Lion Air JT610 Jatuh

TERPOPULER- Mantan Pilot Ungkap Situasi Kokpit Semrawut Saat Lion Air JT610 Jatuh, Ini Analisanya

Mantan pilot senior Stephanus G,S sebut situasi kokpit yang pusing saat Lion Air JT610 jatuh, begini analisanya.

Penulis: Kurniawati Hasjanah | Editor: Rr Dewi Kartika H
YouTube/Indonesia Lawyers Club
Mantan Pilot Senior Stephanus G.S 

TRIBUNJAKARTA.COM - Mantan Pilot senior Stephanus G.S memberikan analisanya terkait Lion Air JT610 yang jatuh di Tanjung Karawang, Jawa Barat.

Hal tersebut dikatakannya saat menjadi narasumber di acara Indonesia Lawyers Club pada Selasa malam (30/10/2018).

"Kalau lihat pesawatnya itu sendiri, terus terang saya sampai geleng-geleng kepala karena pesawatnya baru, bukan hanya fisik tapi peralatannya juga," tuturnya.

Stephanus mengemukakan, pesawat baru yang digunakan Lion Air JT610 serba menggunakan sistem komputerisasi.

"Saya bisa membayangkan pesawat itu super canggih, tetapi pertanyaannya kenapa bisa ada kejadian ini?" ungkapnya.

Stephanus menyatakan, ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil terkait kecelakaan pesawat selama 10 tahun terakhir.

"Kita lihat JT610 lost contact di pukul 06.33 WIB, take off 06.20 WIB. Itu kru udah harus jalan pukul 03.00 WIB," ucapnya.

Kemudian Stephanus menyatakan, ada beberapa kejadian kecelakaan pesawat sebelum Lion Air JT610 jatuh di pukul 06.00 pagi.

"Pengertiannya begini, kru bangun jam 3 pagi, apakah kemungkinan situasional errorness-nya berkurang agar minimum tak terjadi kecelakaan di pagi hari," bebernya.

Stephanus menyatakan, kecelakaan tak bisa dihindari karena semua barang di dunia dibuat oleh manusia dan aturan juga dibuat manusia.

"Enggak ada manusia yang sempurna, ini keprihatinan saya selama 10 tahun ada 3 kejadian di waktu yang sama," tegasnya.

Stephanus mengungkapkan, era komputerisasi pesawat terjadi sekitar tahun 1960-an sehingga tugas pilot diserahkan ke komputer agar bisa mengurangi kecelakaan.

Meski demikian, penyerahan tugas tersebut tidak mengurangi kecelakaan.

"Hampir mirip kecelakaan Lion Air dengan Air Asia, itu pesawat canggih semua. Saking canggihnya, itu pesawat bisa mengerem dan mendarat sendiri. Dengan catatan berjalan normal, tapi sekali terdapat kekeliruan, ini masalah," ungkapnya.

"Justru komputer itu buat bingung pilot. Kenapa? si pilot pasti jam terbangnya juga baru di pesawat itu dan pengenalan terhadap instrumen juga baru. Bisa dibayangkan dengan pengalaman yang baru, menghadapi masalah. Tetapi harus berbuat sesuatu kan," sambungnya.

Stephanus menegaskan, kecepatan Lion Air JT610 sekitar 400 km/jam itu tak normal yang sesegera mungkin harus diatasi.

"Kemungkinan besar ada semacam kayak error di penerbangan pagi itu. Mungkin ada awareness pilot. Kalau di Air Asia, terbukti ada sesuatu yang miss yang disebut kru koordinasi," paparnya.

Stephanus mengungkapkan, di era digital dan komputer canggih, penerbangan menggunakan manual lebih aman.

Dalam kesempatan itu, Karni Ilyas selaku host memperlihatkan sebuah data catatan penerbangan Lion Air JT610.

Berikut potret data tersebut dilansir TribunJakarta.com dari acara Indonesia Lawyers Club.

Catatan penerbangan Lion Air JT610
Catatan penerbangan Lion Air JT610 (YouTube/Indonesia Lawyers Club)

"Disini bisa mencermikan kondisi kokpit yang semrawut dan pilot yang pusing, kalau memang ini kejadian,"tegasnya saat melihat kertas catatan mengenai penerbangan Lion Air JT610.

Tak hanya itu, Stephanus mengemukakan ada standar distres message jika situasinya abnormal yaitu pan dan mayday.

"Kalau pilot sudah declare pan maka ada situasi abnormal, sementara mayday ada situasi emergency. Artinya minta priority dan tak perlu pakai alasan," paparnya.

Stephanus menyatakan, jika melihat hasil akhirnya dimana kecepatan yang tidak terkontrol dan ketinggian naik turun serta menghilang dari radar, mustinya pilot mengatakan mayday.

"Kira-kira begitu standarisasi di dunia penerbangan," tegasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved