Keluarga Bakal Nikahkan Bocah SD yang Hamili Siswi SMP, LPA Bilang Itu Bukan Jalan Keluar
Siswa sekolah dasar yang menghamili siswi sekolah menengah pertama di Tulungagung mendapakan asessment dari Unit PPA Polres Tulungagung.
TRIBUNJAKARTA.COM, TULUNGAGUNG - Siswa sekolah dasar yang menghamili siswi sekolah menengah pertama di Tulungagung mendapakan asessment dari Unit PPA Polres Tulungagung.
"Asessment diperlukan untuk memastikan apa keperluan anak," ujar Ketua Lembaga Perlindungan Anak Tulungagung, Winny Isnaeni, Rabu (23/5/2018).
Dalam kasus anak yang hamil tidak harus dinikahkan dengan pacarnya, karena ekses pernikahan dini ini bisa lebih buruk.
"Ada yang malah menimbulkan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), ada juga yang melahirkan banyak anak," ujar Winny.
Diakui Winny, dalam kondisi anak hamil, orangtua secara psikologi ingin ada pertanggungjawaban.
Namun, terlebih dulu anak harus menjalani asessment untuk memetakan kebutuhannya.
"Mereka butuh pemulihan dan harus ditangani psikolog," tambah Winny.
Kasus persalinan di bawah 18 tahun di Tulungagung terus menurun.
Pada 2015 angkanya mencapai lebih dari 400 kasus, 2016 menurun 380 lebih dan 2017 di bawah 300 kasus.
"Angka itu didapat secara akumulatif dari pada bidan," ungkap Winny.
Angka di Kabupaten Tulungagung sebenarnya relatif kecil jika dibandingkan dengan wilayah lain di Jawa Timur.
Winny menambahkan, pernikahan dini karena kasus yang dialami oleh Koko dan Venus bukan pelanggaran undang-undang, melainkan pelanggaran hak anak.
Venus, siswi kelas tujuh sekolah menengah pertama hamil karena berhubungan dengan kekasihnya, Koko, siswa kelas lima sekolah dasar.
Keluarga kedua pihak sepakat untuk menikahkan keduanya.
Namun Kantor Urusan Agama menolak, karena keduanya masih kecil.