Kisah Stephen Hawking: Lumpuh dan Gunakan Komputer Untuk Berbicara Hingga Menyalin Otak ke Komputer

Stephen Hawking menyatakan bahwa dirinya ateis. Ia mengatakan, sains menawarkan penjelasan yang lebih masuk akal tentang asal-usul alam semesta

Penulis: Erik Sinaga | Editor: Erik Sinaga
Photograph: Sarah Lee for the Guardian
Professor Hawking’s insights shaped modern cosmology and inspired global audiences in the millions. 

TRIBUNJAKARTA.COM, LONDON- Dunia ilmu pengetahuan sedang berduka. Fisikawan besar asal Inggris, Stephen Hawking meninggal dunia pada usia 76 tahun di rumahnya di Cambridge, Inggris, 14 Maret 2018.

Baca: Ini Dia Profil Singkat Hakim Cantik PN Tangerang yang Ditangkap KPK, Alumni Kampus Ternama

Berikut adalah rangkuman tentang perjalanan hidup Hawking

1. Lahir di Oxford

Stephen William Hawking lahir di Oxford, Britania Raya pada 8 Januari 1942. Dia adalah seorang ahli fisika teoretis.

Ia juga seorang profesor Lucasian dalam bidang matematika di Universitas Cambridge dan anggota dari Gonville and Caius College, Cambridge. Dia lahir dari pasangan Dr Frank Hawking, seorang biolog, dan Isobel Hawking.

Dia lahir dari pasangan Dr Frank Hawking, seorang biolog, dan Isobel Hawking.

Hawking menikah dua kali. Pertama dengan Jane Wilde, seorang murid bahasa, pada tahun 1965.

Jane Hawking mengurusnya hingga perceraian mereka pada tahun 1991. Keduanya disebut bercerai karena tekanan ketenaran dan meningkatnya kecacatan Hawking. Dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai tiga anak Robert (lahir 1967), Lucy (lahir 1969), dan Timothy (lahir 1979).

Baca: Pi Day: Ini Daftar Para Genius yang Mampu Lafalkan Puluhan Ribu Digit Nilai Pi Sembari Mata Tertutup

Hawking kemudian menikahi perawatnya, Elaine Mason pada tahun 1995. Elain sebelumnya adalah menikah dengan David Mason, perancang komputer bicara Hawking.

Pada Oktober 2006, Hawking meminta bercerai dari Elaine.

2. Menderita Penyakit Langka

Hawking menderita penyakit langka Amyothrophy Lateral Sclerosis (ALS), Hawking fenomenal karena bisa bertahan hidup lama dan menghasilkan karya yang berdampak besar.

ALS adalah penyakit fatal yang menyerang sel saraf. Biasanya, penderita hanya mampu bertahan 2 hingga 5 tahun setelah timbul gejala. Tapi Stephen Hawking mampu bertahan hingga 55 tahun setelah divonis ALS.

ALS yang dikenal juga sebagai penyakit Lou Gehrig atau penyakit motor neuron (MND) adalah penyakit yang mempengaruhi sel-sel saraf di otak dan sumsum tulang belakang yang menyebabkan kelemahan otot dan atrofi.

Baca: Ini Dia Profil Singkat Hakim Cantik PN Tangerang yang Ditangkap KPK, Alumni Kampus Ternama

Penyakit ini menyebabkan kematian neuron motorik. Itu artinya otak kehilangan kemampuan untuk mengendalikan gerakan otot.

Ketika otot dalam diafragma dan dinding dada gagal, penderita akan kehilangan kemampuan untuk bernapas tanpa bantuan ventilasi.

Hawking divonis menderita penyakit tersebut pada usia 21 tahun.

3. Lumpuh Total dan Tidak Bisa Berbicara

Akiba penyakit tersebut, Hawking akhirnya lumpuh. Pada tahun 1974, ia tidak mampu makan atau bangun tidur sendiri.

Suaranya menjadi tidak jelas sehingga hanya dapat dimengerti oleh orang yang mengenalnya dengan baik.

Beberapa tahun kemudian atau tahun 1985, ia terkena penyakit pneumonia dan harus dilakukan trakeostomi sehingga ia tidak dapat berbicara sama sekali.

Seorang ilmuwan Cambridge membuat alat yang memperbolehkan Hawking menulis apa yang ingin ia katakan pada sebuah komputer, lalu akan dilafalkan melalui sebuah voice synthesizer'.

