Ribut-ribut Iklan di Media Massa, PSI Siap Lawan Laporan Bawaslu

Iklan yang dipasang Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di media massa ternyata berbuntut panjang.

Editor: ade mayasanto
TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino
Iklan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di salah satu harian cetak nasional keluaran Senin (23/4/2018). 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Iklan yang dipasang Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di media massa ternyata berbuntut panjang.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melimpahkan masalah itu ke Badan Reserse dan Kriminal Polri, Kamis (17/5/2018).

Partai baru itu menghormati langkah Bawaslu namun akan melakukan perlawanan hukum.

PSI menyebut iklan tersebut bukan kampanye seperti dimaksud pasal 274 Undang-undang No 5 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Materi (iklan) kami tidak memuat visi dan misi serta program partai. Padahal, itulah definisi kampanye menurut Pasal 274 UU PemiIu," kata Sekjen PSI, Raja Juli Antoni, di DPP PSI, Jakarta, Kamis.

Menurutnya materi iklan yang dimuat pada 23 April 2018 tersebut merupakan wujud pendidikan politik kepada masyarakat.

Selain itu, materi itu juga tidak mengandung ajakan untuk memilih PSI.

"Kalau soal pencantuman logo ini bagian dari pertanggungjawaban. Ini polling untuk publik dan tak mungkin tak ada penanggungjawab. Makanya ada nama dan logo PSI sebagi bentuk tanggungjawab," terang Antoni.

Tonton juga:

Bawaslu melimpahkan masalah itu kepada polisi karena PSI telah memenuhi unsur pelanggaran Pasal 492 UU Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemilu, ancaman pidana kurungan maksimal satu tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.

Menurut UU tersebut, kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.

"Logo dan nomor urut yang ditampilkan di iklan tersebut telah memenuhi unsur citra diri," ujar Ketua Bawaslu Abhan.

Baca: Sekjen PSI Klaim Iklan Partainya Tidak Curi Start Kampanye

Iklan PSI di media cetak dianggap mencuri start kampanye karena kampanye peserta Pemilu 2019 baru dimulai pada 23 September 2018.

Terkait pelimpahan kasus itu, PSI juga merasa dizalimi.

Beberapa hari lalu ada pelaporan ke Bawaslu terhadap beberapa partai yang melakukan kampanye di berbagai media.

"Kami merasa dizalimi. Kok tidak ada tindak lanjut dari pelaporan itu? Sebagai partai baru, kami merasa dikerjain. Apakah karena kami partai baru? Apakah karena tak ada beking besar di belakang PSI sehingga kami dilakukan seperti itu," kata Toni.

Merasa dizalimi
PSI juga semakin merasa dizalimi karena di press release Bawaslu Temuan No 02/TM/PL/Rl/O0.00/lV/2018, tertanggal 17 Mei 2018, di alinea terakhir mengatakan, "Kepolisian segera menetapkan Tersangka."

Menurut Juli Antoni, Bawaslu melakukan penyalahgunaan kekuasaan karena memerintahkan polisi untuk menjadikan pimpinan PSI sebagai tersangka.

PSI menyebut kasus itu merupakan temuan anggota Bawaslu, Mochammad Afrfuddin, bukan pelaporan masyarakat.

"Kami berharap ada perlakukan yang setara. Kalau PSl diproses, bagaimana partai partai lain," ujar Antoni.

Apa alasan Bawaslu menyebut iklan itu sebagai tindak pidana pemilu? Menurut Bawaslu iklan itu berisi materi sebagai berikut;
* Ayo ikut berpartisipasi memberi masukan! Kunjungi https://psi.id/jokowi2019 Kami tunggu pendapat dan voting anda semua

* Alternatif cawapres dan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo periode 2019 2024;

* Foto Joko Widodo;

* Lambang Partai Solidaritas Indonesia;

* Nomor urut 11

* Calon wakil presiden 12 foto dan nama;

* 123 foto dan nama calon untuk jabatan jabatan menteri dan/atau pejabat tinggi negara

Dalam konteks itu Bawaslu menyebut Raja Juli Antoni dan Chandra Wiguna, Wakil Sekretaris Jenderal PSI sebagai pihak yang bertanggungjawab. (tribunnetwork/gle/yud)

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved