Temuan Sel Mewah di Lapas Sukamiskin Jadi Potret Buram Hukum Belum Berdiri Tegak

"Apa yang terjadi di Lapas Sukamiskin sudah menjadi potret buram dan membuktikan hukum belum bisa berdiri tegak," katanya.

Editor: Wahyu Aji
ISTIMEWA/Kolase Youtube Najwa Shihab/Dokumentasi Ombudsman
Sel Setya Novanto di Lapas Sukamiskin. 

TRIBUNNEWS.COM - Sistem penegakkan hukum di Indonesia belum mampu memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi.

Walaupun sudah divonis penjara, hampir sebagian besar narapidana korupsi bahkan mampu membeli fasilitas di dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas).

Menanggapi hal tersebut Direktur Eksekutif Study Club For Rar Againts Corruprion, Rich Ilman Bimantika, menjelaskan bahwa aparat penegak hukum baik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Kemenkumham tegas terhadap perlakuan istimewa terhadap para pelaku koruptor seperti Setya Novanto.

"Apa yang terjadi di Lapas Sukamiskin sudah menjadi potret buram dan membuktikan hukum belum bisa berdiri tegak," katanya, Kamis (20/9/2018).

Tak hanya itu Ilman juga mengatakan bahwa KPK dan Kemenkumham harus lebih mampu menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada tersangka korupsi.

Tujuannya, agar negara bisa menyita seluruh aset yang dimiliki narapidana korupsi.

"Beberapa kasus, penyitaan terhadap hasil tindak pidana korupsi itu lambat. Ada yang satu tahun sesudah berjalan masa hukuman, baru bisa diambil. Padahal, aset narapidana harus bisa segera diambil untuk mencegah masalah-masalah selanjutnya," katanya.

Menurutnya, upaya penyitaan aset koruptor akan membuat para narapidana kasus korupsi tidak bisa berbuat banyak.

Termasuk upaya untuk membeli berbagai fasilitas di dalam Lapas, seperti yang selama ini terjadi.

Namun demikian, diakui, masih ada banyak hambatan yang ditemui penegak hukum ketika menerapkan pasal TPPU. Selain pembuktian yang sulit, aset narapidana yang diambil negara juga terkesan sangat lambat.

Dirinya mencontohkan bagaimana seorang narapidana kasus korupsi masih dapat membeli fasilitas yang ada di dalam Lapas.

Dalam inspeksi mendadak Ombudsman, mantan Ketua DPR Setya Novanto masih menghuni sel mewah.

"Pergantian mencopot Kalapas ternyata tidak berdampak signifikan, apalagi terus membludaknya tahanan narapidana korupsi" katanya.

Sementara itu Pengamat Politik, Karyono Wibowo mengatakan bahwa ada banyak penyebab masih maraknya kasus korupsi di kalangan pejabat negara.

Diantaranya adalah faktor moral, tingginya biaya politik dan kebiasaan atau budaya masyarakat.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved