Jawab Tuntutan 12 Tahun Penjara Jaksa KPK, Fredrich Yunadi Bacakan Pembelaan 1.250 Halaman
“Sudah jadi pleidoinya, sekitar 1.250 halaman,” kata Mujahidin saat dikonfirmasi wartawan pagi ini.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNJAKARTA.COM, KEMAYORAN - Terdakwa kasus perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik Fredrich Yunadi bakal membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis (31/5/2018)
Mujahidin penasihat hukum terdakwa kasus dugaan tindakan merintangi penyidikan kasus korupsi KTP elektronik itu, sudah menyiapkan 1.250 halaman pleidoi untuk dibacakan di persidangan.
“Sudah jadi pleidoinya, sekitar 1.250 halaman,” kata Mujahidin saat dikonfirmasi wartawan pagi ini.
Baca: Korban Penganiayaan Diduga Anggota DPR Mengaku Dipukul, Ditendang hingga Patah Tulang
Pembacaan pleidoi tersebut seharusnya dilakukan Fredrich pada persidangan 8 Juni 2018 lalu. Saat itu, Fredrich mengungkapkan bahwa penasihat hukumnya tidak hadir dalam persidangan karena sudah mengajukan surat permintaan pengunduran agenda pembacaan pleidoi ke pihak majelis hakim dan pengadilan.
Permintaan itu diajukan lantaran pihaknya baru menyelesaikan 602 halaman dari total sekitar 1.200 halaman yang ditargetkan.
“Penasihat hukum secara resmi sudah menyampaikan surat permintaan pengunduran agenda karena kami baru selesaikan 602 halaman dari sekitar 1.200 halaman pleidoi yang ditargetkan, ini sudah saya bawa,” kata Fredrich saat itu.
Baca: Belum Ditemukan, Kabasarnas Menduga Banyak Korban KM Sinar Bangun yang Terjebak di Badan Kapal
Namun, tawaran Fredrich untuk menunjukkan sebagian pleidoinya, ditolak oleh majelis hakim saat itu.
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan tuntutan 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan penjara kepada Fredrich.
Jaksa menilai terdakwa diduga mengondisikan terpidana kasus korupsi KTP-elektronik Setya Novanto, agar tidak bisa diperiksa KPK dengan diagnosis penyakit hipertensi, usai mengalami kecelakaan di kawasan Permata Hijau, Jakarta Barat.
Ia juga diduga meminta dokter Bimanesh Sutardjo untuk mengatur skenario perawatan Setya Novanto di Rumah Sakit Medika Permata Hijau.
Fredrich diduga melanggar pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.