Masih Syok dan Lihat Istri Menangis, Setya Novanto Hilang Nafsu Makan
Novanto ditahan pihak KPK di Rutan K4 KPK Jakarta karena kasus e-KTP sejak 20 Novamber 2017.
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Mantan Ketua DPR Setya Novanto masih syok dan sedih pascadivonis 15 tahun penjara dan beberapa hukuman lainnya dalam kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP).
Vonis berat membuatnya terus kepikiran hingga tidak nafsu makan di Rumah Tahanan K4 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta tempatnya ditahan.
Hal itu disampaikan mantan pengacara sekaligus teman satu rutan Novanto, Fredrich Yunadi, di sela menjalani persidangan perkaranya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (26/4) kemarin.
"Dia sampai tidak mau makan setelah vonis kemarin. Sedih saja," kata Fredrich.
Baca: Wali Kota Jakarta Pusat Akan Hadiri Rapat Kesiapan Hadapi May Day 2018
Novanto ditahan pihak KPK di Rutan K4 KPK Jakarta karena kasus e-KTP sejak 20 Novamber 2017.
Sementara, pengacara Fredrich Yunadi menyusul dan menempati rutan yang sama sejak 13 Januari 2018, karena kasus merintangi penyidikan kasus e-KTP Setya Novanto. Keduanya ditahan di kamar sel terpisah.
Sepengamatan Fredrich, kondisi fisik dan psikis Novanto di rutan dalam keadaan tidak baik.
Bahkan, sepulang mengikuti persidangan putusan kasusnya dan kembali ke rumah tahanan, Novanto hanya tertunduk lesu dan lebih banyak mengurung diri di dalam kamar selnya.
Baca: Video 2 Anak Curi Uang Nasabah di ATM Makassar Jadi Viral di Medsos
"Saya melihat saja, saya kan bukan dari pihak beliau. Sesama tahanan ikut prihatin saja," katanya.
"Ya beliau hanya bisa pasrah kepada Allah.
Dia sempat mengatakan, 'Memang nasib saya harus diberlakukan demikian'. Saya tergantung penasihat hukum mereka, saya tidak mau comment (soal proses hukumnya)," sambung Fredrich menceritakan percakapannya dengan Novanto.
Angggota tim pengacara Novanto, Firman Wijaya menceritakan, Novanto sudah terlihat lemas usai persidangan putusan kasusnya pada Selasa lalu.
Pun demikian saat ia menemui Novanto di Rutan K4 KPK tempatnya ditahan setelahnya.
"Iya terlihat sempat lemas. Apalagi melihat istrinya nangis juga," ujarnya.
Ia berharap Novanto mendapat dukungan moril setelah istri dan anaknya membesuk di rutan pada Kamis kemarin.
Pada Selasa (24/4) atau tiga hari lalu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis
Novanto dengan hukuman pidana selama 15 tahun penjara. Novanto dinyatakan terbukti memperkaya diri sendiri, menyalahgunakan wewenang, serta telah merugikan negara ketika menjabat sebagai anggota DPR dan juga Ketua Fraksi Golkar ketika penganggaran pengadaan proyek e-KTP Kementerian Dalam Negeri Tahun 2011-2013 senilai Rp 5,9 triliun.
Atas perbuatannya, hakim juga menjatuhkan hukuman kepada Novanto untuk membayar denda sebesar Rp 500 juta atau kurungan penjara selama tiga bulan kurungan, diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar 7,3 juta Dolar AS dikurangi uang Rp 5 miliar yang telah dikembalikan ke KPK.
Hukuman lain untuk mantan Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar yang tidak kalah beratnya adalah berupa pencabutan hak menduduki jabatan publik atau hak politik selama 5 tahun ke depan setelah menjalani hukuman pidana.
Novanto mengaku syok atas vonis tersebut.
Menurutnya, vonis itu tidak sesuai dengan proses persidangan selama ini.
Novanto dan tim pengacaranya menyatakan pikir-pikir dahulu selama tujuh hari untuk mengajukan banding atau tidak atas vonis tersebut.
Menurut Firman, denda Rp 500 juta dan kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara sebesar 7,3 juta Dolar AS yang tertuang dalam putusan terbilang sangat besar dan memberatkan Novanto.
Apalagi, Novanto merasa tidak menerima uang 7,3 juta Dolar AS terkait proyek e-KTP.
"Nah itu kan terlalu berlebihan. Dendanya terlalu besar. Pak Nov juga tidak terima kan duit sebesar itu," ujarnya.
Kini, masalah poin kewajiban uang denda dan pengganti itu masuk dalam pengkajian tim pengacara untuk pengajuan banding atau tidak atas vonis majelis hakim.(Tribun Network/ryo/coz)