Kisah Penyakit Hingga Sikapnya Tak Takut Kematian, Stephen Hawking: Tuhan Tidak Ada

Menurutnya, otak yang dimilikinya bagai komputer yang akan berhenti bekerja saat komponennya gagal.

Penulis: Kurniawati Hasjanah | Editor: Kurniawati Hasjanah
telegrafi.com
Stephen Hawking 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Kurniawati Hasjanah

TRIBUNJAKARTA.COM - Sosok fisikiawan Stephen Hawking dikabarkan menutup usia 76 tahun pada Rabu (14/3/2018).

Diketahui sebelumnya, penulis buku A Brief History of Time ini memiliki penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) sejak 50 tahun lalu yakni pada tahun 1963.

Dirinya diduga menderita penyakit tersebut saat usianya 21 tahun dan diprediksi umurnya tinggal dua tahun ketika itu.

Baca: Cuma Satu Bulan, Penerimaan Sopir Baru Taksi Online Buka Kembali Bulan April

Baca: Perang Urat Syaraf Pun Tak Terhindarkan Jelang Pertandingan Persija Vs SLNA

Dilansir dari cnn.com, ALS merupakan penyakit saraf yang mematikan segala anggota gerak.

Namun dalam kasus Hawking, penyakit ini membuat dirinya lumpuh dan bergantung kepada orang lain maupun teknologi yang ada di segala aktivitasnya seperti mandi, makan hingga mobilitasnya.

Diketahui dirinya hanya dapat menggerakan beberapa jari di satu tangan.

"Saya mencoba menjalani kehidupan normal semaksimal mungkin, dan tidak memikirkan kondisi saya atau menyesali hal-hal yang mencegah saya melakukan hal itu," tulisnya di situs miliknya.

Gejala awal dari penyakit ini yakni tampak seperti cedera saraf biasa yakni otot kram dan tegang.

Namun gejala berlanjut hingga sulit mengunyah dan hilangnya kemampuan menelan.

Baca: Posting Foto Jadul, Ridwan Kamil: Gantengan Stempelnya

Baca: Ketemu Netizen yang Nyinyirin Dirinya, Mulan: Saya sih Pemaaf

Sehingga agar memenuhi nutrisinya, Hawking menggunakan selang kecil untuk memasukan nutrisi tersebut ke mulutnya.

Tak hanya penyakitnya yang mendapatkan sorotan, Hawking juga pernah menyatakan kalau dirinya tak percaya akan keberadaan Tuhan dan tidak takut akan kematian.

steve.hawking
instagram.com/steve.hawking

Dilansir TribunJakarta.com dari Theguardian.com, Hawking menyatakan adanya sebuah keyakinan akan surga dan akhirat merupakan sebuah cerita saja bagi orang yang takut akan kematian.

Dalam wawancara ekslusifnya dengan Guardian, dirinya mengatakan walaupun saat itu dirinya telah mengindap penyakit yang tak dapat disembuhkan namun dirinya tetap membawa penyakit tersebut untuk lebih menikmati hidup.

Baca: Bocah-bocah Ini Senang Bisa Dampingi Pemain Bola Profesional di Piala AFC

Baca: Prediksi Kiamat 100 Tahun Lagi, Stephen Hawking Sarankan Manusia Segera Eksplorasi Tata Surya Lain

"Saya telah hidup dengan prospek kematian dini selama 49 tahun terakhir, saya tidak takut mati, tapi saya tidak terburu-buru untuk meninggal, saya memiliki banyak hal yang ingin saya lakukan lebih dulu," ucapnya.

Menurutnya, otak yang dimilikinya bagai komputer yang akan berhenti bekerja saat komponennya gagal.

"Saya menganggap otak sebagai komputer yang akan berhenti bekerja saat komponennya gagal. Tidak ada surga atau akhirat untuk komputer yang rusak, itu merupakan sebuah cerita peri untuk orang yang takut akan kegelapan," tambahnya.

Saat melakukan wawancara bersama media Spanyol El Mundo beberapa waktu lalu, sosok jenius ini menyatakan Tuhan tidak ada dan menjelaskan kalau dirinya merupakan seorang ateis.

Namun di bukunya yang berjudul A Brief History of Time tahun 1998, ada kalimat yang seolah menyatakan dirinya percaya akan Tuhan.

Kalimat yang dimaksud yakni "Akan menjadi sebuah kemenangan besar bagi manusia untuk mengetahui pemikiran Tuhan."

Ketika ditanyakan hal tersebut saat wawancara dengan El Mundo, Hawking mengatakan maksud kalimat tersebut yakni kita akan tahu apa yang Tuhan tahu, jika Tuhan itu ada padahal tidak ada.

"Saya seorang ateis," ucapnya.

stephen_hawking_
instagram.com/stephen_hawking_

Ketika dirinya ditanya oleh tim Guardian, "Mengapa kita disini?"

Sosok pria itu memberikan penjelasannya, adanya fluktuasi kuantum mungil di awal alam semesta yang menjadikan terbentuknya galaksi, bintang dan kehidupan manusia.

"Ilmu memprediksi berbagai jenis yang ada di alam semesta akan tercipta secara spontan dari ketiadaan. Ini merupakan sebuah kebetulan dimana kita berada," ucapnya.

steve.hawking
instagram.com/steve.hawking

Berita mengenai meninggalnya Hawking disampaikan oleh juru bicara keluarga.

"Kami sangat sedih karena ayah tercinta kami telah meninggal dunia hari ini," kata anak-anak Hawking, Lucy, Robert, dan Tim, dilansir dari Sky News, Rabu (14/3/2018).

Baca: Cuma Satu Bulan, Penerimaan Sopir Baru Taksi Online Buka Kembali Bulan April

Baca: Berkarir Selama 4 Dekade, Kekayaan Sridevi Ini Membuat Kamu Ingin Menjadi Artis Bollywood

"Dia adalah ilmuwan hebat dan pria luar biasa, yang kinerja dan peninggalannya akan hidup untuk bertahun-tahun ke depan," lanjut pernyataan tersebut.

Pria asal Inggris ini dikenal melalui karyanya di bidang 'lubang hitam' dan relativitas serta mengarang beberapa buku sains, satu di antaranya "A Brief History of Time".

Baca: Ini Reaksi Fahri Hamzah Disarankan Gabung Partai Bulan Bintang

Baca: Mey Chan Berganti Nama Hingga Rilis Single Terbarunya, Bukannya Dia Tinggal di Singapura?

Kisah hidupnya sempat diangkat ke layar lebar "The Theory of Everything" yang dibintangi Eddie Redmayne pada tahun 2014.

Pria yang memiliki nama lengkap Stephen William Hawking ini lahir di Oxford pada tahun 1942.

Hawking memulai studi ilmiahnya di University College, Oxford.

Ahli kosmologi ini didiagnosis menderita penyakit motor neuron pada tahun 1963, saat usianya 21 tahun.

Meski menderita penyakit, Hawking tetap melanjutkan studinya di Universitas Cambridge dan menjadikannya sebagai salah satu fisikawan paling berpengaruh sejak masa Albert Einstein.

Baca: Perang Urat Syaraf Pun Tak Terhindarkan Jelang Pertandingan Persija Vs SLNA

Baca: Gabung The Jakmania, Suporter Persiba Bantul: Kita Saling Dukung Buat Menang

Baca: Kisah Hari The Jakmania Sempat Mau Berhenti Koleksi Jersey Persija Tapi Ketagihan Terus

Dilansir dari ibtimes, Hawking adalah anggota kehormatan dari Royal Society of Arts (FRSA), anggota seumur hidup dari Akademi Kepausan Ilmu Pengetahuan, dan penerima Presidential Medal of Freedom, penghargaan sipil tertinggi di Amerika Serikat.

Penemuan radikal Hawking juga telah menghasilkan pemilihannya pada tahun 1974 ke Royal Society, saat usianya 32 tahun.

Tonton Juga:

Dalam lima tahun, ia menjadi profesor matematika Lucasian di Cambridge, di mana posisi sebelumnya dipegang oleh Issac Newton dan Charles Babbage.

Dia menduduki posisi tersebut untuk jangka waktu 30 tahun.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved