Jejak Surabaya Black Hat di Dunia IT dan Hubungannya dengan Tiga Orang yang Ditangkap FBI

Surabaya Black Hat melambung namanya begitu Polda Metro Jaya bersama FBI menangkap tiga anggotanya terkait peretasan ratusan situs.

Editor: Y Gustaman
Net
Ilustrasi 

Laporan Wartawan Surya, Adrianus Adhi

TRIBUNJAKARTA.COM, SURABAYA - Surabaya Black Hat melambung namanya begitu Polda Metro Jaya bersama FBI, agen federal investigasi Amerika Serikat, menangkap tiga anggotanya terkait peretasan.

Ketiga orang itu adalah Katon Primadi Sasmitha (21), warga Sawahan, Surabaya; Nizar Ananta (21), warga Gubeng, Surabaya; dan Arnold Triwardhana Panggau (21), juga warga Surabaya.

Menurut polisi ketiganya yang masih berstatus mahasiswa itu bagian dari jaringan peretas di mana anggotanya mencapai 600 hingga 700 orang.

Tetapi benarkah itu? Pemimpin Surabaya Black Hat, Ramazeta, akhirnya angkat bicara.

Ramazeta menuturkan Surabaya Black Hat bukan jaringan peretas tetapi organisasi kepemudaan berbasis teknologi informasi di Surabaya.

Surabaya Black Hat berdiri pada 2011 tapi tak diketahui berapa jumlah anggotanya saat ini.

Saat Surya Malang mencoba mengkonfirmasikan ini Ramazeta memilih tak berkomentar.

Yang jelas, Surabaya Black Hat merupakan organisasi terkodinir.

Mereka sampai memiliki website khusus yang menampung segala macam aktivitas anggotanya.

Surabaya Black Hat juga aktif menggelar berbagai seminar terkait keamanan internet, termasuk juga diskusi soal hacking deface.

Menurut Ramazeta diskusi tersebut hanya untuk edukasi saja.

"Lebih ke prevention dan bukan web orang yang dicoba. Tapi web lokal," kata Ramazeta saat dihubungi Surya Malang pada Selasa (13/3/2018).

Ia menambahkan aktivitas ilegal anggota di luar forum bukan tanggung jawab organisasi Surabaya Black Hat.

"Di forum sudah ada peraturannya, bahwa kegiatan hacking deface dan sebagainya adalah tindakan ilegal di indonesia dan sudah diatur dalam UU ITE. Segala tindakan ilegal yang dilakukan di luar forum, di luar pertanggungjawaban SBH (Surabaya Black Hat) dan tanggung jawab pribadi," tegas dia.

"Perlu diluruskan Surabaya Black Hat bukan seperti yang diberitakan, bahwa semua anggotanya melakukan hal seperti itu," Ramazeta menambahkan.

Saat dikonfirmasi terkait ketiga orang yang ditangkap Polda Metro Jaya dan FBI, Ramazeta memastikan mereka merupakan anggota tidak tetap.

Sementara, terkait kasus ketiga orang ini ia tak mau menganalisa.

Ramazeta juga tidak bisa membenarkan keuntungan apa yang tiga anggota tersebut dapatkan setelah meretas.

"Saya belum berani berkomentar karena belum paham masalah aslinya. Saya tidak tahu (soal bayaran yang didapat jika berhasil hacking), mereka tidak pernah mendiskusikan hal ini kepada komunitas," tambah dia.

Informasi yang dihimpun, ketiga orang ini sudah meretas 600 situs di 40 negara.

Mereka juga meretas situs perusahaan di Indonesia.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono, mengatakan ketiga peretas merupakan anggota sebuah jaringan yang beranggotakan 600 hingga 700 orang dan tersebar di berbagai daerah.

"Jadi targetnya memang ada enam orang (tersangka) utama, tapi kemarin hanya menangkap tiga. Inisialnya NA, ATP dan KPS," ungkap Argo di Polda Metro Jaya kemarin.

Ketiga pelaku berumur sekitar 21 tahun dan pekerjaannya sebagai mahasiswa di bidang IT.

Penyidik menjerat mereka Pasal 30 jo 46 dan atau pasal 29 jo 45B dan atau 32 Jo Pasal 48 UU RI No.19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE, dengan ancaman hukumannya 8 tahun hingga 12 tahun penjara.

Tanggapan kampus

Pihak Institut Bisnis dan Informatika STIKOM Surabaya masih mencari data mahasiswanya yang disebut tertangkap polisi dan FBI karena meretas ratusan webstite di dalam dan luar negeri .

Wakil Rektor Bidang Akademik, Pantjawati Sudarmaningtyas, mengaku baru mengetahui adanya tiga tersangka pembobolan situs yang dikabarkan mahasiswa di kampusnya.

"Ini saya sudah pulang, saya masih koordinasi dengan staf saya di kampus untuk mencari data nama-nama itu apa mahasiswa kami," urai Pantjawati ketika dikonfirmasi Surya pada Selasa (13/3/2018) malam.

Pantja, sapaan akrabnya, mengaku belum mendapat kabar dari pihak kepolisian terkait hal ini.

"Kami sama sekali belum tahu, saat ini STIKOM juga sedang perkuliahan aktif," ucap dia.

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved