Fakta-fakta Permohonan Grasi Abu Bakar Ba'asyir, Permohonan MUI Sampai Upaya Pembebasan

Menurut dia, Baasyir tidak merasa bersalah karena hanya menjalankan syariat agama berdakwah dan menerangkan tentang Islam.

Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama | Editor: Adiatmaputra Fajar Pratama
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Terdakwa kasus terorisme Abu Bakar Baasyir menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (24/3/2011). Baasyir didakwa terlibat dalam pelatihan terosis di Aceh dan beberapa aksi terorisme di tanah air. 

Laporan wartawan Adiatmaputra Fajar Pratama

TRIBUNJAKARTA.COM, PALMERAH - Beberapa hari nama terdakwa kasus terorisme Abu bakar Ba'asyir kembali mencuat.

Hal yang dibahas terkait permohonan grasi artinya hak presiden untuk memberikan pengurangan hukuman.

Kuasa Hukum Abu Bakar Baasyir, Guntur Fattahilah menjelaskan kliennya tidak mengetahui permintaan grasi dari para alim ulama.

Baca: Pensiun dari Kepala BNN, Budi Waseso Abdikan Diri Untuk

Kabar tersebut, jelas dia, masih belum dapat dijelaskan kepada Baasyir dan harus sangat berhati-hati untuk berbicara masalah itu.

"Beliau belum tahu soal itu. Kami juga di tim kuasa hukum, belum berani menyampaikan soal keringanan tahanan atau pemindahan dan lain-lain ke beliau," ujarnya di RSCM Jakarta, Kamis (1/3/2018).

Selama ini, kuasa hukum sudah mengirim empat surat resmi kepada pemerintah untuk pemindahan tahanan.

Baca: Ada 3 Cara Memesan Tiket Kereta Api Bandara, 50 Jadwal Perjalanan Tiap Harinya

Surat tersebut juga meminta pengurangan masa tahanan kepada pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia itu.

"Itu pun belum ada tanggapan yang jelas dari pemerintah," kata dia.

Mengenai adanya lobi dari ulama dan sahabat Baasyir kepada pemerintah, kuasa hukum mengapresiasi langkah tersebut.

"Apapun yang diputuskan oleh pemerintah nanti, ya pasti akan kami hargai. Tapi, kami juga harus tetap membahas dulu dengan Pak Ustaz," katanya.

Tolak Grasi

Guntur menjelaskan jika kliennya mengajukan grasi sama seperti mengakui perbuatannya adalah salah.

“Dalam pandangan Ustadz Abu Bakar mengajukan grasi sama saja dia mengakui kesalahan dan meminta maaf, beliau tidak pernah mau itu," kata Guntur.

Menurut dia, Baasyir tidak merasa bersalah karena hanya menjalankan syariat agama berdakwah dan menerangkan tentang Islam.

Guntur juga mengatakan pihak kuasa hukum dan keluarga tidak pernah mengajukan atau menyarankan Abu Bakar Baasyir untuk mengajukan grasi.

“Makanya kami bingung, beliau tadi sampaikan kepada saya tegas tidak mau mengajukan grasi. Karena bagi diri beliau meminta maaf itu tidak kepada manusia tapi kepada pencipta-Nya,” ungkap Guntur.

MUI Melobi Presiden

Sebelumnya,Ketua M‎ajelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin mengakui pernah melobi Presiden Joko Widodo agar memberikan grasi kepada Ustaz Abu Bakar Baasyir.

"Beliau (Ustaz Baasyir) sakit diperlukan supaya diobati, kemudian juga diberikan semacam kalau bisa dikasih grasi, ya itu terserah Presiden‎," tutur Ma'ruf Amin di kompleks Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/2/2018).

Upaya Maruf Amin melobi Jokowi tersebut dikarenakan Baasyir yang berada di ruang tahanan sedang mengalami sakit‎ dan sebaiknya dilakukan perawatan di rumah sakit.

Baca: Cupi Cupita Dikabarkan Terjerat Narkoba, Apa Saja Deretan Lagunya?

"Saya pernah menyampaikan itu ke presiden dan presiden merespons bagus, bagaimana beliau (Baasyir) dirawat di rumah sakit," ucapnya.

Namun, dirinya enggan menyebutkan lokasi rumah sakit tempat Baasyir di rawat, meskipun kabar beredar sedang di rawat di RSCM.

"Saya belum tahu persisnya, tapi presiden setuju," ucapnya.

Upaya Pembebasan

Anak Abu Bakar Baasyir, Abdul Rochim Baasyir mengungkapkan ada gerakan lobi ke pemerintah dari para alim ulama untuk pembebasan ayahnya.

Sejauh ini, kabar yang diterima, lobi tersebut berjalan intensif.

"Memang ada lobi-lobi dari para ulama untuk pembebasan beliau (Abu Bakar Baasyir,-red). Cukup intensif kabarnya," kata dia saat dihubungi Tribun, Jakarta, Senin (26/2/2018).

lobi, lanjut Abdul, sudah sampai tahap ingin bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk pembahasan pembebasan tokoh yang disebut-sebut sebagai pimpinan tertinggi kelompok Jamaah Islamiyah itu.

Namun begitu, hingga saat ini, belum ada hasil yang signifikan dari gerakan yang diinisiasi oleh para ulama.

Keluarga, menurutnya, saat ini masih percaya atas langkah yang sedang dijalankan.

"Kami masih percaya kalau bisa berhasil," ujarnya.

Baca: Dengar Musik, Tonton TV Saat Berkendara Kena Denda Rp 750 Ribu

Alasannya, saat ini sudah tidak ada lagi langkah hukum yang bisa dilakukan tim pengacara dan keluarga.

Pasalnya, Mahkamah Agung sudah menolak langkah peninjauan kembali (PK) atas kasus yang menjerat Abu Bakar Baasyir.

Dengan begitu, langkah lainnya, adalah bertemu dengan presiden untuk pembebasan.

Asal bukan grasi, Baasyir diyakini olehnya, akan menerima putusan pemerintah.

"Kalau grasi, berarti beliau sepakat atas kesalahannya. Beliau pasti tidak mau. Selama ini kan, beliau tidak mengakui jalannya proses hukum yang berjalan," katanya.

Diketahui, sejumlah dakwaan yang diarahkan kepada Baasyir antara lain permufakatan jahat, merencanakan, menggerakkan, hingga memberikan atau meminjamkan dana untuk kegiatan pelatihan militer kelompok terorisme di Aceh Besar.

Pendiri pondok pesantren Ngruki, Surakarta, Jawa Tengah, itu beberapa kali berurusan dengan penegak hukum.

Pada 2004 dia diganjar hukuman dua tahun enam bulan penjara oleh PN Jaksel karena terbukti bersalah melakukan permufakatan jahat atas keterlibatannya dalam peristiwa bom Bali dan bom Hotel JW Marriott.

Belakangan, Mahkamah Agung belakangan membebaskan Ba’asyir pada Juni 2006.

Setelah bebas dia kemudian mendirikan Jamaah Asharut Tauhid pada tahun 2008, yang mencita-citakan kepemimpinan Islam.

Di Nusakambangan, Ba’asyir mengatakan mendukung gerakan pembentukan kelompok ISIS. Pada 2014, dia meminta kepada para pengikutnya untuk mendukung ISIS.

Pada tahun 2004 Abu Bakar Baasyir divonis 2,5 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti terlibat dalam peristiwa pemboman Hotel JW Marriott Jakarta.

Kemudian tahun 2010 ia kembali divonis 15 tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan.

Pasalnya ia terbukti ikut merencanakan dan menjadi penyandang dana pelatihan kelompok bersenjata di Pegunungan Jantho, Aceh.

Baasyir kini mendekam di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved