Warga Pinggiran Bandara Soekarno-Hatta Ancam Terbangkan Layangan, Ini Respon Pengelola
PT. Angkasa Pura II memberikan pernyataan terkait gugatan warga Desa Rawarengas, terkait ganti rugi pembangunan landasan pacu di Perimeter Utara.
Penulis: Ega Alfreda | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Ega Alfreda
TRIBUNJAKARTA.COM, TANGERANG - PT. Angkasa Pura II memberikan pernyataan terkait gugatan warga Desa Rawarengas, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang terkait ganti rugi pembangunan landasan pacu ketiga di Perimeter Utara Bandara Soekarno-Hatta.
Sebab, pada Senin (11/3/2019) sekira 200 warga Desa Rawarengas mengancam menerbangkan layangan di dekat bandara yang dapat membahayakan penerbangan apa bila hak ganti rugi mereka tidak dituntaskan segera.
Pasalnya warga terdampak dari pembangunan landasan pacu ketiga tersebut seperti banjir tinggi hingga rumah retak dan hancur karena getaran alat berat.
PT. Angkasa Pura II pun percepat proses penuntasan pembayaran ganti rugi lahan landasan pacu ketiga Bandara Soekarno-Hatta, dimana saat ini dalam proses konsinyasi di Pengadilan Negeri Tangerang.
Proyek pembangunan landasan pacu ketiga ini ditargetkan selesai pada bulan juni 2019 dimana kelancaran proyek tersebut didukung proses pembebasan tanah yang optimal.
Diketahui, mulai 25 Januari 2019 telah dibebaskan 3.021 bidang tanah seluas 167,52 Hektare, atau sesuai dengan kebutuhan proyek landasan pacu ketiga.
Total nilai ganti kerugian untuk pembebasan tanah itu sebesar Rp 3,35 triliun.
Adapun dari tanah yang sudah dibebaskan itu, terdapat 209 bidang tanah seluas 309.542 meter persegi ditempati sekira 200 kepala keluarga.
Walau uang ganti rugi masih belum bisa dicairkan namun PT. Angkasa Pura II telah melakukan konsinyasi (menitipkan uang ganti rugi) di PN Tangerang.
Uang ganti rugi yang dititipkan di Pengadilan Negeri Tangerang senilai Rp 430,35 miliar.
VP of Corcomm PT. Angkasa Pura II Yado Yarismano mengatakan, proses konsinyasi (penitipan uang ganti rugi) sesuai sebagaimana termaktub dalam UU Nomor 2 Tahun 2012.
"Undang-undang nomor 2 Tahun 2012 itu mengatur untuk bidang-bidang tanah yang dilakukan konsinyasi adalah antara lain bidang yang pemiliknya menolak terhadap nilai ganti kerugian, pemiliknya tidak diketahui dengan jelas atau noname dan pihak yang bersengketa kepemilikan lahannya," jelas Yado dalam keterangannya, Selasa (12/3/2019).
Menurut dia, belum cairnya uang ganti rugi karena status tanah masih dalam sengketa oleh beberapa pihak yang mengklaim tanah tersebut.
Dalam hal percepatan proses penuntasan pembayaran ganti rugi ini, AP II bersinergi dengan seluruh stakeholder terkait termasuk Pengadilan Negeri dan juga Badan Pertanahan Nasional.