Sindir Mantan Panglima TNI, Tsamara Amany: Tidak Perlu Sakit Hati

Tsamara Amany angkat suara soal pernyataan mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.

Editor: ade mayasanto
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Ketua DPP PSI Tsamara Amany 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany angkat suara soal pernyataan mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.

Bagi Tsamara, seharusnya Gatot bisa membedakan politik praktis dan politik kebangsaan.

Tsamara menambahkan, apa yang disampaikannya dengan menyebutkan contoh rasulullah yang membahas politik pemerintahan saat di Raudhah, tentunya berbeda dengan apa yang dilakukan Gatot.

"Saya yakin sebagai mantan pimpinan dari TNI yang melahirkan para pejuang penjaga NKRI, Pak Gatot sadar betul bahwa yang dilarang adalah bicara politik praktis yang pasti bersifat partisan," ujar Tsamara, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (6/5/2018) kemarin.

Sehingga Gatot, kata politisi muda itu, tidak perlu merasa sakit hati lantaran pelarangan berpolitik di rumah ibadah tersebut.

"Jadi tidak perlu sampai sakit hati,” kata Tsamara.

Sebelumnya, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mengaku sakit hati jika ada pelarangan membahas politik di masjid.

Tonton juga:

Terpisah, Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean menilai poros ketiga menjadi kebutuhan bangsa di tengah stigma publik hanya dipecah kepada kubu Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto.

Paling tidak itu terlihat ketika perang hastag dan perang harapan ini menjadi polemik nasional yang justru menutupi banyak masalah bangsa sesungguhnya.

”Jika presiden dan jajarannya sibuk ngurusin hastag, lantas siapa yang urus dan peduli bangsa ini? Jika oposisi hanya sibuk mengejar merebut kekuasaan, lantas siapa yang akan memberi solusi bagi rakyat ini?” Demikian Ferdinand mempertanyakan hal itu dalam keterangannya.

Baca: Siapa Sangka Ariel dan Agnez Mo Sering Jalan Bareng, Kali Ini Terciduk Berduaan di Apartemen

Menurutnya, kedua kubu ini, baik Jokowi dan Prabowo menjadi sibuk hanya untuk dirinya.

Yakni yang satu sibuk mempertahankan kekuasaan, yang satu lagi sibuk merebut kekuasaan. Rakyat terbelah dan tidak ada yang urus.

”Suhu politik semakin tinggi, semakin panas. Ini karena stigma publik hanya dipecah kepada kubu Jokowi dan Prabowo semata. Akhirnya energi yang bertolak belakang ini menjadi adu kuat dan ancamannya justru keutuhan bangsa.”

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved