuak! Total Uang di Rekening Dormant yang Diincar Penculik Kacab Bank BUMN Capai 70 Miliar
Polisi mengungkap nominal uang di rekening dormant yang diincar para tersangka penculikan kacab bank BUMN Mohamad Ilham Pradipta.
Penulis: Annas Furqon Hakim | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim
TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU - Polisi mengungkap nominal uang di rekening dormant yang diincar para tersangka penculikan kacab bank BUMN Mohamad Ilham Pradipta.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra mengatakan, total uang di rekening dormant tersebut mencapai Rp 70 miliar.
"Kalau pastinya kita belum tahu, cuma kalau dari yang sudah teridentifikasi kemarin ya cukup tinggi. Iya ada Rp 60 Miliar apa Rp 70 milliar," kata Wira, Selasa (23/9/2025).
Nominal uang tersebut, jelas Wira, tersebar di beberapa rekening dormant.
"Ada beberapa rekening, nggak sampe puluhan. Kalau yang di bank lain ada lain lagi. Ada beberapa bank lain," ujar Dirreskrimum.
Sebelumnya, polisi mengungkap kronologi penculikan berujung maut yang menewaskan kacab bank BUMN Mohamad Ilham Pradipta.
Kasus ini bermula saat tersangka berinisial C alias Ken bertemu dengan pengusaha Dwi Hartono alias DH.
Ketika itu, Ken mengutarakan niatnya untuk memindahkan uang dari rekening dormant ke rekening penampung.
"Sehingga dalam rencana ini, C alias Ken sudah menyiapkan tim IT," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra, Selasa (16/9/2025).
Ken menyadari bahwa diperlukan persetujuan dari kacab bank untuk memuluskan aksinya. Ken mengaku sudah berupaya mendekati sejumlah kacab bank, namun upayanya tak pernah berhasil.
Ken, Dwi Hartono, dan tersangka lainnya berinisial AAM lalu menggelar pertemuan untuk membahas rencana jahatnya pada 31 Juli 2025.
"Pada tanggal 12 Agustus 2025, C alias K bersama dengan DH berkomunikasi melalui WhatsApp dan di dalam komunikasi tersebut, mereka memutuskan untuk memilih opsi satu, yaitu melakukan pemaksaan dengan kekerasan ataupun ancaman kekerasan. Setelah itu, korban dilepaskan," ujar Dirreskrimum.
Empat hari berselang, Dwi Hartono mengajak tersangka JP untuk bertemu di wilayah Cibubur. Saat itu, Dwi Hartono meminta JP mencari preman untuk menculik korban.
Dwi menindaklanjuti permintaan Ken dengan mendatangi rumah oknum anggota TNI berinisial Serka N. Setelahnya, Serka N menghubungi Kopda F dan meminta dicarikan tim penculik.
"Kemudian saudara F menunjukan foto (korban) kepada tim saudara E lalu memberitahukan untuk menjemput paksa orang tersebut dan mengantarkannya kepada tim yg disiapkan oleh JP," ungkap Wira.
Pada 20 Agustus 2025, korban diculik oleh kelima tersangka berinisial E, R, B, R, dan A di area parkir supermaket di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Korban dimasukkan secara paksa ke mobil Toyota Avanza berwarna putih.
Korban kemudian diserahkan ke tim lainnya yang beranggotakan tersangka JP, N, U, dan D. Korban dipindahkan ke mobil Toyota Fortuner berwarna hitam di wilayah Kemayoran, Jakarta Pusat.
Dari Kemayoran, korban mulanya hendak dibawa ke safe house yang telah disiapkan. Namun, rencana itu batal karena tim penjemput tak kunjung datang.
Korban pun dibuang di area persawahan yang jauh dari permukiman warga di wilayah Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
"Korban kondisinya korban sudah agak lemas, akhirnya korban dibuang di daerah Cikarang dalam keadaan kondisi kaki dan tangan masih terikat dan mulut dalam kondisi terlakban atau dilakban," ujar Wira.
Dalam kasus ini, polisi masih memburu satu tersangka lainnya bernisial EG. Nama EG kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) polisi.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.