Ramadan 2019
VIDEO Melihat Masjid Jami Matraman yang Sarat Akan Sejarah
Masjid Jami Matraman merupakan saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.
Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Satrio Sarwo Trengginas
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, MENTENG - Masjid Jami Matraman merupakan saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.
Masjid berumur ratusan tahun ini menyimpan sejuta kisah perlawanan anak bangsa melawan penjajah Belanda.
Letak masjid ini berada di Jalan Matraman Masjid, tepat di tepi Sungai Ciliwung, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat
Meski sarat akan sejarah, namun tidak ada bukti otentik yang bisa menunjukkan kapan masjid berkelir putih ini pertama kali didirikan.
"Masjid ini memang unik, secara tertulis memang enggak ada (bukti sejarah), hanya cerita dari mulut ke mulut saja," ucap Haji Samsudin, marbot Masjid Jami Matraman, Kamis (16/5/2019).
Sambil berkeliling masjid bersama TribunJakarta.com ia bercerita, mulanya masjid ini hanyalah sebuah musala kecil yang terbuat dari bambu yang didirikan oleh anak dari seorang ulama penyebar agama Islam di wilayah Jawa Barat bernama Syekh Quro.
• Ini Lokasi Favorit Bung Hatta Kala Salat di Masjid Jami Matraman
• Masjid Jami Matraman Kerap Didatangi Pejabat Pemerintahan
• Wali Kota Jakarta Pusat Bakal Hadiri Penyerahan Bantuan Kebakaran di Masjid Jami Matraman Pegangsaan
"Dulu tanah ini dikuasi oleh Kerajaan Pajajaran dan sebelumnya bangunan ini hanya sebuah musala kecil yang didirikan oleh Syekh Jafar, anak dari Syekh Quro di Karawang," ujarnya.
Kemudian, saat Belanda datang menjajah Jakarta atau Batavia, Sultan Agung dari Kesultanan Mataraman mengutus balatentaranya untuk mengusir penjajah dari bumi Jawa.
Pasukan itu pun disambut oleh Syekh Jafar dan diberikan tempat untuk beristirahat di musala tersebut.
"Syekh Jafar ini memberi tempat untuk istirahat dan menjaga orang Belanda yang datang karena zaman dulu kan lalu lintasnya lewat sungai," kata Haji Udin, begitu Samsudin biasa disebut.
"Posisinya yang berada di tepi sungai dan kondisi aliran Ciliwung yang berkelok membuat tempat itu strategis untuk menghalau Belanda yang mau ke kota atau sebaliknya," tambahnya.
Sejak saat itulah masjid yang berada di kawasan ini dikenal dengan nama Masjid Jami Matraman.
Nama Jami yang berarti besar sendiri merupakan pemberian seorang ulama jauh sebelum kemerdekaan Indonesia.
"Zaman dulu ada kyiai yang menyebut masjid ini jami yang artinya besar, kemudian Matraman itu identik dengan orang Mataram," ucapnya.