Pengakuan Pengamen Salah Tangkap di Cipulir yang Diputuskan Bebas oleh MA
Mereka kemudian dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU - Fikri (23) merupakan satu di antara empat korban salah tangkap yang dilakukan pihak Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.
Pada tahun 2013, ia beserta ketiga temannya dituduh membunuh sesama pengamen anak bermotif berebut lapak pengamen di pinggir kali Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Keempat pengamen itu mengaku mendapat kekerasan fisik semasa berada dalam tahanan kepolisian untuk mengakui kesalahan yang tidak diperbuatnya.
Peristiwa itu bermula saat Fikri menemukan jasad pria terbujur kaku dengan luka di sejumlah bagian tubuh saat pagi hari.
"Itu kejadiannya di bawah kolong jembatan. Jam 6 an pagi. kemudian saya melihat kok ada orang saya pikir orang gila. Pas dilihat bareng anak-anak, jasad itu sudah berlumuran darah," cerita Fikri kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (17/7/2019).
Fikri, yang pertama kali menemukan jasad itu kemudian melaporkan kepada pihak satpam.
"Saya enggak kenal sama jasad itu, kemudian saya lapor ke satpam. Dari satpam lapor ke polisi. Polisinya minta tolong ke saya buat jadi saksi ke Polda," akunya.
Di sekitar lokasi kejadian, terdapat barang bukti sejumlah senjata tajam.
"Ada golok yang ketinggalan. Waktu polisi cari di kali ada lagi nemu senjata," terangnya.
Saat digiring ke Polda, Fikri mengaku mendapatkan intimidasi.
• VIDEO Papan Petunjuk Pemisahan Toilet Pengemudi Ojek Online di Puri Indah Mall Sudah Dicopot
• Satgas TMMD Gelar Sosialisasi Pupuk Organik untuk Petani di Rajeg Kabupaten Tangerang
Kuasa Hukum keempat pengamen itu, Oky Wiratama Siagian mengatakan usai mendekam selama tiga tahun, korban bisa menuntut hak-hak ganti rugi yang akan didapatkannya.
"Kami memberitahu kepada mereka, ketika putusannya bebas, maka ada hak mereka yang bisa dituntut ganti kerugian. Udah ada mekanismenya dari PP 92 tahun 2015," katanya.
Bagi Fikri dan ketiga temannya, mereka kehilangan waktu selama tiga tahun untuk hidup lantaran mendekam di penjara.
"Saya kan tukang parkir, ngerasa rugi lah. Aturan saya bisa usaha. Jadinya tertahan sampai saya jalani tiga tahun di penjara. Kalau saya kumpulin uang kan sudah lumayan bisa dagang," ujar Fikri.
Keempat pengamen anak salah tangkap saat itu, Fikri (17), Fatahilah (12), Ucok (13), dan Pau (16) dibebaskan pada tahun 2016.
Mereka kemudian dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.
Total keseluruhan ganti rugi materil maupun imateril yang diderita keempat korban itu mencapai Rp 700 juta.