Jokowi Tak Tetapkan Gempa Lombok Bencana Nasional, Ratna Sarumpaet: Pakai Akal Dong

Ratna Sarumpaet menuturkan perlu ujian kemanusian sebelum seseorang menjadi Presiden Republik Indonesia.

Penulis: Kurniawati Hasjanah | Editor: Y Gustaman
YouTube/Indonesia Lawyers Club
Ratna Sarumpaet 

TRIBUNJAKARTA.COM - Aktivis Ratna Sarumpaet mengkritisi sikap Pemerintahan Jokowi-JK yang tidak menetapkan gempa bumi Lombok sebagai bencana nasional.

Ia mengungkap blak-blakan pendapatnya di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa (21/8/2018) malam.

Melansir Kompas.com, Jusuf Kalla menuturkan alasan dibalik pemerintahannya tak menetapkan gempa bumi Lombok sebagai bencana nasional.

"Status bencana nasional itu apabila pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa sehingga bantuan dari luar negeri kita butuhkan. Kalau kita masih mampu, tidak perlu jadi bencana nasional", jelasnya.

Jusuf Kalla menuturkan, pemerintah daerah dan pusat masih mampu menangani dampak dari gempa bumi di lokasi tersebut. Meski tidak berstatus bencana nasional, penanganan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah sudah berskala nasional.

Sementara itu, Sekretaris Pramono Anung mengatakan penetapan status bencana nasional untuk peristiwa gempa bumi di Lombok dianggap akan merugikan Indonesia.

"Kalau dinyatakan bencana nasional, berarti bencana itu mencakup seluruh Republik Indonesia dan itu menjadikan berbagai negara mengeluarkan travel warning. Dampak dari itu luar biasa yang tidak diketahui publik. Jadi, kerugiannya lebih banyak," ujar Pramono di Istana Presiden, Senin (20/8/2018).

Pemerintah lalu memutuskan mengoptimalkan kinerja kementerian dalam hal penanganan dampak gempa bumi dengan Instruksi Presiden (Inpres) mengenai penanganan dampak bencana gempa bumi di NTB sebagai dasar hukumnya.

Dengan Inpres itu, lanjut Pramono, penanganannya akan sama seperti penanganan bencana nasional.

Tapi, hanya fokus kepada wilayah yang terdampak gempa bumi saja.

"Inpres itu memberikan mandat ke Menteri PU-PR dan BNPB melakukan penanganan dan pelaksanaan di lapangan melibatkan TNI dan Polri," ujar Pramono.

Saat ini, Kementerian PU-PR sedang menginventarisasi jumlah bangunan yang rusak agar dapat segera direhabilitasi.

Bangunan yang didata, mulai dari rumah masyarakat, sekolah, tempat ibadah hingga rumah sakit.

Penerbitan Inpres pun diyakini akan memangkas banyak aturan sehingga penanganan akan jauh lebih cepat.

Jokowi Janji Blok Migas untuk Kemakmuran Rakyat, Ratna Sarumpaet: Janji Seorang Pembohong

Tips Terhindar Kolesterol Saat Menyantap Daging di Idul Adha, Konsumsi Minyak Zaitun dan Kunyit

"Kalau Perpres, itu mesti masih ada turunannya lagi, harus buat peraturan menteri dan sebagainya. Terlalu lama. Kalau Inpres kan instruksi presiden kepada semua menteri dan jajaran. Jadi jauh lebih efektif," ujar Pramono.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved