Kisah Ali, Pengojek Sepeda yang Masih Bertahan di Himpitan Kota Tua Jakarta

Pria berusia 60-an tahun yang memakai rompi hitam terlihat bersandar pada tiang di ujung jalan.

Penulis: Novian Ardiansyah | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
TribunJakarta.com/ Novian Ardiansyah
Ali, Ojek Sepeda 

Baca: Ini Titik-titik Bencana Longsor di Kecamatan Cisarua Bogor

Ia sesekali menawarkan ojek sepedanya kepada orang-orang yang lewat.

"Ojek sepedanya bu..?," tanya Ali ke salah seorang ibu.

"Enggak pak, dekat cuma ke situ," jawab ibu tersebut.

Ali pun kembali duduk jongkok bersandar pada tiang.

Ali mengatakan, sekarang ini sangat jarang orang yang memakai ojek sepeda.

Pendapatan Ali pun tidak banyak, berkisar Rp30 ribu - Rp 50 ribu.

"Sekarang saja siang ini uangnya sudah habis dipakai makan tadi, sekarang belum dapat lagi," ungkap Ali.

Menurut Ali, ia tidak pernah mematok tarif untuk jasa ojek sepedanya.

"Berapa saja dikasihnya. Gaenak kalau minta. Kadang ada yang kasih tujuh ribu, 10 ribu, ada yang 15 ribu" kata Ali.

Penumpang Ali pun beragam, dari yang minta diantar berkeliling Kota Tua, sampai minta diantar pulang ke rumah.

"Ada yang minta diantar pulang ke rumahnya," kata Ali.

Ali mengatakan, keberadaan ojek sepeda saat ini sangan berbeda dengan zaman dahulu.

Dahulu ia bisa mengayuh sepeda mengantarkan penumpang sampai ke Monas (Monumen Nasional, Pasar Senen, dan Tanah Abang.

"Duku sampe ke Monas pernah, itu tahun 70an dulu masih ramai," tutur Ali.

Namun, sekarang ini ia hanya mengayuh ojek sepedanya di kawasan Kota Tua dan sekitarnya.

Ali berharap, di usianya yang sekarang ia tidak lagi menjadi ojek sepeda.

Ia ingin berdagang, namun belum punya modal yang cukup.

"Inginnya berdagang, berdagang sayuran atau apa saja. Tapi kan butuh modal, untuk gerobak dan lainnya," kata Ali.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved