Kasus Penggelapan Dana Program Indonesia Pintar Senilai Rp 700 Juta, Ini Masukan untuk Kemendikbud

Atas terjadinya penggelapan ini, Nizar meminta Kemendikbud melakukan evaluasi total atas penyaluran dana PIP.

TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
ILUSTRASI Kartu Program Indonesia Pintar 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR Nizar Zahro angkat bicara mengenai dugaan korupsi dana Program Indonesia Pintar (PIP) Tahun Anggaran 2016.

Kasus itu melibatkan oknum teller BRI Cabang Slamet Riyadi Solo dengan nilai korupsi mencapai Rp. 725,5 juta.

Nizar menyarankan Kemendikbud mengecek distribusi dana PIP di seluruh Indonesia karena patut diduga penggelapan tidak hanya terjadi di Solo tetapi bisa juga terjadi di daerah-daerah lainnya.

"Solo yang merupakan kota besar masih saja berbelit-belit dalam proses pencairannya yang akhirnya menimbulkan moral hazard adanya penggelapan, maka daerah-daerah lain, terutama daerah terpencil, sangat terbuka sekali terjadinya penggelapan sebagaimana yang terjadi di Solo," kata Nizar melalui pesan singkat, Jumat (16/3/2018).

Baca: JR Saragih Tetap Tenang: Terancam 6 Tahun Penjara Sampai Demokrat Siapkan Praperadilan

Maka untuk memastikan praduga ini, kata Nizar, sudah selayaknya Kemendikbud melakukan investigasi komprehensif di seluruh Indonesia dengan melibatkan aparat kepolisian dan bank penyalur dana PIP.

Nizar meminta Kemendikbud menindak tegas siapa pun juga yang terbukti menggelapkan dana PIP.

"Jika ada jajaran Kemendikbud yang terlibat maka harus dipecat dengan tidak hormat dan selanjutnya diproses hukum agar mendapatkan hukuman yang setimpal," kata Politikus Gerindra itu.

Baca: Coba Kabur dari Kejaran BNN, Pengedar Sabu Asal Taiwan Ceburkan Diri ke Kali Ancol

Atas terjadinya penggelapan ini, Nizar meminta Kemendikbud melakukan evaluasi total atas penyaluran dana PIP.

Bila diperlukan, lanjut Nizar, bisa juga mengevaluasi BRI yang ternyata tidak profesional dalam menjalankan tugasnya.

"Dan bahkan jika diperlukan bisa melakukan kerjasama dengan pihak lain selain BRI," tuturnya.

Selain itu, Nizar meminta segera menyalurkan bantuan kepada siswa-siswa yang belum mendapatkan bantuan dana PIP.

DIberitakan Tribun Solo, Kejaksaan Negeri (Kejari) Solo telah memeriksa total 47 saksi dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor) Program Indonesia Pintar (PIP) 2016 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Kasus tersebut melibatkan tersangka tunggal berinisal NH (45), teller BRI Slamet Riyadi, Solo.

Kasi Tindak Pidana Kusus (Kasi Pidsus) Kejari Solo, Suyanto, mewakili Kepala Kejari Solo, Teguh Subroto, menjelaskan, 47 saksi yang diperiksa dari berbagai unsur.

"Saksi yang kita periksa dari pihak sekolah ada 37 saksi, Bank BRI 9 saksi, lalu Kemdikbud dari Jakarta satu saksi," ujarnya ditemui Rabu (14/3/2018) siang.

Dia mengatakan, ketiga unsur tersebut diperiksa untuk memperdalam penyidikan.

Seperti pihak sekolah sebagai pihak yang curiga lantaran bantuan PIP tak kunjung cair kepada siswanya.

Adapun NH total merugikan negara sebesar Rp 725.500.000 yang digelapkannya itu.

Bantuan dana PIP 2016 di Solo awalnya sebesar Rp 2 miliar 90 juta, ditujukan untuk 41 SMK dengan jumlah penerima 2.750 siswa kelas X, XI, dan XII.

Dijelaskannya, bantuan tersebut bisa dicairkan siswa dan orang tua di bank yang telah ditunjuk Kemendikbud.

Namun, berdasar laporan sekolah-sekolah dan orang tua siswa, dana tak kunjung cair.

"Kami panggil petugas bank yang ditunjuk (NH), pertama sebagai saksi, panggilan kedua resmi ditetapkam tersangka pada 28 Februari (2018) lalu," katanya.

Baca: Siap Beri Dukungan di Pilpres 2019, Selendang Putih Ternyata Belum Pernah Bertemu Jenderal Gatot

Hasil pemeriksaan petugas Kejari, tersangka mengaku tidak mencairkan seluruh dana bantuan yang diajukan siswa.

Lanjutnya, ada sebagian dana yang diambil dan digunakan untuk keperluan pribadi.

"Jadi sebanyak 1.711 siswa sudah terima bantuan dengan nilai sebesarr Rp 1.364.500.000, sementara, sebanyak 1.039 siswa dari 32 SMK tidak menerima bantuan, jika ditotal sebesar Rp 725.500.000," jelas dia.

Kini, Kejari tengah melakukan penyidikan lebih lanjut terhadap kasus yang menimpa teller bank yang berkantor cabang di Jl Slamet Riyadi itu.

NH dijerat Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang tentang pemberantasan Tipikor Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan ancaman penjara 20 tahun.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved