Pilpres 2019
Salim Segaf Direkomendasikan Jadi Cawapres, Fahri Hamzah: Partai Jadi Kendaraan Pribadi
Fahri Hamzah mengkritisi masuknya nama Salim Segaf menjadi cawapres rekomendasi GNPF.
Penulis: Kurniawati Hasjanah | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyampaikan kritik terkait nama Salim Segaf Al-Jufri yang direkomendasikan ijtima ulama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF).
Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf diketahui masuk bursa cawapres dalam rekomendasi GNPF untuk mendampingi Prabowo Subianto sebagai calon presiden.
Tidak hanya nama Salim Segaf, terdapat juga nama Ustaz Abdul Somad yang masuk dalam bursa rekomendasi GNPF untuk cawapres.
Alasan dibalik muncul nama Salim Segaf dan Ustaz Abdul Somad karena GNPF menilai selama ini aspirasi umat Islam tak pernah diakomodir.
"Keterwakilan umat Islam tidak pernah diakomodir, oleh karena itu dalam Ijtima mengusulkan keduanya karena dinilai memiliki ketokohan sebagai ulama," katanya.
Kini munculnya nama Salim Segaf membuat Fahri Hamzah angkat bicara.
Dilansir dari kanal YouTube CNN Indonesia pada Jumat (3/8/2018), Fahri Hamzah mengungkapkan, startegi partai PKS banyak salahnya.
"Makanya sekarang nama dia tiba-tiba muncul, partai banyak yang salah nih. Partai jadi kendaraan pribadi orang tertentu, ini kan enggak bener," ungkap Fahri Hamzah.
Menurut Fahri Hamzah, sembilan nama bakal cawapres hasil dari penjaringan di internal partai saja belum dibahas, kemudian muncul nama Salim Segaf dari rekomendasi GNPF.
Sembilan bakal calon presiden dan wakil presiden dari PKS itu antara lain, Gubernur Jawa Barat dari PKS, Ahmad Heryawan; Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid; Mantan Presiden PKS, Anis Matta; Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno.
Kemudian Presiden PKS, Mohamad Sohibul Iman; Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Al'Jufrie; Mantan Presiden PKS Tifatul Sembiring; Ketua DPP PKS, Al Muzammil Yusuf dan Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera.
"Tiba-tiba sembilan nama diumumkan ya kan? Bergerak lah kader. Yang saya lihat di lapangan cuma kader Pak Anis," bebernya.
Selanjutnya, Fahri Hamzah memaparkan, dukungan kader itu dipanggil semua dan tidak boleh bergerak.
"Ini harus kampanye partai, bukan kampanye orang," ungkap Fahri Hamzah.
Namun, Fahri Hamzah menerangkan, tetiba ada kesepakatan sendiri yang memunculkan nama Salim Segaf.
"Tiba-tiba ada deal sendiri, lalu kemudian 9 nama yang belum dimusyawarahkan, muncul satu nama. Loh kapan muncul satu nama yang nomor 7 itu?" imbuhnya.
"Akhirnya disuruh nyaleg tapi enggak ada yang ngomong. Keputusan dibuat sendiri aja," sambungnya.
Tak hanya itu, Fahri Hamzah juga menyoroti soal sikap abstain PKS di Pilpres 2019.
"Ini aturannya dia yang buat atau suka-suka dia? enggak bisa gitu dong," katanya.
Fahri Hamzah mengatakan, hal tersebut tak sepatutnya terjadi.
"Gagal komunikasi dengan Prabowo, Prabowo ajak Pak SBY, kok yang kepanasan PKS," tukasnya.
Sebelumnya diketahui, Direktur Pencapresan PKS, Suhud Alynudin, mengklarifikasi pernyataannya yang menyebut PKS membuka opsi abstain jika posisi cawapres Prabowo Subianto bukan yang diharapkan.
Sebelumnya ia mengatakan sikap PKS ditentukan dengan cawapres yang mendampingi Prabowo. PKS mengajukan opsi pasangan Prabowo Subianto-Salim Segaf Al-Jufri dan Prabowo Subianto-Abdul Somad.
Menurut Suhud pernyataan tersebut merupakan pernyataan pribadi dan bukan keputusan resmi partai.
• Adu Mulut dengan Politisi PDIP hingga Disebut Sok Tahu dan Lebay, Ini Jawaban Rocky Gerung
"Soal berita PKS Abstain yang lagi heboh sekarang saya ingin nyatakan itu pernyataan pribadi saya dan bukan merupakan keputusan resmi Partai," ujar Suhud kepada wartawan pada Kamis (2/8/2018).
Menurut Suhud ada dua tahap mekanisme dalam pengambilan keputusan strategis di PKS, termasuk untuk menentukan arah politik partai di Pilpres 2019.
Pertama, pembahasan di rapat Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP) sebagai badan pekerja harian Mejelis Syuro.
"Dan yang Kedua, hasil keputusan DPTP dibawa ke sidang Majelis Syuro untuk dibahas lebih lanjut dan diambil keputusan resmi PKS," pungkasnya.
Sebelumnya penjajakan Koalisi di poros Prabowo Subianto masih sangat alot. Belum ada kespekatan mengenai Calon Wakil Presiden yang akan diusung oleh empat partai yang kini menjalin komunikasi intensif yakni Gerindra, PKS, PAN, danDemokrat.
"Bukan mentok sih ya tapi belum ada kesamaan sikap dan pandangan, belum ada kesepahaman. Itu kan perlu waktu untuk bisa menentukan. Belum mentok, tapi masih proses pembahasan," ujar Direktur pencapresan PKS Suhud Alynudin saat dihubungi, Rabu, (1/8/2018).
Ia mengatakan partainya masih terus mengusahakan agar sembilan kadernya dan rekomendasi ijtima ulama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama ( GNPF-Ulama) diterima dalam koalisi.
• Disebut Kerap Dapat Intimidasi dan Ancaman Setelah Menguak Kasus, Najwa Shihab: Saya Malu
Adapun Ijtima Ulama merekomendasikan dua opsi Capres-Cawapres yakni pasangan Prabowo-Salim Segaf Al Jufri atau Prabowo-Ustaz Abdul Somad.
Menurutnya kepastian arah politik PKS di Pilpres bergantung pada siapa Cawapres yang dipih nantinya.
"Iya jadi posisi kami menunggu apa keputusan Pak Prabowo. Mungkin koalisi bisa tetap berjalan. Jika tidak ya mungkin ada pembicaraan," katanya.
Oleh karena itu menurut Suhud, PKS masih membuka opsi untuk Abstain di 2019. Sama seperti Partai Demokrat 2014 lalu, ada kemungkinan PKS tidak mendukung poros Jokowi dan Poros Prabowo.
"(abstain)Itu salah satu opsi yang mungkin diambil kalau memang situasinya tidak memungkinan. Tapi itu tergantung pembahasan pimpinan DPP dan Majelis Syuro. Kira-kira sikap resmi PKS itu seperti apa ketika ada nama lain yang diusulkan," beber dia.
Simak Videonya: