Hubungan Soeharto-Habibie: Dulu Dekat, Tolak Bertemu Sejak Lengser dan Percakapan Pendek di Telepon
"Terakhir saya berbicara dengan Pak Harto lewat telpon, ya tanggal 9 Juni 1998, satu hari setelah beliau ulang tahun," kenang Habibie.
Penulis: Erik Sinaga | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNJAKARTA.COM- 20 tahun lalu, Presiden Soeharto menyerahkan kekuasan kepada wakilnya BJ Habibie.
Suksesi kekuasaan yang sangat dini tersebut ternyata berbuntut panjang pada hubungan keduanya. Soeharto yang sebelumnya sangat dekat dengan Habibie merasa telah dikhianiati.
Baca: Ini Perbandingan 4 Gaun Pernikahan Kerajaan Inggris: Termahal Punya Kate, Termurah Ratu Elizabeth
Sejak peristiwa bersejarah 21 Mei 1998 di Istana Negara, Soeharto dan BJ Habibi tidak pernah bertemu lagi. Bahkan hingga Soeharto meninggal dunia.
Berikut adalah rangkuman TribunJakarta dari pasang surut hubungan keduanya yang pernah berpasangan memimpin Indonesia
1. Soeharto Perintahkan Habibie Pulang Pada Umur 38 Tahun
BJ Habibie lama bermukim di Jerman, tempat dia menyelesaikan pendidikan tingginya. Suatu waktu saat bercerita saat Rapimpas Partai Golkar di JCC 2 tahun lalu, Habibie mengisahkan kepulangannya ke tanah air.
"Saya dipanggil pulang oleh Pak Harto untuk membangun Indonesia. Persisnya 28 Januari 1974 hari Senin, jam 8 malam di Cendana," kata Habibie.
Habibie diterima Soeharto di kediaman pribadinya. Saat itu, Soeharto meminta Habibie untuk mempersiapkan Indonesia menuju era tinggal landas. Ia sempat mempertanyakan keinginan Soeharto itu.
Baca: Deretan Tersangka dan Dipecat dari Pekerjaan Karena Sebut Bom Surabaya Rekayasa, Ada yang Pingsan
Sebab, saat itu Habibie berusia 38 tahun sehingga merasa masih muda untuk diberi tanggungjawab besar.
"Saya bilang masih ada yang lebih senior," kata Presiden ke-3 RI itu.
Habibie sempat menolak permintaan Soeharto. Ia ingin berkonsentrasi membuat pesawat terbang.
"Saya disuruh buat industri strategis. Kata Pak Harto, Rudy (panggilan Habibie) kamu boleh buat apa saja di bumi Indonesia tapi tidak buat revolusi," katanya.
Habibie memang bukan orang biasa, dia jenius. Dia lulus dari Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule Jerman dan mendapatkan doktor ingenieur (doktor teknik) dengan indeks prestasi summma cumlaude.
Baca: Kebimbangan dan Kegugupan Soeharto Jelang Lengser Diungkapkan Sang Adik Probosutedjo
Habibie muda kemudian bekerja di Messerschmitt-Bolkow-Blohn atau MBB Hamburg. Kariernya di sana berkembang pesat hingga akhirnya pada pada tahun 1973, dia dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978.
Karena kecerdasan dan prestasinya, Pemerintah Pemerintah Jerman menawari Habibie menjadi warga negara kehormatan. Asal tahu saja, Jerman jarang memberikan tawaran tersebut.
Namun, Habibie menolak tawaran tersebut. Dia memilih setia menjadi Warga Negara Indonesia. "Sekalipun menjadi warga negara Jerman, kalau suatu saat tanah air memanggil, maka Paspor Jerman akan saya robek dan saya akan kembali ke tanah air,"kata Habibie dalam buku, 'Habibie dan Ainun'.
2. Jelang Lengser, Soeharto Menolak Ditemui Habibie

Tahun 1998, keadaan Indonesia semakin genting. Mahasiswa terus menyerukan reformasi dan menuntut Soeharto turun.
Sebenarnya saat itu, Soeharto tidak berencana mundur. Dia sudah menyuapkan rencana termasuk membentuk kabinet. Namun, langkah Soeharto goyah karena beberapa orang dekatnya justru menyarankan Sang Jenderal menyerahkan mandat.
Ketidaktahuan Habibie mengenai rencana mundur Soeharto tertulis dalam Detik-Detik Menentukan yang ditulis oleh Habibie.
Baca: Jadi Keluarga Kerajaan Inggris, Meghan Tak Boleh Ucapkan Toilet dan Pardon, Ini Daftarnya
Sebelum kabar tersebut dia peroleh, Soeharto telah menyusun nama- nama menteri di Kabinet Reformasi dan menyusun beberapa agenda pertemuan dengan parlemen.
"Menurut rencana pada Kamis, 21 Mei 1998, Presiden dengan didampingi Wakil Presiden akan mengumumkan susunan kabinet, dan Jumatnya para anggota kabinet akan dilantik oleh Presiden Soeharto," ucap Habibie.
Namun, kabinet tersebut tidak pernah jadi karena besoknya, Soeharto mundur dan menyerahkan kekuasaan. Habibie bahkan mengaku tidak tahu alasan Soeharto mundur. Dia juga tidak mendapat penjelasan dari Soeharto.
Karena kaget, sebelum dilantik, Habibie mengunjungi Soeharto di kediamannya di Cendana. Namun, permintaan bertemu itu ditolak mentah-mentah.
"Saya sangat terkejut dan meminta agar dapat bicara dengan Pak Harto. Tapi, permintaan itu tidak dapat dikabulkan," ucap Habibie.
3. Setelah Dilantik Jadi Presiden, Soeharto Tetap Menolak Bertemu
Hingga Habibie dilantik sebagai presiden, Soeharto tetap tidak mau bertemu.
Dalam buku Pak Harto The Untold Stories, mantan Kepala Protokol Istana zaman Soeharto, Maftuh Basyuni, membeberkan kisah tersebut. Maftuh kala itu menjadi penyampai pesan dari Habibie di Istana ke Soeharto di Cendana, Jakarta Pusat.
"Sejak Pak Harto berhenti, beberapa kali saya datang ke Cendana untuk menyampaikan permintaan BJ Habibie yang ingin bertemu dengan Pak Harto," ucap mantan Menteri Agama di era Presiden SBY itu.
Baca: Ini Video dan Foto-foto Kengerian Kecelakaan Maut di Brebes yang Renggut 11 Nyawa
Saat ulang tahun Soeharto ke-77, tepatnya 8 Juni 1998, Habibie yang datang dengan membawa bunga dan kartu ucapan selamat, lagi-lagi ditolak Soeharto.
Sang Jenderal Besar kala itu menitipkan sebuah pesan kepadanya.
"Basyuni (sapaan Maftuh dari Soeharto), sampaikan ke Pak Habibie, dalam situasi seperti ini tidak elok Pak Habibie bertemu dengan Pak Harto, nanti ketularan dihujat orang banyak. Biarlah Pak Harto sendiri yang menghadapi hujatan-hujatan itu, yang lain siap bekerja sebaik-baiknya untuk bangsa dan negara," pesan Soeharto kepada Maftuh saat itu.
4. Soeharto Hanya Mau Bertemu Secara Batin
Soeharto memang secara khusus pernah menyampaikan larangan bertemu itu. Dikutip dari Antara, mengungkapkan pertemuan terakhir keduanya berlangsung pada 21 Mei 1998, peristiwa saat Soeharto lengser.

"Kamu tidak boleh bertemu saya. Laksanakan tugasmu sebaik mungkin. Saya yakin kamu bisa," kata Habibie menirukan perkataan Soeharto.
Menurut Habibie, Soeharto mengatakan hal itu karena senior yang sangat dihormatinya tersebut menginginkannya melaksanakan tugas sebagai presiden tanpa harus bergantung kepada Soeharto.
"Tetapi saya menuntut untuk bertemu karena ingin minta masukan tentang berbagai masalah pelik yang harus saya hadapi saat bersamaan. Tetapi beliau mengatakan 'Tidak. Kita bertemu secara batin saja," kata bekas Menristek itu.
5. Hanya Berbicara lewat telepon
Selain tidak bisa bertemu, Habibie juga kesusahan berbicara melalui telepon dengan penguasa 32 tahun Orde Baru itu.
"Terakhir saya berbicara dengan Pak Harto lewat telpon, ya tanggal 9 Juni 1998, satu hari setelah beliau ulang tahun," kenang Habibie.
Kisah hubungan Habibie dan Soeharto memang dibumbui kesedihan. Betapa tidak, saat Soeharto meninggal dunia pada 27 Januari 2008, Habibie tidak sempat melayat karena baru saja tiba di Amerika.
Baca: Cecoki Minuman Keras, 3 Duda Ini Tega Perkosa Remaja 14 Tahun Selama 3 Hari
Sebelum peristiwa itu, Habibie dan Ainun, sempat menengok Soeharto yang dirawat di RS Pusat Pertamina pada 15 Januari 2008. Dia langsung terbang ke Jakarta dari Jerman karena mendengar berita Soeharto kritis.
Sayang, saat tiba di RS Pusat Pertamina, Habibie tetap tidak bisa bertemu Soeharto.
"Dokter menjelaskan kenapa Pak Harto tidak bisa didekati. Akhirnya kami berdoa untuk beliau, yang jaraknya sekitar tiga meter. Hanya tiga meter, tetapi (sayang) tidak bisa ketemu," katanya. (Berbagai sumber)