Lurah Masuk Bui, Camat Pastikan Pelayanan di Kelurahan Kalibaru Tak Terganggu

Lurah Kalibaru Abdul Hamid resmi tersangka dan ditahan penyidik Unit Tipikor Satreskrim Polresta Depok karena pungutan liar.

Penulis: Bima Putra | Editor: Y Gustaman
Kompas.com
Ilustrasi penjara 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, CILODONG - Lurah Kalibaru Abdul Hamid resmi tersangka dan ditahan penyidik Unit Tipikor Satreskrim Polresta Depok karena pungutan liar saat menjadi saksi pengurusan Akta Jual Beli (AJB) tanah.

Meski mengaku tak tahu anak buahnya ditahan di Mapolresta Depok, Camat Cilodong Mulyadi mengatakan pelayanan publik di kantor Kelurahan Kalibaru tak terkendala.

"Pelayanan publik tetap berjalan seperti biasa. Kan ada pejabat publik yang lain, Sekretaris Lurah, Kepala Seksi lainnya juga ada. Jadi masyarakat tetap bisa mengirimkan keperluannya seperti biasa," kata Mulyadi di Cilodong, Depok, Minggu (17/2/2019).

Ia enggan berkomentar disinggung soal penahanan Abdul Hamid yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Tim Saber Pungli Polresta Depok pada Kamis (14/2/2019).

Mulyadi beralasan, soal Abdul Hamil adalah urusan penyidik Unit Tipikor Polresta Depok dan Inspektorat Depok.

"Saya enggak bisa berkomentar apa-apa, untuk konfirmasi bisa ke polisi dan Inspektorat yang lebih tahu. Yang jelas pelayanan publik tetap berjalan seperti biasa," ujarnya.

Wali Kota Depok Mohammad Idris juga enggan berkomentar terkait nasib Abdul Hamid.

Menurut dia, setiap apel dia selalu mengimbau jajarannya agar tak melanggar hukum sehingga kini hanya mengikuti jalannya proses hukum.

"Yang nangkap siapa? Polisi kan? Jadi tanya polisi. Selalu setiap apel saya ingatkan, semuanya tidak ada hal-hal yang sangat khusus," tutur Idris.

Kapolresta Depok Kombes Pol Didik Sugiarto mengatakan Ahmad dijerat pasal 12 huruf e UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sampai sekarang belum mengajukan penangguhan penahanan.

Ahmad jadi tersangka karena menyalahgunakan jabatannya dengan cara meminta uang ke warga yang membutuhkan tanda tangannya sebagai saksi dalam pengurusan AJB tanah.

Dia meminta uang melebihi biaya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No 24 tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yakni hanya 1 persen.

"Jadi di dalam ketentuan PP No 24 tahun 2016, bahwa PPAT kemudian PPATS dan saksi biayanya tidak boleh melebihi 1 persen. AH menarget biaya 3 persen untuk dirinya sendiri. Untuk dia menandatangani saksi di dalam AJB ini 3 persen," jelas Didik.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved