Rumah Jemaah Ahmadiyah Dihancurkan Warga, Perempuan Banyak Jadi Korban, Polisi Diminta Usut Tuntas
"Ada 21 orang perempuan dan anak anak, dan hanya tiga orang laki-laki. Sebagian suami mereka bekerja, dan berada di luar kota,"
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Juru Bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia Yendra Budiana meminta langkah tegas kepolisian setelah penyerangan rumah Jemaah Ahmadiyah di Lombok Timur, Sabtu (19/5/2018) dan Minggu (20/5/2018).
"Agar pelaku Kriminal penyerangan diproses hukum secara adil untuk menunjukkan hukum ditegakkan dan memberi kepastian pada masyarakat," ujar Yendra.
Yendra menceritakan kondisi para korban saat ini masih berada di Kantor Polres Lombok Timur tanpa kepastian kapan bisa kembali ke rumah masing masing dengan aman.
Mereka pun hingga kini belum bisa kembali ke rumah masing-masing seperti sediakala.
"Ada 21 orang perempuan dan anak anak, dan hanya tiga orang laki-laki. Sebagian suami mereka bekerja, dan berada di luar kota," kata Yendra.
Menurut Yendra persoalan tersebut merupakan persoalan lama yang seharusnya bisa dicegah bila pemerintah daerah tak melakukan pembiaran.
TONTON JUGA
"Tidak adanya penegakan hukum terhadap para pelaku, dan ada pembiaran sikap kebencian yang tumbuh subur," katanya.
Yendra mengatakan saat ini ada seribuan anggota komunitas Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat yang merasa terancam.
"Data yang tercatat 1.000 an tapi mereka tak mau muncul karena merasa jiwanya terancam," kata Yendra.
Dia berharap pemerintah segera menyelesaikan kasus perusakan terhadap rumah warga Ahmadiyah.
Yendra mengatakan peristiwa penyerangan pertama kali terjadi sekira pukul 11.00 Wita, Sabtu, 19 Mei 2018.
Baca: Terpopuler - Netizen Dibuat Sedih, Adara Baru Dimakamkan, Rasyid Rajasa Unggah Foto Penuh Senyuman
Sekelompok orang merusak dan mengusir tujuh kepala keluarga dan 24 jiwa dari Dusun Grepek Tanak Eat, Kecamatan Sekra, Lombok Timur.
Akibat penyerangan, enam rumah rusak beserta peralatan rumah tangga dan elektronik, juga empat sepeda motor hancur.
Aksi penyerangan itu belum selesai pada Minggu, 20 Mei 2018 sekira pukul 06.30 Wita, satu rumah penduduk kembali dihancurkan.
Penjabat sementara (Pjs) Bupati Lombok Timur, Ahsanul Khalik menegaskan pemerintah telah melakukan upaya penanganan warga Ahmadiyah yang mengungsi di Mapolres.
"Kami memprioritaskan penanganan bantuan kebutuhan pokok. Kami juga akan memenuhi kebutuhan pakaian, terutama untuk anak anak usia sekolah. Sudah dikoordinasikan dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan," katanya.
Baca: Belum Setahun Ditinggal Suami, Ini Jawaban Mengejutkan Ririn Ekawati saat Ditanya Kapan Nikah Lagi
Ahsanul juga mengatakan kemungkinan pemerintah daerah memberikan bantuan dana untuk perbaikan rumah warga Ahmadiyah yang dirusak.
"Kondisi delapan unit rumah yang dirusak sudah dibersihkan oleh TNI Angkatan Darat, anggota kepolisian dan satuan polisi pamong praja," ujarnya.
Ahsanul juga menegaskan bahwa penanganan proses hukum oleh polisi juga sudah dilakukan.
Sebanyak 12 warga Ahmadiyah sudah dimintai keterangan. Anggota Polres Lombok Timur juga sedang melakukan identifikasi terhadap para pelaku perusakan.
Namun proses tersebut tidak bisa serta merta dilakukan karena perusakan diduga dilakukan oleh banyak warga dalam satu desa.
"Untuk sementara, kondusivitas daerah dan penanganan saudara saudara kita di penampungan yang menjadi prioritas, mereka harus terlindungi dan terpenuhi kebutuhannya," katanya.
Baca: Penampilannya Saat Hadiri Wisuda Sang Putri Dikritik, Ussy Sulistiawaty Beri Respon Seneng Bacanya
Sementara itu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengutuk penyerangan dan perusakan terhadap rumah warga Ahmadiyah di Kecamatan Sekra, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bidang pemajuan HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, peristiwa tersebut merupakan serangan langsung terhadap hak dan kebebasan beribadah dan berkeyakinan serta hak perlindungan.
"Kami mengutuk keras peristiwa kekerasan yang menimpa saudara saudara kita Jemaat Ahmadiyah di Lombok Timur," kata Beka.
Beka meminta pihak kepolisian agar tak memilih jalan rekonsiliasi.
Polisi, kata Beka, seharusnya menindak tegas pelaku perusakan yang sudah masuk ke ranah tindak pidana.
"Supaya tidak mengulangi metode metode yang selama ini dilakukan Polri, memilih jalan damai dari pada memajukan langkah hukum yang memberi efek jera ke pelaku. Banyak kejadian didiamkan begitu saja, tidak ada tindakan hukum," jelas Beka.
Baca: Kisah Liem Sioe Liong dan Reformasi Mei 1998, Soeharto Masih Percaya Diri
Beka menyatakan, serangan ini bukan yang pertama terjadi di NTB terhadap warga Ahmadiyah.
Intimidasi dan persekusi, sebut dia, telah terjadi sejak 2006.
Meskipun demikian, belum ada solusi untuk menangkal serangan intoleran tersebut.
Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah belum punya formula penyelesaian yang dapat diaplikasikan untuk menuntaskan konflik semacam itu, khususnya di NTB.
"Dari 2006 sampai saat ini belum ada solusi yang memadai, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah Kabupaten Lombok Timur," ujar Beka.
Oleh karena itu, Beka menyatakan pihaknya meminta kepada pihak kepolisian untuk menindak tegas setiap tindak pidana seperti perusakan dan penyerangan seperti yang terjadi pada warga Ahmadiyah di Lombok Timur.
Selain itu, Komnas HAM juga meminta pemerintah daerah melindugi warga Ahmadiyah.(Tribun Network/yan/kps/wly)