Data tak Akurat, Impor Beras Berdampak Menurunkan Kesejahteraan Petani
pelaksanaan impor beras tanpa data yang akurat, apalagi stok beras di pasaran cukup, maka secara hukum ekonomi akan membuat harga menurun
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Keinginan untuk menerapkan impor kompoditas beras ke dalam negeri dinilai berisiko jika tidak berdasarkan data yang cermat dan valid. Risiko kesalahan data mengenai impor akan berakibat ke petani.
Demikian diungkapkan akademisi ekonomi pertanian IPB Sahara Djaenudin, Kamis (27/9/2018). Menurut Sahara, soal beras memang selama ini memerlukan pembenahan data antar sektor instansi yang berwenang.
Sahara beranggapan, simpang siur data mengenai impor beras justru menjadi blunder, justru tak mencapai sasarannya untuk pendukung ekonomi negara Indonesia. Padahal yang diharapkan dari kebijakan impor beras adalah menjaga stabilitas harga pangan dalam negeri.
"Contoh, ketika produksi beras cukup dan impor masuk, maka banjir beras di pasar. Jika harga beras di pasar turun lalu harga diterima petani tidak menutupi biaya produksi, di musim panen mendatang petani jadinya tidak mau lagi menanam padi," ujar Sahara.
Oleh sebab itu, ucap Sahara, pelaksanaan impor beras tanpa data yang akurat, apalagi stok beras di pasaran cukup, maka secara hukum ekonomi akan membuat harga menurun.
Sahara menuturkan, imbasnya jangka panjang terhadap petani adalah kesejahteraan yang rendah sebab mengecilnya angka pendapatan dari pekerjaannya.
• Ajakan Nobar Film G30S/PKI Dianggap Provokatif, Gatot Nurmantyo: Saya Ingatkan Tentang Sejarah Kelam
• Peringati Haul Soeharto ke-11, Fadli Zon Berikan Doa dan Singgung Soal Presiden Ploga-plogo
"Makanya yang menerima dampak besar diberlakukannya impor ketika masa produksi atau masih sedang panen adalah petaninya sendiri sebagai produsen utama beras," ujar Sahara.
Jika petani tak memperoleh margin atau insentif dari subsektor padi yang ditanamnya, maka membuka kemungkinan mereka pindah untuk menanam komoditas pertanian lainnya sehingga Indonesia ke depannya akan minim produksi beras.
Sahara menilai, kebijakan impor beras juga perlu diimbangi dengan kepastian jaminan perlindungan konsumen dengan kebijakan tertentu. Sahara menyebutkan, jangan sampai penetapan dibelakukannya impor seperti beras menjadi keuntungan untuk pemburu rente.
"Misalnya kuota tadi berapa ribu ton jumlahnya diberikan kepada oknum rente, nah pihak tersebut yang dapat keuntungan. Sedangkan pemerintah dan konsumen tidak dapat apa-apa. Istilahnya tidak dapat penerimaan," ucap Sahara.
Sebagai informasi, Kementerian Pertanian menyebutkan luas tanam padi terus bertambah jumlahnya dari tahun lalu sampai kini. Pada Agustus 2017, luas tanam padi adalah 805 ribu hektare, sedangkan bulan yang sama tahun 2018 telah mencapai 1,05 juta hektare.
Kementerian Pertanian menargetkan pada September telah bertambah lagi angka luas tanam padi menjadi 1,5 juta hektare. Produksi panen pangan tercatat pada tahun 2017 juga mencapai 81 juta ton.