Penjelasan Dedi Mulyadi Soal Tunjangan Rp21,6 Miliar Per Tahun, Tegaskan Tak Untuk Perkaya Diri

Penjelasan Dedi Mulyadi soal ltunjangan didapatkan Gubernur Jawa Barat tersebut mencapai puluhan miliar. 

Instagram Dedi Mulyadi
TERIMA JULUKAN BARU - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tersenyum mendengar dirinya mendapatkan julukan baru. Kali ini julukan baru itu berupa hinaan kata kasar. 

TRIBUNJAKARTA.COM- Viral di media sosial besaran tunjangan yang didapatkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mencapai puluhan miliar. 

Dedi Mulyadi sendiri dikritik lantaran tak pernah blak-blakan mendapatkan tunjangan yang cukup besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat. 

Sementara, dia sendiri menggaungkan efisiensi di berbagai sektor.

Dedi Mulyadi pun memberikan klarifikasi terkait kabar viral itu.

Dia menyebut, angka tunjangan yang dia dapatkan tidak sampai Rp33 miliar per tahun seperti yang dikabarkan.

Dia menyebut, telah memangkas angka tersebut.

Menurut Dedi, penghasilan tetap yang diterimanya setiap bulan hanyalah gaji pokok sebesar Rp 8,1 juta.

“Sejak awal saya terbuka menyampaikan, gaji gubernur dan tunjangannya itu sebesar Rp8,1 juta dalam setiap bulan. Setelah itu saya memang mendapat fasilitas, tetapi banyak yang saya coret dari anggaran,” ujar Dedi dalam akun Instagramnya, Jumat (12/9/2025).

Ia menerangkan, fasilitas seperti pakaian dinas dan mobil dinas tidak digunakannya.

“Baju dinas saya tidak ambil, saya beli sendiri. Mobil dinas juga tidak saya pakai,” tegasnya.

Selain soal gaji, ia juga membeberkankebijakan penghematan yang dilakukanya terkait perjalanan dinas gubernur.

Ia mengatakan, sebelum dirinya menjabat, anggaran perjalanan dinas gubernur mencapai Rp 1,5 miliar per tahun.

“Setelah saya menjabat, anggaran perjalanan dinas saya turunkan menjadi Rp750 juta. Dan sekarang, di perubahan APBD tahun 2025, anggaran itu diturunkan lagi menjadi Rp100 juta. Tahun ini baru terpakai Rp74 juta,” ungkap Dedi.

Ia mengatakan langkah tersebut adalah upaya menekan pemborosan sekaligus mengalihkan anggaran agar lebih banyak bermanfaat bagi masyarakat.

Lebih lanjut, terkait dana operasional gubernur yang diatur berdasarkan peraturan pemerintah, yaitu 0,15 persen dari realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Dengan APBD Jawa Barat, dana operasional itu sekitar Rp28 miliar. Jumlah itu dibagi dua, gubernur 75 persen dan wakil gubernur 25 persen. Jadi yang saya terima sekitar Rp21,6 miliar per tahun,” kata Dedi.

Ia menegaskan dana tersebut bukan untuk kepentingan pribadi.

“Anggaran itu saya gunakan semuanya untuk belanja kepentingan rakyat. Ada orang sakit di rumah sakit saya bantu, biaya transportasi keluarga pasien saya tanggung, sekolah yang butuh pengecatan saya biayai, rumah roboh saya bantu, jalan desa rusak saya perbaiki, hingga jembatan gantung yang putus saya bangun ulang,” jelasnya. 

Dedi menambahkan, setiap hari ada antrean masyarakat di Lembur Pakuan, kediaman dinas gubernur, untuk meminta bantuan.

“Biaya operasional ini semuanya diperuntukkan bagi masyarakat, tidak saya ambil untuk pribadi,” ujarnya.

Yang Rugi Rakyat

Kendati demikian, Dedi menyatakan siap bila dana operasional gubernur dihapus.

