Jika Utang Dibayar, Warga Aceh Pemegang Obligasi Nasional Akan Wakafkan ke Masjid dan Naik Haji Lagi

Tiga jenis surat utang yaitu tertulis Oentoek Pembeli Kapal Oedara Atjeh (KOA), Oeang Pindjaman Nasional, dan Obligasi Nasional.

Serambi/Rizwan
Surat Obligasi 

TRIBUNJAKARTA, ACEH TIMUR - T Mahdi (44) warga Gampong Baro, Kecamatan Julok, Aceh Timur, ternyata menyimpan delapan surat obligasi nasional (surat utang negara).

Tiga jenis surat utang yaitu tertulis Oentoek Pembeli Kapal Oedara Atjeh (KOA), Oeang Pindjaman Nasional, dan Obligasi Nasional.

Kedelapan surat utang itu merupakan wasiat dari ayahnya almarhum T Nasruddin (meninggal tahun 2007).

Sementara ibu T Mahdi atau istri dari almarhum T Nasruddin yaitu Hj Cut Nur Arfah (76) masih hidup dan tinggal di gampong setempat.

Baca: Cerita Germo Soal Alasan Para Wanita Rela Bergabung Prostitusi Online

T Mahdi mengatakan kedelapan surat itu tiga surat merupakan wasiat milik ayahnya, satu surat milik T Hakim (abang dari T Nasruddin), tiga milik adik T Nasurddin (Tjoet Roehoen A'la), dan satu milik kakeknya (ayah kandung Hj Cut Nur Arfah yaitu T H Bin Gam).

Ibunda T Mahdi yaitu Hj Cut Nur Arfah (76) memperlihatkan surat obligasi peninggalan almarhum suaminya T Nasruddin di kediamannya di Gampong Baro, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Senin (26/3/2018).
Ibunda T Mahdi yaitu Hj Cut Nur Arfah (76) memperlihatkan surat obligasi peninggalan almarhum suaminya T Nasruddin di kediamannya di Gampong Baro, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Senin (26/3/2018). (Serambi/Seni Hendri)

"Kalau dibayar Alhamdulillah sekali, saya akan wakafkan ke masjid, dayah, dan kepada almarhum orang tua saya. Dan saya sangat kepingin pergi lagi ke Makkah untuk menunaikan haji,” ungkap Hj Cut Nur Arfah yang mengaku sudah pernah ke haji tahun 1988 lalu.

Sementara, T Mahdi menceritakan ayah dan kakeknya itu memberikan pinjaman utang kepada negara melalui dua tahap yaitu tahap pertama tahun 1946, dan 1950.

Baca: Germo Prostitusi Online Jilid Dua Punya Segudang Pelanggan, Mulai Mahasiswa Hingga Pejabat

Pada tahun 1946, jelas Mahdi, yang pertama kali yang memberikan pinjaman utang kepada negara yaitu pakwanya (T Hakim) atau abang dari ayahnya.

T Hakim memberikan pinjaman utang kepada negara sebesar satu 50/100 rupiah.

Surat bukti utang (obligasi) yang diberikan negara kepada T Hakim pada bagian atas tengah surat terdapat lambang kapal udara (pesawat) dengan tulisan KOA (Kapal Oedara Atjeh), pada bagian atas kiri dan kanan terdapat pepatah bahasa Aceh, dan bahasa dalam surat ini juga masih menggunakan bahasa campuran antara bahasa Indonesia, dan bahasa belanda.

Begini isi surat tersebut:

Terima dari T Hakim, Son Dj. Tjoet, Gun Idi, oeang banjaknya F 1,50 (satoe 50 / 100 roepiah jaito oeang ripe oentoek pembeli Kapal Oedara Boeat Atjeh. Koetaradja. Surat ini ditandatangani oleh Pengoroes Besar Kapal Oedara Atjeh (KOA), yaitu terdiri dari Bendahara, dan Ketoea.

Surat bukti utang selanjutnya, jelas Mahdi, atas nama ayahnya T Nasruddin, dan adiknya ayahnya Tjoet Roehoen A'la.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved