Bukan Hanya Dituntut 8 Tahun Penjara, Jaksa KPK Juga Minta Hak Politik Bupati Abdul Latif Dicabut
"Menjatuhkan pidana tambahan selama 5 tahun pencabutan hak politik dan membayar biaya perkara Rp 10 ribu," kata jaksa KPK.
TRIBUNJAKARTA.COM - Dalam persidangan, tim jaksa KPK menuntut Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif dengan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan.
Jaksa juga meminta majelis hakim untuk mencabut hak politik terdakwa Bupati Abdul Latif majelis hakim selama lima tahun sejak terdakwa selesai menjalani masa hukuman pidana.
Jaksa menilai terdakwa Bupati Abdul Latif telah terbukti menerima suap dari proyek pembangunan RSUD Haji Damanhuri Barabai, HST, Kalimantan Selatan.
Menurut jaksa, Abdul Latif terbukti menerima suap Rp 3,6 miliar.
Suap tersebut diberikan oleh Direktur PT Menara Agung Pusaka Donny Witono yang merupakan kontraktor di Kabupaten HST, Kalsel.
"Menjatuhkan pidana tambahan selama 5 tahun pencabutan hak politik dan membayar biaya perkara Rp 10 ribu," kata jaksa KPK.
• Setelah Dituntut 8 Tahun Penjara oleh KPK, Bupati Abdul Latif Cium Kedua Istri
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai hal yang memberatkan terdakwa Abdul Latif, yakni tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi, keterangan yang disampaikan berbelit-belit dan tidak memberikan contoh yang baik bagi masyarakat di Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan hingga telah menciderai amanat rakyat selaku kepala daerah.
Jaksa KPK menjelaskan, uang sebesar Rp 3,6 miliar diberikan oleh pengusaha Donny Witono karena Abdul Latif telah membantu memenangkan perusahaannya, PT Menara Agung Pusaka, dalam lelang hingga akhirnya mendapatkan penggarapan proyek pekerjaan pembangunan ruang perawatan kelas I, II, VIP dan super VIP RSUD H Damanhuri Barabai Tahun Anggaran 2017 senilai Rp54.451.927.000.
Pada Maret hingga April 2016, Bupati Abdul Latif memanggil Fauzan Rifani selaku Ketua Kadin Kabupaten HST.
Dalam pertemuan itu, terdakwa memberikan arahan agar Fauzan meminta fee kepada para kontraktor yang mendapatkan proyek di Pemkab HST.
• Gempa di Lombok, Apa Benar Hewan Bisa Memprediksi Bencana?
Sang bupati mematok jatah fee sebesar 10 persen untuk proyek pekerjaan pembangunan jalan, 7,5 persen untuk pekerjaan bangunan dan 5 persen untuk pekerjaan lainnya.
Jumah tersebut dihitung dari setiap nilai kontrak yang sudah dipotong pajak.
Dalam melancarakan aksinya, Abdul Latif selaku bupati meminta agar Donny menyediakan fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak jika ingin perusahaannya dimenangkan.
Namun, Donny meminta agar fee diturunkan menjadi 7,5 persen atau sebesar Rp 3,6 miliar.
Abdul Latif menyetujuinya hingga akhirnya PT Menara Agung Pusaka dinyatakan sebagai pemenang lelang.
Sebagai kelanjutan atas kesepakatan, terdakwa memberikan dua lembar bilyet giro kepada Fauzan Rifani pada April 2017.
Adapun, pencairan dilakukan dalam dua tahap. Pertama, Rp 1,8 miliar setelah pencairan uang muka proyek dan Rp 1,8 miliar setelah pekerjaan selesai.
Kasus tersebut terungkap setelah tim KPK melakukan OT terhadap Bupati HST Abdul Latif dan tiga pelaku lainnya pada Kabupaten HST dan Bandara Juanda Surabaya pada 4 Januari 2018.
Saat itu, tim menemukan barang bukti uang Rp65.650.000 di brangkas Bupati Abdul Latif dan sejumlah buku tabungan berbagai bank, termasuk salah satu buku tabungan Ketua KADIN Barabai, Fauzan Rifani.
Diduga barang bukti uang tunai dan di rekening-rekening yang ditemukan dari brankas Abdul Latif merupakan pencairan dari jatah fee 3,6 miliar dari pengusaha Donny Witono.
Jaksa menyatakan, perbuatan terdakwa Bupati Abdul Latif tersebut telah melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Persidangan kasus korupsi yang diketuai majelis hakim Ni Made Sudani ini akan dilanjutkan pada Senin, 20 Agustus 2018, dengan agenda penyampaian nota pembelaan atau pleidoi dari terdakwa Abdul Latif dan tim penasihat hukumnya.
Sebelumnya di persidangan terpisah, dua orang dekat Bupati Abdul Latif, Ketua Kadin Barabai, HST, Fauzan Rifani dan Direktur PT Sugriwa Agung Abdul Basit dituntut enam tahun penjara oleh jaksa KPK.
Fauzan juga dituntut membayar denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan.
Sementara, Abdul Basit dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan.
Keduanya dinilai terbukti menjadi perantara suap dari Direktur Utama PT Menara Agung Donny Witono untuk Bupati HTS Abdul Latif.
Adapun pengusaha Donny Witono sudah lebih dulu divonis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.
Majelis hakim memvonisnya dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan.
Majelis hakim menyatakan Donny terbukti menyuap Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif sebesar Rp 3,6 miliar. (tribun network/fel/coz)