Kasus Korupsi

Korupsi di Kabupaten Bekasi: 4 Sandi Khusus Hingga Keterlibatan Neneng Hasanah dan Bos Lippo Group

Febri Diansyah, mengatakan, beberapa pejabat di tingkat dinas Pemkab Bekasi berkomunikasi dalam membahas proyek dengan mengunakan sandi-sandi tersebut

Penulis: MuhammadZulfikar | Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/Aqodir
Gedung KPK 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi penggunaan empat sandi dalam kasus suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

"Teridentifikasi penggunaan sejumlah sandi dalam kasus ini untuk menyamarkan nama-nama para pejabat di Pemkab Bekasi antara lain "melvin", "tina taon", "windu", dan "penyanyi", kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Senin (15/10/2018).

Dalam kasus itu, KPK total telah menetapkan sembilan tersangka, yaitu diduga sebagai pemberi antara lain Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro (BS); dua konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ).

Sedangkan diduga sebagai penerima, yaitu Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin (NNY), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi,Jamaludin (J); Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahor (SMN); Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati (DT); dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi (NR).

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan, beberapa pejabat di tingkat dinas Pemkab Bekasi berkomunikasi dalam membahas proyek dengan mengunakan sandi-sandi tersebut.

"Beberapa pejabat di tingkat dinas dan juga pihak-pihak terkait yang berkomunikasi dalam membahas proyek ini tidak memakai nama masing-masing, mereka menyapa dan berkomunikasi satu sama dengan yang lain dengan kode masing-masing. Jadi, setiap pihak yang terkait di sini punya nama sandi atau kode masing-masing," kata Febri.

Pihaknya menduga penggunaan sandi-sandi sengaja dilakukan agar saat komunikasi itu terpantau tidak bisa diketahui langsung siapa yang sedang berkomunikasi atau berbicara.

"KPK tentu saja punya pengalaman ketika menangani banyak sekali kasus korupsi yg menggunakan sandi-sandi seperti itu," kata Febri.

Diduga Bupati Bekasi dan pejabat Kabupaten Bekasi menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta.

Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.

"Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen fee fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu: Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT," kata Syarif.

KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018.

Ia menyatakan keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan.

"Sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga lahan makam," kata Syarif.

Bupati Bekasi Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group, Billy Syndoro sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji terkait pembangunan megaproyek Meikarta.

Selain itu, KPK juga menetapkan 7 orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di wilayah Kabupaten Bekasi itu.

“KPK meningkatkan status penanganan perkara penyidikan dengan 9 orang sebagai tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (15/10/2018).

Menurut Laode, KPK menetapkan empat orang yang diduga sebagai pemberi.

Mereka adalah Billy Sindoro (Direktur Operasional Lippo Group), Taryudi (Konsultan Lippo Group), Fitra Djaja Purnama (Konsultan Lippo Group), dan Henry Jasmen (Pegawai Lippo Group).

Selain itu, KPK juga menetapkan lima orang yang diduga sebagai penerima.

Mereka adalah Neneng Hasanah Yasin (Bupati Bekasi periode 2017-2022), Jamaludin (Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi), Sahat MBJ Nahor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi), Dewi Tisnawati (Kepala DInas DPMPTSP Kabupaten Bekasi), dan Neneng Rahmi (Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi).

Laode menjelaskan, pihak yang diduga pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU nomor 31 tahun 199 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara, Bupati Bekasi Neneng dan pihak yang diduga sebagai penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 atau pasal 12 B UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

“Terkait dengan tersangka dalam penyidikan ini belum diamankan KPK, kami ingatkan agar bersikap kooperatif,” kata Laode.

Keterlibatan Bos Lippo Group
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kabupaten Bekasi, Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro sebagai tersangka kasus perizinan proyek Meikarta, hari Senin (15/10/2018).

Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif mengungkapkan kasus ini KPK menetapkan 9 orang tersangka.

Pihak-pihak yang diduga sebagai pemberi suap yakni Billy Sindoro Direktur Operasional Lippo Group, Taryudi Konsultan Lippo Group, Fitra Djaja Purnama Konsultan Lippo Group, dan Henry Jasmen pegawai Lippo Group.

"Sementara pihak yang diduga sebagai penerima suap adalah Neneng Hasanah Yasin Bupati Kabupaten Bekasi, Jamaludin Kepala Dinas PUPR, Sahat MJB Nahar Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kab. Bekasi, Dewi Tisnawati Kepala Dinas DPMPTSP Kab Bekasi, Neneng Rahmi Kepala Bidang Tata Ruang PUPR Kabupaten Bekasi," sebut Laode.

Kronologinya, pada Minggu tanggal 14 Oktober 2018, sekitar pukul 10.58 WIB, tim KPK mengidentifikasi adanya penyerahan uang dari Taryudi kepada Neneng Rahmi.

Transaksi dilakukan di pinggir jalan raya. Kemudian setelah dilakukan penyerahan uang, keduanya berpisah menggunakan mobil masing-masing.

Kemudian KPK melakukan pengejaran terhadap Taryudi, sekitar pukul 11.05 di jalan di perumahan Cluster Bahama, Cikarang, KPK mencokok konsultan Lippo Group tersebut. Dalam penangkapan itu diamankan uang sejumlah S$ 90 ribu dan Rp 23 juta.

Di tempat terpisah sekitar pukul 11.00 WIB, tim KPK yang lain juga mengamankan konsultan Lippo Group Fitra Djaja Purnama di kediaman di Surabaya.

Resep Manjur Anies Baswedan Jaga Stamina, Tak Lelah Pimpin Jakarta

Anies Baswedan: Saya Beruntung Punya Fery Farhati Ganis

PT LIB Umumkan Jadwal Terbaru Pertandingan Persija Jakarta Vs Persela Lamongan

Lalu pukul 13.00 WIB tim KPK mengamankan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Jamaludin. Dan pukul 15.49 WIB tim KPK mengamankan Henry Jasmen di kediamannya di Bekasi.

Sekitar pukul 23.15 WIB tersangka penerima suap, Bupati Kabupaten Bekasi, Neneng Hasanah Yasin sampai di Gedung KPK.

Disusul kemudian 23.40 WIB, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro sampai di Gedung KPK.

Dengan penangkapan tersebut, tinggal satu tersangka lagi yang belum tertangkap yakni Neneng Rahmi Kepala Bidang Tata Ruang PUPR Kabupaten Bekasi.

"Untuk tersangka yang belum tertangkap kami ingatkan untuk bersikap kooperatif dan pihak yang terkait tidak melakukan perusakan barang bukti, mempengaruhi saksi atau melakukan upaya yang menghambat psnwgakan hukum," tegas Laode. (Tribunnews.com/WartaKota/Kontan)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved