Gelar Mogok Mengajar Nasional, FPHI Jamin Tak Paksa Guru Honorer
Sekjen Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Kota Depok M. Nur Rambe menjamin aksi mogok nasional nanti tak akan memaksa guru honorer.
Penulis: Bima Putra | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, SUKMAJAYA - Sekjen Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Kota Depok M. Nur Rambe menjamin aksi mogok nasional nanti tak akan memaksa guru honorer.
Aksi mogok nasional rencananya akan berlangsung hingga Rabu (31/10/2018).
Hal itu sesuai kesepakatan FPHI yang tersebar di seluruh Indonesia sebelum aksi mogok mengajar resmi dimulai hari ini di seluruh Indonesia.
"Enggak, enggak ada pemaksaan, yang mau ikut silakan yang enggak juga silakan. Kita enggak akan memaksa, itu kesepakatan di seluruh Indonesia, jadi bukan cuma di Kota Depok saja," kata Rambe di kantor DPRD Depok, Senin (15/10/2018).
Rambe menilai tak ada gunanya memaksa orang yang tak ingin berjuang mengubah nasibnya sebagai guru honorer agar diakui sebagai PNS.
Menurutnya, perjuangan yang tak didasari keinginan kuat dari diri sendiri tak akan maksimal dan berbuah manis.
Bila pun nanti ada yang melakukan pemaksaan kepada guru honorer lain, Rambe menyebut aksi itu dilakukan oleh sejumlah oknum.
"Kita enggak memaksa, kalau dia enggak mau ikut karena merasa enggak tertindas dengan kebijakan pemerintah ya enggak apa enggak iku demo. Kita enggak bakal lakukan sweeping. Kalaupun ada itu oknum," ujarnya.
Perihal aksi mogok di Depok, Rambe belum mengetahui pasti apakah seluruh total guru honorer yang berjumlah sekira 3.200 honorer akan turut mogok.
Dia hanya dapat menyebut bahwa aksi yang berlangsung selama aksi mogok berlangsung, FPHI dan para guru honorer akan menyambangi DPRD dan Pemkot Depok untuk berdialog.
"Kita belum tahu berapa yang bakal ikut karakter ini hari pertama mogok. Yang jelas selama mogok ini kita akan berusaha berdialog dengan DPRD dan Pemkot Depok," tuturnya.
Aksi mogok sebagai bentuk protes atas Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan-RB) Nomor 36 tahun 2018 Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil tahun 2018.
Batas umur maksimal, yakni 35 tahun dengan pengalaman mengajar selama 10 tahun bagi tenaga honorer kategori 2 (K2) dirasa tak masuk akal.
Menurutnya peraturan itu cacat hukum karena tenaga honorer seharusnya sudah tak ada setelah Peraturan Pemerintah No 56 tahun 2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil berakhir di tahun 2014.
• Sederet Makanan yang Jangan Kamu Simpan di Freezer, Berbahaya untuk Kesehatan!
• Pemkot Mossel Bay Afrika Selatan Jalin kerjasama Sister City dengan Kota Denpasar
• Ditutup Selama Pembangunan Skybridge, Jalan Jatibaru Tanah Abang Akan Dibuka Hari Ini
Dalam UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara juga tak disebut tenaga honorer dan hanya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
"Permasalahan yang menjadi krusial itu kan Permenpan-RB No 36 tahun 2018. Kami menganggap itu cacat hukum. Nah itu kita minta dicabut, kalau enggak bisa dicabut kita ajukan judical review," jelas Rambe.