Hari Kartini
Nenek Tumini Sang Kartini Perkasa, Gali 500 Sumur Sampai Kepala Dihantam Bata, Ini Kisahnya
Meskpun demikian lanjutnya hal itu tidak lah menyurutkan niatnya untuk berhenti menjadi penggali sumur.
TRIBUNJAKARTA.COM MUARAENIM - Tumini (68) mungkin dapat dibilang sosok Kartini perkasa masa kini.
Sekilas dari perawakan tubuhnya yang munggil Tumini (68) warga Kelurahan Air Lintang, Muaraenim, terlihat biasa-biasa saja seperti wanita seusianya.
Tidak ada yang menyangka dan percaya jika sosok perempuan yang telah mempunyai cucu enam ini adalah seorang penggali sumur dan tukang sampah.
Sedikitnya sudah 500 buah sumur yang telah berhasil digalinya, bahkan ia tidak segan-segan menerima pesanan diluar kota sekalipun, maka tidaklah salah jika ia disebut Nenek Perkasa dari Muaraenim.
Tumini janda lima anak ini ditemui di kediamannya, menuturkan sebelum menjadi penggali sumur, sudah berbagai profesi seperti pedagang minyak, ikan, ubi, hingga tukang kebun ia geluti, namun hasilnya tidak terlalu memuaskan dan cenderung merugi.
Hal tersebut terpaksa ia lakukan karena jika hanya mengharapkan gaji suaminya sebagai TNI dengan pangkat Koptu, tentu tidak akan mencukupi untuk menghidupi kelima anaknya.
Selain itu juga, ia tidak biasa berpangku tangan dan harus beraktifitas sebab jika banyak beristirahat malah badannya terasa pegal-pegal dan sakit.
Karena merasa tidak ada yang cocok profesinya, akhirnya pada tahun 1975 dengan dibimbing oleh kakak angkatnya ia pun memberanikan diri menjadi penggali sumur.
Dan ternyata cocok hingga sampai saat ini, setidaknya sudah 500 lebih sumur di Banyuasin, Palembang, Muaraenim dan sekitarnya sudah ia gali.
"Hidup itu cuma satu kali, jadi manfaatkanlah dengan sebaik mungkin. Jangan malu bila bekerja, yang penting halal dan sering-sering bersyukur," ujar anak mantan camat Gelumbang ini.
Di katakan Tumini, ia merupakan anak dari seorang camat Gelumbang tahun 1961 sampai 1963 dan menjadi anak camat itu bukanlah hal yang harus disombongkan.
Bahkan suaminya dahulu pernah mengingatkannya untuk tidak menjadi penggali sumur karena malu, tetapi ia diam saja namun terus menjadi penggali sumur.
Baca: Dari Jakarta, Dua Pria Ini Selundupkan 2930 Pil Ekstasi ke Bali di Tas Selempang Hitam
Sebab ia merasa bahwa profesi inilah yang sesuai dan cocok dengannya sebab sebelumnya sudah mencoba berbagai profesi namun merugi terus.
" isin (malu.bahasa jawa.red) masa harus gali sumur, tapi saya diemin aja, lama-lama dia juga diam dengan sendirinya," katanya.
