Lion Air JT610 Jatuh

Mengenal Data Antemortem dan Postmortem dalam Identifikasi Korban Bencana

Untuk mengidentifikasi korban yang telah ditemukan, personel Disaster Victim Investigation (DVI) langsung mengumpulkan data antemortem dari kelurga.

TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci
Kantong jenazah korban kecelakaan Lion Air JT-610 kembali diturunkan dari mobil jenazah, Senin (29/10/2018). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci

TRIBUNJAKARTA.COM, KRAMAT JATI - Sempat hilang kontak pada Senin (29/10/2018) pagi, pesawat Lion Air nomor penerbangan JT610 tujuan Pangkalpinang ditemukan jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat.

Sejumlah korban juga sudah mulai ditemukan dan dievakuasi dari lokasi jatuhnya pesawat Boeing 737 Max 8 tersebut.

Untuk mengidentifikasi korban yang telah ditemukan, personel Disaster Victim Investigation (DVI) langsung mengumpulkan data antemortem dari pihak keluarga.

"Proses antemortem itu adalah salah satu kegiatan dalam satu operasi DVI di mana untuk mengidentifikasi korban bencana diperlukan data dari korban bencana," ucap Kepala Instalasi Kedokteran Forensi RS Polri Kramat Jati Kombes Edy Purnomo.

Data antemortem meliputi data-data fisik khas korban sebelum meninggal.

Mulai dari pakaian atau aksesoris yang terakhir kali dikenakan, barang bawaan, tanda lahir, tato, bekas luka, cacat tubuh, foto diri, berat dan tinggi badan, serta sampel DNA.

Berdasarkan protokol DVI Interpol, ada dua jenis data yang dapat digunakan untuk proses identifikasi, yaitu data primer dan sekunder.

"Data primer ini syarat mutlak, harus ada dalam proses identifikasi, kalau sekunder hanya bersifat pelengkap," sambung dia di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (31/10/2018).

Ia menjelaskan, data primer terdiri dari tiga bagian, yaitu sidik jari, data pemeriksaan gigi, dan Deoxyribonucleic Acid (DNA).

Sementara itu, data sekunder merupakan data medis korban dan keterangan terakhir kondisi korban (pakaian yang digunakan atau asesoris yang dikenakan sebelum bencana).

"Sasaran yang masuk ke dalam antemortem adalah keluarga atau orang terdekat dengan korban," kata Edy.

Khusus untuk pemeriksaan DNA, hanya pihak tertentu yang memiliki hubungan segaris dengan korban, seperti kedua orang tua dan anak yang bisa diambil sampelnya.

"Khusus untuk DNA harus ada triple itu, minimal ada dua dari tiga itu, syukur bisa lebih itu bagus," ucap dia.

"Kalau data yang lain bisa didapat dari siapa saja," tambahnya.

Edy menjelaskan, bila korban sudah tidak memiliki kedua orang tua dan belum mempunyai anak, pengambilan sampel DNA dapat dilakukan dengan cara lain.

"Kami cari ini orang (korban) tinggal dimana, biasanya ada pakaian yang belum dicuci, sikat gigi yang sering dipakai, malah dari sisa bekas rokok juga bisa dilacak DNA," ucapnya.

Kemudian, data primer lain seperti sidik jari dan data pemeriksaan gigi dapat diperoleh dari orang terdekat korban.

"Sidik jari bisa dari KTP ataupun ijazah, bahkan dari gelas yang sering dipakai juga bisa," ujarnya.

Sementara itu, menurut Edy, data Postmortem merupakan data yang diambil setelah petugas berhasil menemukan dan mengevakuasi korban bencana.

"Postmortem itu menangani korbannya setelah meninggal atau data sesudah dia meninggal," ucapnya.

Data postmortem meliputi eperti sidik jari, golongan darah, konstruksi gigi dan foto diri korban pada saat ditemukan lengkap dengan barang-barang yang melekat di tubuhnya dan sekitarnya, bahkan termasuk isi kantong pakaiannya.

Setelah data antemortem dan postmortem lengkap, maka tim DVI akan merekonsiliasi atau mencocokkan kedua data tersebut untuk mengidentifikasi korban bencana.

"Rekonsiliasi itu mencocokkan data antemortem dan postmortem, hasilnya dua, yaitu teridentifikasi atau tidak," ujarnya.

Bila korban tidak teridentifikasi maka tim DVI akan mendalami kembali dengan mencari ciri-ciri spesifik korban, seperti bentuk tato dan bekas luka.

Waktu yang dibutuhkan untuk proses identifikasi ini tidak dapat ditentukan cepat lambatnya, seluruh proses tersebut tergantung dari kondisi jenazah saat ditemukan.

Jenazah sudah tidak dapat diidentifikasi manakala kondisinya sudah membusuk atau terbakar hingga kering.

"Dalam proses identifikasi DVI ini bukan cepat tapi kepastian dan ketepatan supaya jenazah bisa dikembalikan ke keluarga dan dimakamkan secara layak sesuai dengan agama," terang dia.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved