Tewas Usai Melompat dari Mikrolet, Asih Dikenal Sosok Pekerja Keras dan Tulang Punggung Keluarga
Ditemui TribunJakarta.com Minggu (24/6/2018) siang, kakak sepupu Asih, Sri Wahyuni (33) menceritakan secara singkat sosok adik sepupunya itu.
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, KOJA - Sosok almarhum Asih Sukarsih (31), wanita yang tewas usai melompat dari mikrolet, merupakan seorang ibu pekerja keras dan tulang punggung bagi kedua orang anaknya.
Ditemui TribunJakarta.com Minggu (24/6/2018) siang, kakak sepupu Asih, Sri Wahyuni (33) menceritakan secara singkat sosok adik sepupunya itu.
Sri melihat bukti kerja keras Asih terlihat dari tren bekerja ibu dua anak itu yang sering mengambil lembur demi mencari uang tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Baca: Arus Balik di Stasiun Pasar Senen, Jumlah Tertinggi Penumpang Terjadi Pada H+6 Lebaran
Sebelum menutup usia Sabtu (23/6/2018) lalu, Asih bekerja sebagai karyawan SPBU Artha Gading selama lebih kurang empat tahun sejak 2014.
Putri ketiga dari lima bersaudara itu bekerja sebagai karyawan SPBU dikarenakan ia harus memenuhi kebutuhan dua buah hatinya lantaran suami Asih meninggal sejak empat tahun silam.
Sebelum suaminya meninggal, Asih juga sempat bekerja sebagai tukang cuci.
"Dia sudah kurang lebih empat tahun ya kerja di situ, pas setelah lakinya meninggal," kata Sri di kediamannya, Jalan Rawabinangun VIII, Koja, Jakarta Utara.
Baca: Warga Rawa Bokor Kesal Wilayahnya Jadi Tempat Pembuangan Sampah Ilegal
Selain pekerja keras, Sri juga mengenal Asih sebagai seorang yang pendiam. Asih juga adalah seorang yang tidak neko-neko dalam berkelakuan.
"Kesehariannya pendiam, orangnya nggak neko-neko. Dia kan tulang punggung keluarganya," kata Sri.
Sri menambahkan, nasib kedua buah hati Asih hingga kini belum jelas lantaran dua anak laki-laki itu kini sudah tak memilikki orang tua.
Yang pasti, sejak dua bulan lalu dua anak laki-laki Asih sudah dimasukkan ke pesantren. Hal itu dilakukan untuk menekan biaya sekolah mereka berdua, karena menyekolahkan dua anak yatim piatu tersebut di pesantren tidak memerlukan biaya sepeserpun.
"Pesantren juga kan lumayan nggak ada bayaran atau apa karena anak yatim," kata Sri.
Sabtu kemarin, jenazah Asih dibawa ke kampung halamannya di Subang, Jawa Barat untuk dikubur di sana.
Dua anak laki-laki Asih, dua saudara kandungnya yang tinggal di Jakarta, serta kerabatnya yang lain juga turut serta mengantarkan Asih ke peristirahatan terakhirnya Sabtu kemarin.