Bersedia Jadi Cawapres Jokowi, Klarifikasi Mahfud MD: Saya Tidak Ingin Tapi Bukan Tidak Mau

Itu artinya saya tidak ingin. Tetapi tidak ingin bukan berarti tidak mau. Kalau mengatakan tidak mau itu sombong.

Editor: Erik Sinaga
Google
Mahfud MD 

TRIBUNJAKARTA.COM- Nama bekas ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD kini kembali ramai diperbincangkan terkait pemberitaan kesediaan dirinya menjadi calon wakil presiden yang akan dipasangkan dengan Joko Widodo pada Pemilihan Presiden 2019.

Benarkah Mahfud MD bersedia?

Mahfud bersyukur saat namanya dimunculkan oleh masyarakat sipil sebagai sosok yang pantas mendampingi Presiden Joko Widodo sebagai calon wakil presiden (cawapres).

"Tiba-tiba masuk, ya bagus juga perkembangan demokrasi, artinya suara lain dari mainstream itu bisa muncul, dari masyarakat seperti saya," kata Mahfud di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/3/2018).

Baca: Anies: Alhamdulillah 3 kali Saya Lihat Persija di Kandang, Menang

Ia mengatakan bersedia menjadi cawapres Jokowi, tetapi tidak ingin terlalu aktif untuk menindaklanjutinya.

Mahfud mengatakan hanya menyerahkan sepenuhnya terhadap mekanisme yang ada di masing-masing parpol serta Jokowi sendiri.

Sebab, kata Mahfud, pada akhirnya yang memutuskan siapa cawapres bagi Jokowi ialah partai koalisi pemerintahan dan Jokowi.

Ia mempersilakan partai-partai mengolah namanya sebagai cawapres Jokowi.

"Saya juga bukan tidak mau karena kalau tak mau itu diartikan sombong. Pada akhirnya kita serahkan ke mekanisme, dan itu ada di tangan capres dan partai-partai nanti," kata Mahfud.

Baca: Berkas Perkara Jennifer Dunn Dilimpahkan ke Kejati DKI Hari Ini

Ia mengungkapkan telah menjalin komunikasi secara informal dengan partai-partai yang berada di koalisi pemerintahan.

Namun, komunikasi tersebut, menurut Mahfud, tak dilakukan secara masif lantaran dirinya tak mau terlibat terlalu aktif dalam hal ini.

"Komunikasi informal ada, formalnya mereka nanti harus kongres atau apa, kan, gitu. Kalau informal itu artinya sambil bicara atau saling lempar bola, tetapi saya selalu katakan saya pada posisi pasif, tak aktif juga," kata mantan Ketua Tim Pemenangan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa saat Pilpres 2014 itu.

Padahal, Senin (5/3/2018) Mahfud, mencuit, dirinya tidak ingin menjadi Cawapres Jokowi.

Saat itu Mahfud mendapat banyak pertanyaan, baik dari media massa mainstream dan media online maupun dari sosial media yang masuk ke akun miliknya.

Baca: Messi Boleh Samai Ronaldo Cetak 100 Gol, Tapi Masih Kalah Dari Hal Ini

"Iya saya dapat banyak pertanyaan nih. Yang ditanyakan adalah bagaimana tanggapan saya terkait munculnya nama saya di dalam bursa calon wakil presiden (cawapres) untuk mendampingi Jokowi pada Pilpres 2019?" kata Mahfud kepada Tribunnews.com, Selasa (6/3/2018).

Nama Mahfud muncul di berbagai survei sebagai salah satu cawapres.

Bahkan sebuah majalah mingguan nasional edisi 4 – 11 Maret 2018 pekan ini menyebut Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara se-Indonesia itu sebagai salah satu yang masuk dalam pertimbangan Jokowi, antara lain, bersama Jusuf Kalla dan Moeldoko.

Ketika dimintai tanggapannya tentang hal itu, Mahfud MD mengatakan dirinya bukan tidak mau tetapi menyatakan tidak ingin menjadi cawapres.

“Banyak yang ingin menjadi cawapres, membuat baliho, membuat Tim Kampanye, dan memasang namanya di survei-survei. Saya tidak akan melakukan itu, saya tidak akan aktif, akan mengalir saja," kata Mahfud.

Baca: Suka Duka Petugas Kebersihan SUGBK: Lebih Suka Bersihin Tribun Penonton Dibanding Toilet

Ketika ditanya, mengapa tidak mau menjadi cawapres, sekali lagi Mahfud mengatakan dirinya bukan tidak mau, melainkan tidak ingin.

Dikatakannya, antara tidak ingin dan tidak mau itu berbeda.

"Tidak ingin artinya tidak berminat melakukan langkah-langkah aktif untuk dicalonkan melainkan akan datar-datar saja. Tetapi kalau tidak mau artinya menolak. Padahal dia tidak mengatakan tidak mau atau menolak. Mahfud menyatakan dirinya bukan tidak mau tetapi siap berdialog secara terbuka, alamiah, dan sesuai aspirasi rakyat untuk kebaikan bagi Indonesia," jelasnya.

Baca: Larangan Gedung Tinggi di Jakarta Sedot Air Tanah, Sandiaga Uno Ingin Atur di Perda

Mahfud mengatakan jika dirinya menyebut ingin menjadi cawapres nanti bisa dinilai tidak tahu diri alias ge-er.

"Tetapi jika mengatakan tidak mau nanti dibilang sombong," ujarnya.

Mahfud menutup keterangannya dengan mengatakan, "Siapapun pasangan calon yang akan muncul nanti yang penting Pilpres lancar dan Indonesia menjadi lebih baik."

Apakah Mahfud benar-benar mau jadi cawapres Jokowi?

Lewat akun twitternya, Mahfud mengklarifikasi isu yang beredar.

"Pagi ini terasa segar mendengar kicau burung di rumah Yogya. Di medsos ramai cuat-cuit tentang kesediaan saya menjadi cawapres seperti banyak diberitakan kemarin sore.

Sebenarnya jawaban saya tentang pencawapresan sama dengan jawaban-jawaban sebelumnya tapi entah mengapa yang sekarang jadi viral.

Kemarin siang saya ada pertemuan BPIP dengan Pimpinan MPR. Di depan pintu dicegat dengan pertanyaan, apakah sy bersedia menjadi cawapres seperti yang muncul di dalam radar analisis dan survai-survai.

Jawaban saya konsisten yakni "Saya tidak ingin tetapi bukan tidak bersedia jadi cawapres"

Saya tidak pernah menawarkan diri untuk menjadi cawapres, misalnya, tidak memasang baliho, tidak meminta dimasukkan ke dalam survai, bahkan tidak melobi kepada parpol.

Baca: Bejat, 2 Kakek Ini Perkosa Bocah 11 Tahun Hingga Hamil 8 Bulan

Itu artinya saya tidak ingin. Tetapi tidak ingin bukan berarti tidak mau. Kalau mengatakan tidak mau itu sombong.

Ketika ditanya pers, bagaimana sikap saya dengan masuknya nama saya ke bursa cawapres untuk mendampingi Pak Jokowi maka saya jawab, "Alhadulillah dan terimakasih, nama sy masuk. Berarti demokrasi makin maju sebab di luar opini dan survai mainstream masih bisa muncul nama lain.

Maksud saya kita perlu bersyukur.

Meski banyak dikritik demokrasi pasca reformasi sudah ada kemajuan yakni bisa memunculkan capres-cawapres dari bawah.

Sebelum reformasi tak mungkin ada calon muncul dari bawah dan tak ada angka-angka survai karena calon dan pemenangnya sudah direkayasa.

Ketika ditanya pers, apa sdh ada komunikasi dgn parpol-parpol maka saya jawab, ya, sdh ada komunikasi informal.

Istilahnya saling bergurau melempar bola politik untuk coba2. Komunikasi formal tidak ada.

Apa saya bersedia jd cawapres?. Jawaban saya tetap, "saya tidak ingin tapi bukan tidak mau".

Atas jawaban "tidak ingin tapi tak mau" itu ada wartawan yang menyeletuk, "Kok jawabannya bersayap, artinya bersedia, kan?".

Mau menjawab bagaimana lagi? Itulah sikap saya. "Kalau bilang ingin saya bisa dinilai tak tahu diri tapi kalau bilang tidak mau bisa dinilai sombong dan tak nasionalis".

Malah Mahfud sodorkan nama Tuan Guru Bajang (TGH) Muhammad Zainul Majdi menjadi cawapres alternatif di luar mainstream.

''Saya setuju juga TGB menjadi salah seorang cawapres. Beliau teman saya yang saleh, fathonah. dan amanah. Ayo dorong TGB, biar banyak alternatif yang muncul dari luar mainstream, biar demokrasi kita lebih maju lagi,'' tulis Mahfud di akunnya.

Di tengah kesibukan sebagai Gubernur NTB, TGB memang memegang amanat sebagai Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia.

Ia menggantikan Prof Dr M Quraish Shihab sejak Oktober 2017.

Tak hanya itu, TGB Zainul Majdi juga kerap mendatangi sejumlah pondok pesantren.

Terkait isu wacana dirinya akan diangkat menjadi cawapres 2019, beberapa daerah mulai bermunculan mendeklarasikan TGB Zainul Majdi.

Mulai dari wilayah Sumatera Barat, Yogjakarta, Banten dan beberapa daerah lainnya.

Terkait dengan menyebaranya isu TGB Zainul akan diusung menjadi pemimpin Indonesia, seorang netizen dnegan akun@Alfarome2, mengunggah foto dengan TGB.

Sebelumnya, muncul dukungan dan dorongan dari almamater TGB, Alumni Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.

"Alumni Azhar mendukung dan memberikan dorongan kepada beliau. Besar harapan ke beliau untuk memimpin bangsa ini," kata Alumni Al-Azhar Kairo, Muhammad Irawan Taqwa, Rabu (31/1/2018).

"Alhamdulillah hari ini saya ketemu dengan Dr. TGB. Muhammad Zainul Majdi, M.A Calon PEMIMPIN INDONESIA2019
#TGBpresiden2019 #TGBuntukindonesia #TGBpemimpinindonesia @Fahrihamzah @tgb_id @Nurmantyo_Gatot @fadlizon @fahiraidris @mohmahfudmd"

Sebelumnya Koordinator Divisi Korupsi Politik ndonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai, Mahfud memenuhi tiga syarat capres dan cawapres yang ideal menurut ICW.

Kriteria tersebut, yakni harus sosok bersih dan negarawan, memiliki visi penegakan hukum dan demokrasi yang kuat dan konsisten, berani melawan mafia hukum dan mafia bisnis.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz sebelumnya menilai, Mahfud MD cocok menjadi cawapres bagi Jokowi.

"Saya berpikir dan berani untuk mencoba untuk menawarkan nama yang ideal, Profesor Mahfud," kata Donal, dalam diskusi yang diselenggarakan ICW bertema "Pencalonan Pilpres 2019: Menantang Gagasan Antikorupsi dan Demokrasi" di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (6/3/2018).

Donal menilai, Mahfud memenuhi tiga syarat capres dan cawapres yang ideal menurut ICW.

Kriteria tersebut adalah harus sosok bersih dan negarawan, memiliki visi penegakan hukum dan demokrasi yang kuat dan konsisten, berani melawan mafia hukum dan mafia bisnis.

"Profesor Mahfud menurut saya salah satu di antara sedikit orang yang bisa memenuhi tiga kriteria itu," ujar Donal. (Tribun Medan)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved