Pemilu 2019

Penjelasan Ketua KPU Soal Pengidap Gangguan Jiwa Bisa Gunakan Hak Pilih Hingga Kampanye Tahun Depan

Arief Budiman menegaskan mekanisme untuk pemilih dengan kondisi seperti itu sangat beragam tergantung gangguan jiwa yang dialami dan kondisi tersendir

Penulis: Wahyu Aji Tribun Jakarta | Editor: Wahyu Aji
Grafis Tribunwow/Kurnia Aji Setyawan
Arief Budiman - Ketua Komisi Pemilihan Umum 

TRIBUNJAKARTA.COM - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman menjelaskan mengenai mekanisme pemungutan suara bagi pemilik suara di Pemilu 2019 yang menyandang Gangguan Jiwa.

Arief Budiman mengatakan bagi pasien Gangguan Jiwa yang memiliki hak pilih diwajibkan menyertakan surat keterangan dokter saat akan memberikan suaranya.

“Hal tersebut sudah ada regulasinya, untuk kondisi tersebut yang paling dibutuhkan adalah surat keterangan dokter yang menyatakan seseorang sanggup menggunakan hak pilih, sepanjang tak mengganggu bisa memilih, kalau mengganggu ya tidak bisa,” jelas Arief Budiman usai menjadi pembicara dalam Koordinasi Nasional KPU RI di Ecovention Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (17/11/2018).

Arief Budiman menegaskan mekanisme untuk pemilih dengan kondisi seperti itu sangat beragam tergantung Gangguan Jiwa yang dialami dan kondisi masing-masing lokasi.

“Tetap boleh memilih karena tidak semua yang terganggu kondisinya tidak bisa menentukan pilihan, ada gangguan yang tak pengaruhi kemampuan gunakan hak pilih,” kata Arief Budiman.

“Mekanismenya juga beragam disesuaikan dengan masing-masing lokasi, yang penting surat dokter tadi,” tegas Arief Budiman.

Arief Budiman mengatakan pihaknya siap menerima laporan dari masyarakat untuk mengakomodasi pemilih dengan kebutuhan khusus seperti itu.

“Prosesnya masih terus berjalan karena kondisi pemilih seperti itu berbeda, bisa saja kondisi sekarang berbeda dengan lima bulan mendatang, sementara ini pemilih dengan kondisi yang memenuhi syarat kami masukkan dalam daftar pemilih,” kata Arief Budiman.

KPU yakin kampanye semakin gencar dan substantif tahun depan

Sejumlah perdebatan tak substantif antara dua kubu tim sukses calon presiden dan calon wakil presiden membuat sejumlah kalangan meminta KPU (Komisi Pemilihan Umum) RI untuk mengatur tahapan dalam kampanye.

Menanggapi hal tersebut Ketua KPU RI, Arief Budiman percaya kampanye yang menyentuh hal substantif termasuk program-program akan semakin gencar dilakukan kedua kubu usai Januari 2019 atau kurang dari empat bulan sebelum pencoblosan.

“Ini kultur kita sebenarnya seperti itu, saya percaya setelah Januari kampanye yang menyentuh substantif akan semakin gencar,” ujar Arief Budiman ditemui di Ecovention Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (17/11/2018).

Arief Budiman menjelaskan kampanye yang tidak substantif yang dalam beberapa waktu terakhir diperagakan kedua kubu menunjukkan kedua kubu masih santai dalam menghadapi waktu kampanye yang masih lama yakni lima bulan lagi.

Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (kedua kiri) dan Ma'ruf Amin (kiri) beserta Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kedua kanan) dan Sandiaga Salahudin Uno (kanan) membacakan ikrar deklarasi damai saat meghadiri Deklarasi Kampanye Damai Pemilu Serentak 2019 di Silang Monas, Jakarta, Minggu (23/9/2018). Deklarasi Kampanye Damai Pemilu Serentak 2019 yang diikuti KPU, pasangan Capres dan Cawapres, dan 16 partai politik nasional tersebut mengambil tema 'Kampanye anti SARA dan HOAKS untuk menjadikan pemilih berdaulat agar negara kuat'.
Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (kedua kiri) dan Ma'ruf Amin (kiri) beserta Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kedua kanan) dan Sandiaga Salahudin Uno (kanan) membacakan ikrar deklarasi damai saat meghadiri Deklarasi Kampanye Damai Pemilu Serentak 2019 di Silang Monas, Jakarta, Minggu (23/9/2018). Deklarasi Kampanye Damai Pemilu Serentak 2019 yang diikuti KPU, pasangan Capres dan Cawapres, dan 16 partai politik nasional tersebut mengambil tema 'Kampanye anti SARA dan HOAKS untuk menjadikan pemilih berdaulat agar negara kuat'. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Arief Budiman mengatakan, hal tersebut menunjukkan para tim sukses kedua kubu belum terbiasa menghadapi waktu kampanye yang panjang.

“Hal tersebut sebetulnya menunjukkan bahwa tim sukses belum terbiasa dengan pola kampanye yang panjang karena sebelumnya waktu kampanye hanya 21 hari,” kata Arief Budiman.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved