AR Baswedan Diberi Gelar Pahlawan: Jurnalis Militan yang Nekat Sembunyikan Dokumen Kemerdekaan
Abdurrahman Baswedan atau AR Baswedan diberi gelar Pahlawan Nasional. Ia merupakan jurnalis militan dan nekat, kakek dari Anies dan Novel Baswedan.
Penulis: Erlina Fury Santika | Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNJAKARTA.COM - Kakek Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Abdurrahman Baswedan, akan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Jokowi hari ini, Kamis (8/11/2018) di Istana Merdeka, Jakarta Pusat.
AR Baswedan, begitu namanya dikenal, merupakan sosok yang berjuang penting untuk kemerdekaan Indonesia.
AR Baswedan merupakan peranakan Arab, namun lidahnya kental dengan logat Jawa Surabaya, sebab ia memang dilahirkan di kota pahlawan.
Lahir pada 9 September 1908, AR Baswedan meninggal di Jakarta pada 16 Maret 1986, tepat pada usia 77 tahun.
Berikut TribunJakarta.com lampirkan perjalanan hidup AR Baswedan dilansir dari berbagai sumber.
1. Jurnalis militan
Mantan Wakil Menteri Muda Penerangan RI pada Kabinet Sjahrir itu memang seorang pembelajar yang mandiri, termasuk saat belajar menulis.
Jurnal The Arab Periodicals of the Netherlands East Indies, 1914-1942 karya Natalie Mobini-Kesheh tahun 1996 menyebut AR Baswedan menyelami jurnalisme setelah bertemu wartawan pertama dari keturunan Arab di Hindia Belanda, Salim Maskati.
Jurnalis adalah profesi utama dan pertama yang ditapakinya.
Namun bukan berarti dirinya tak mencoba pekerjaan lain.
Ia sempat menjalani kegiatan dagang dengan meneruskan usaha toko orangtuanya di Surabaya, namun ia merasa tidak nyaman.
Dirinya sudah tertarik kuat pada dunia jurnalistik.
Dilansir dari berbagai sumber, AR Baswedan sempat menapaki beberapa media.
• 10 November Hari Pahlawan, Ini Peran Bung Tomo di Pertempuran Surabaya yang Tewaskan 16 Ribu Pejuang
• Mengenal Sosok Laksamana Malahayati, Tempuh Pendidikan Militer hingga Dapat Gelar Pahlawan
• Mengenal Frans Kaisiepo Pahlawan Nasional dari Papua, Namanya Diabadikan di Bandara hingga Mata Uang
Ia sempat bekerja di surat kabar Sin Tit Po.
Di sana, ia mendapat 75 gulden—waktu itu beras sekuintal hanya 5 gulden.