Akan tetapi, ia mengingatkan bahwa konsekuensinya akan dirasakan langsung oleh masyarakat yang membutuhkan bantuan darurat.

“Saya pribadi tidak ada masalah jika biaya operasional dihapus. Tapi yang dirugikan bukan saya dan keluarga, melainkan masyarakat. Sebab banyak peristiwa mendadak yang tidak teranggarkan dalam APBD,” ucapnya.

Ia pun mencontohkan, jika ada warga sakit darurat, rumah yang roboh akibat bencana, atau anak yatim membutuhkan biaya sekolah, bantuan cepat akan sulit diberikan tanpa dana operasional.

“Kalau operasional dihapus, nanti saya hanya bisa mengandalkan pemasukan dari YouTube. Banyak orang tidak akan tertolong nyawanya karena tidak punya biaya untuk ke rumah sakit, banyak rumah roboh tidak bisa saya bantu, anak-anak yatim pun kesulitan,” katanya. 

“Bukan untuk kepentingan Saya”

Ia pun kembali menegaskan, dirinya tidak pernah menggunakan dana operasional untuk memperkaya diri.

“Jangan salah persepsi. Dana operasional itu bukan untuk kepentingan saya, tapi untuk kepentingan rakyat. Setiap rupiah saya keluarkan untuk masyarakat. Jadi kalau ada yang bilang saya dapat Rp33 miliar untuk pribadi, itu tidak benar,” tegasnya.

Dedi pun menutup dengan menyatakan bahwa transparansi akan terus ia jaga selama mimpin Jawa Barat.

“Yang terpenting adalah rakyat bisa merasakan manfaat dari setiap anggaran. Itu komitmen saya,” ujar Dedi.

Penjelasan Sekda

Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Herman Suryatman, mengatakan bahwa dana operasional gubernur dan wakil gubernur tidak digunakan untuk kepentingan pribadi.

Menurut Herman, dana itu dialokasikan untuk kebutuhan mendesak yang muncul di lapangan, sehingga manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

"Berdasarkan Pergub Nomor 14 Tahun 2025, merinci bahwa gaji dan tunjangan KDH/WKDH: Rp2,2 miliar dan Dana Operasional KDH/WKDH: Rp28,8 miliar," ungkap Herman dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/9/2025), dikutip dari Kompas.com.

Ia menerangkan, dana Rp 28,8 miliar itu kembali kepada masyarakat melalui keputusan yang diambil oleh gubernur dan wakil gubernur.

"Yang Rp28 miliar itu kembali ke masyarakat, tapi yang memutuskannya kepala daerah dan wakil. Bisa dibayangkan, marwah kepala daerah di mana? Ke lapangan tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Misalnya pak gubernur dan wakil ke lapangan, di sana ada rumah roboh, kan harus diberi santunan, kan tidak mungkin di Musrenbangkan dulu," tambahnya.

Ia memastikan bahwa besaran anggaran itu telah sesuai dengan regulasi yang ada.

Dana operasional kepala daerah ditetapkan sebesar 0,15 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Adapun PAD Jabar mencapai Rp 19 triliun, alokasi dana operasional sekitar Rp 28,8 miliar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Herman mengatakan, ketentuan tersebut mengatur keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah, termasuk penunjang operasional (BPO) yang diatur melalui Peraturan Pemerintah.

BPO itu digunakan untuk koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan, serta kegiatan khusus lainnya yang mendukung tugas kepala daerah.

Herman menambahkan, BPO yang diterima Gubernur Jabar digunakan sepenuhnya sesuai aturan, termasuk untuk beasiswa anak yatim, bantuan santri di pesantren, bantuan usaha masyarakat miskin, santunan bagi rumah roboh, hingga perbaikan jalan kampung.

"Karenanya semua pengeluaran BPO dapat dipertanggungjawabkan dengan bukti yang lengkap," pungkasnya

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved