Gempa di Donggala
Kisah Korban Gempa Bumi dan Tsunami Palu: Gendong Anak ke Bukit Hingga Tidak Makan Empat Hari
Pada saat gempa mengguncang Palu, Maya hanya memikirkan anaknya. Maya dengan cepat mengangkat anaknya dari tempat tidurnya
Fatmawati yang berasal dari Desa Gareccing, Kecamatan Sinjai Selatan sempat terlempar sebanyak empat kali di atas tanah saat gempa mengguncang Talise, Kecamatan Palu Barat.
Berselang beberapa menit bumi kota Palu tenang. Fatmawati bersama warga lainnya, sempat berdiri lagi menunaikan salat Maghrib di Masjid Untad Palu.
Dan di tengah salatnya Fatmawati bersama sejumlah jemaah lainnya di masjid itu kembali diguncang gempa.
"Hingga suara saya parau dan habis mengucapkan takbir, Allahu Akbar dan meminta pertolongan," kata Fatmawati.
Usai salat Maghrib, listrik sudah padam, di tengah gelap gulita, suara jeritan bercampur tangisan terdengar menyeruak di atas Bumi Palu, Fatmawati tidak henti hentinya mengucapkan istighfar.
Dua hari pascagempa, ia mengunjungi Bandara Mutiara Sis Al Jufri Palu dengan maksud agar bisa terbang ke Makassar melalui pesawat Hercules.
Namun yang didahulukan adalah hanya korban luka, anak anak dan perempuan menyusui dan hamil. Fatmawati bertahan di tempat itu bersama sejumlah korban lainnya tanpa makan dan minum.
"Karena bantuan makanan diteruskan ke Posko tidak diberikan kepada korban gempa yang ada di bandara. Saya sempat menadah air hujan malam itu di bandara karena kebetulan hujan lalu saya minum karena tidak ada air minum," kata Fatmawati.
Ia mengungkap bahwa baru mendapatkan makanan saat dievakuasi di Lanud Hasanuddin dan asrama Haji Makassar. Ia bertahan tanpa makan selama empat hari empat malam.
• Masjid Daarul Mataqin Jadi Saksi Bisu Dahsyatnya Gempa dan Likuifaksi di Balaroa
• Sempat Ditutup Pascagempa, Aktivitas di Bandara Mutiara SIS Al Jufri Palu Kini Kembali Normal
• Gara-gara Trauma dan Minim Fasilitas, 8 Ribu Orang Tinggalkan Palu Pasca Gempa dan Tsunami
Patah Tulang
Wasekjen PB Ikatan Dokter Indonesia, Rosizt Rivai menjelaskan sebanyak 80 persen korban Gempa dan Tsunami yang terjadi di Palu Donggala mengalami patah tulang.
Sementara 20 persen lainnya, mengalami luka sobek, tertusuk paku dan sebagainya.
"80 persen korban mengalami luka orthopedi. Selain itu, ada juga beberapa luka lainnya. Sebagian besar kami rawat dari yang terdampak gempa,"ujar Rosizt.
Dijelaskan olehnya, perawatan luka harus memenuhi standar kualifikasi yang sudah ditentukan. Agar tidak terjadi hal yang lebih buruk.
Pentingnya kesadaran masyarakat dan pendampingan dari tim dokter atau perawat juga diperlukan.
Kekhawatirannya, para korban tidak cukup mengetahui hal apa saja yang perlu atau tidak perlu dilakukan saat mereka sudah pulang ke rumah.
"Nah, itu juga perlu didampingi. Kita juga harus mengedukasi, sehingga ketika sudah di rumah, mereka bisa merawat lukanya sendiri," kata dia. (Tribun Network/ryo/sul/wly)