4. Tidak Menyerah dan Terus Menginspirasi

Segala penyakit yang menimpa dirinya tidak membuat Hawking putus asa. Dia bahkan menjelma sebagai seorang fisikawan masyur.

Dalam buku Stephen Hawking: My Brief History yang terbit tahun 2013, Hawking memberikan nasihat kepada orang dengan keterbatasan fisik secara khusus, dan juga manusia secara umum yang tak satu pun sempurna.

"Saya percaya orang dengan keterbatasan seharusnya berkonsentrasi melakukan yang tetap bisa dikerjakan dengan kursi roda dan tidak menyesali hal lain yang tidak bisa dilakukan," katanya.

Stephen Hawking
Stephen Hawking (Getty Images)

Dengan kata lain, jangan menyesal karena memiliki kelemahan, tetapi fokus mengembangkan diri dengan apa yang dimiliki. Hawking juga mengajari untuk pantang menyerah.

Sesaat setelah peluncuran A Brief History of Time, Hawking mengatakan, "Jadilah orang yang selalu bertanya. Sesulit apa pun hidup, akan selalu ada sesuatu yang bisa kamu kerjakan dan mengantarkan pada keberhasilan. Penting bagimu untuk tidak menyerah."

5. Ateis

Stephen Hawking menyatakan bahwa dirinya ateis. Ia mengatakan, sains menawarkan penjelasan yang lebih masuk akal tentang asal-usul alam semesta daripada agama.

Hawking menyatakan pandangannya tersebut dalam wawancara dengan koran Spanyol, El Mundo, 21 September 2014 lalu.

"Sebelum kita mengenal sains, natural untuk percaya bahwa Tuhan mengenal alam semesta. Tapi sekarang sains menawarkan penjelasan yang lebih meyakinkan," kata Hawking.

Hawking beberapa kali memberikan pernyataan yang menunjukkan bahwa dia ateis. Dia pernah mengatakan, alam semesta diatur oleh hukum pengetahuan.
Tuhan mempunyai hukum, tetapi tidak akan mengintervensi kalau ada yang melanggar. Tahun 2011, Hawking menyatakan pada The Guardian bahwa ia tak percaya surga. Baginya, surga adalah untuk orang-orang yang takut kegelapan.

6. 50 Tahun Lagi Ada Permukiman di Bulan

Stephen Hawking, kosmolog dan fisikawan ternama dunia yang dikenal dengan bukunya, A Brief History of Time, mengungkapkan pendapatnya tentang masa depan manusia.

"Dalam 50 tahun, saya tak ragu pasti sudah ada perkampungan di Bulan," katanya.

Dikutip Daily Mail, Senin (17/3/2014), Hawking mengatakan, "Planet kita adalah dunia tua, terancam oleh pertumbuhan populasi dan sumber daya yang terbatas. Kita harus mengantisipasi ancaman ini dan punya plan B."

"Jika spesies kita tetap eksis seratus tahun lagi, sangat penting bagi kita untuk menjelajah ke kegelapan antariksa, mengolonisasi dunia baru di semesta," ujarnya.

7. Menyalin Otak ke Komputer

Stephen Hawking mengatakan bahwa otak mampu berdiri sendiri di luar tubuh dan mendukung manusia untuk memperoleh keabadian.

"Saya pikir otak seperti sebuah program dalam pikiran, seperti komputer, jadi secara teoretis sebenarnya mungkin untuk menyalin otak ke komputer dan mendukung bentuk kehidupan setelah mati," kata Hawking seperti dikutip The Guardian, Sabtu (21/9/2013).

Namun, menurut Hawking, keabadian seperti yang diungkapkan Hawking masih di luar kapasitas manusia saat ini.

Selama ini, berdasarkan kepercayaan yang diyakini, banyak manusia memahami bahwa setelah mati, manusia akan menjadi abadi di alam yang berbeda, bertemu dengan Tuhan serta berada di surga atau neraka sesuai perbuatannya selama hidup.

Namun, Hawking menuturkan, "Saya pikir kehidupan setelah mati secara konvensional adalah dongeng untuk orang-orang yang takut pada kegelapan."

Keabadian seperti yang diungkapkan Hawking kerap disebut dengan keabadian digital. Dalam hal ini, manusia abadi tetapi tidak dalam tubuh biologisnya. Dalam keabadian digital, eksistensi manusia tak lagi tergantung pada tubuh karena tubuh bisa diupayakan.

Keabadian seperti yang dimaksud Hawking sebenarnya sudah sering dibahas, termasuk oleh Ryan Kurzweil, salah satu insinyur di Google. (Berbagai Sumber)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved