Bahas Politik Uang, Mahfud MD Ungkit Masa Lalunya saat Nyaleg Hingga Kedekatannya dengan Gus Dur
Mahfud MD bicara soal politik uang. Ia bercerita soal pengalamannya saat maju menjadi caleg tahun 2004.
Penulis: Mohamad Afkar Sarvika | Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNJAKARTA.COM - Mantan Ketua MK, Mahfud Md berbicara soal politik uang.
Berawal dari sebuah cuitan di twitter,Mahfud MD lansung memaparkan tentang dirinya yang dulu sempat nyaleg pada tahun 2004.
Mahfud MD membalas cuitan akun @EdoDodo4, Senin (24/9/2018).
Akun tersebut menyampaikan pendapat terkait Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres).
Menurut akun itu, politik uang terjadi di pileg dan Pilpres.
• Bambang Pamungkas Nilai Harus Ada Hukuman Tegas Agar Tindakan Kekerasan Suporter Tak Terulang
• Daftar Gaji Pemimpin di Berbagai Negara, Ada yang Sampai 30 Miliar, Bagaimana dengan Jokowi?
• Link Live Streaming PSSI Anniversary Cup 2018 Pukul 18.30 WIB, Timnas U-19 Indonesia Vs China
Ia juga mengatakan bahwa rakyat menyukainya.
"Politik uang, politik sembako, politik bangun jalan ddll terjadi di pilcaleg juga pilpres.
Rakyat suka itu dan kalo tdk diberi mereka tak mau pilih. Padahal walo dikasih pas di bilik suara mereka bingung mana ya yg kasih duit.
Pernah nyaleg nih prof," begitu cuit akun @EdoDodo4.
• Sederet Pahlawan Revolusi yang Dimasukkan ke Lubang Buaya, Ada Sosok Jenderal Bisa 3 Bahasa Asing!
• (Video) Pengalaman Pengguna Kursi Roda Naik Lowdeck Dari Wisma Atlet Kemayoran Menuju GBK
• Kesaksian Putri DI Panjaitan Saat G30S/PKI: Rumah Dikepung, Ayah Ditarik Kasar dan Ditembak di Dahi
Menanggapi hal itu, Mahfud MD membalas cuitan itu dengan menceritakan pengalamannya saat pernah maju bersaing dalam Pileg.
Mahfud MD mengungkapkan bahwa dirinya tidak mengeluarkan uang sepeserpun saat nyaleg pada tahun 2004 lalu.
Ketika itu Mahfud MD pun terpilih.
Mahfud MD mengatakan, biaya kampanye saat itu dibiayai oleh caleg di daerah yang ingin ikut berkampanye.
"Mas Edo, Sy pernah nyaleg (2004) dan terpilih. Tak sepeserpun sy mengaluarkan uang.
Kampanye ke daerah2 dibiayai oleh caleg2 daerah yg ingin ikut berkampanye, kaos dan umbul2 dihadiahi orng.
Bahkan transport dan penginapan jg ditanggung.
Mungkin, krn saat itu sy temannya Gus Dur," tulis Mahfud MD di akun Twitternya.

Tak berhenti di situ, tanggapan Mahfud MD itu pun dibalas akun Twitter @nandisyukri.
Akun tersebut seolah ingin menegaskan bahwa Mahfud MD tak mengeluarkan uang saat menjadi caleg.
• CPNS 2018 Besok Dibuka: Begini Cara Selfie, Alur Pendaftaran dan Waktu yang Pas Akses sscn.bkn.go.id
"Berarti caleg2 daerah itu keluar uang, pak Prof tdk keluar uang, tapi uang tetap dikeluarkan. Prof Mahfud jadi anggota legislatif sebagian karena di"traktir" oleh tandemnya," begitu cuit akun @nandisyukri.
Mahfud MD kembali memberikan penjelasan dengan membalas cuitan tersebut.
Menurut Mahfud MD, caleg yang menjadi tandem hanya sekedar mengeluarkan biaya politik atau political cost.
Namun, kata Mahfud, bukan berarti political cost itu politik uang atau money politik.
Dijelaskannya bahwa, money politik berarti memberikan suap kepada para pemilih.

"Ho’oh. Tp caleg2 tandem itu kan mengeluarkan political cost (biaya politik) sj, bkn money politic ( politik uang).
Kalau money politic biasanya berupa uang suap kpd para pemilih dan petugas2 pemilu.
Kalau biaya politik kan biasa utk membuat panggung, pengeras suara, umbul2, dsb," cuit Mahfud MD membalas cuitan akun @nandisyukri.
Tanggapi fenomena PNS jadi pengurus parpol
Mahfud MD mengomentari fenomena Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi pengurus partai politik.
Mahfud MD mengaku salut dengan tindakan Dahnil Simanjutak yang memutuskan mundur sebagai PNS.
Hal tersebut karena Dahnil menjadi juru bicara salah satu capres-cawapres Prabowo-Sandiaga di Pilpres 2019.
Mahfud MD menyebut masih banyak PNS yang menjadi pengurus parpol, namun enggan mengundurkan diri.
Padahal dalam undang-undang PNS dilarang keras untuk menjadi pengurus partai ataupun terlibat dalam kegiatan politik praktis.
Hal tersebut disampaikan Mahfud MD melalui media sosial Twitter, pada Jumat (21/9/2018).
"Saya pendukung #2019PilpresCeria : silahkan pilih siapapun.
Tp sy salut kpd Dahnil yg mundur dari ASN krn jd jubir 1 paslon.
Bnyk loh org yg jd pengurus parpol tp tetap bertahan sbg PNS.
Bahkan ada yg saat jd anggota DPR msh PNS shg stlh dari DPR jd PNS lg pd-hal dilarang oleh UU." tulis Mahfud MD.
Cuitan Mahfud MD tersebut rupanya mengundang pengguna Twitter untuk berkomentar.
Seorang pengguna Twitter dangan akun @Achamd_taher bertanya kepada Mahfud MD, soal PNS yang menjadi pengurus parpol namun enggan mundur.
Netizen tersebut lantas mempertanyakan apakah gaji yang diterima PNS itu bersifat haram.
"Ke-PNSannya dr hasil bertentangan dg UU artinya selama menerima gaji PNSnya uangnya dr hasil haram?" tulis akun @Achamd_taher.
Pantauan TribunJakarta.com, Mahfud MD menjelaskan PNS tersebut menerima gaji haram.
Pasalnya menurut Mahfud MD PNS yang menjadi pengurus parpol jelas-jelas melanggar UU yang telah ditetapkan.
Mahfud MD lantas mencontohkan dengan sikapnya yang terdahulu.
Saat Mahfud MD masuk ke dalam parpol dan menjadi anggota DPR dirinya memutustkan untuk mundur sebagai PNS.
"Mnrt saya PNS yg merangkap menjadi pengurus parpol gajinya haram krn jelas2 dilarang oleh UU.
Itu sebabnya ketika masuk parpol dan jd anggota DPR dulu sy mundur dari PNS," tulis Mahfud MD.