Gerindra Kritik Kebijakan Ekonomi XVI: Prabowo Bingung Hingga Fadli Zon Sebut Pemerintah Neolib
Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon menilai paket kebijakan ekonomi XVI yang dikeluarkan pemerintah menunjukkan pemerintah berwatak neo liberalisme
Penulis: MuhammadZulfikar | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Pemerintah kembali merilis paket kebijakan ekonomi XVI untuk mengatasi tekanan ekonomi global.
Paket yang digadang-gadang banyak mendatangkan investasi asing ini justru akan mengancam industri kecil.
Pasalnya, investasi atau penanaman modal asing (PMA) tak lagi membutuhkan mitra usaha lokal dan PMA pun diarahkan pada para investor China.
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan melihat, pemberian keleluasaan PMA 100 persen yang direncanakan pemerintah terhadap 25 bidang usaha dalam paket ini jelas akan mematikan industri kecil menengah yang selama ini jadi tulang punggung perekonomian Indonesia.
“Perlu dijelaskan bahwa proses ini nampaknya telah digagas beberapa bulan yang lalu melalui BKPM, di mana investor China mengungkapkan berbelitnya proses investasi di Indonesia yang membuat mereka enggan menanamkan modal usaha. Paket kebijakan ini jelas terarah untuk menarik minat investor China,” ujar legislator Partai Gerindra ini.
Menurutnya, kebijakan ini telah mencederai program penumbuhan dan pencetakan wirausaha pemula (WP) dan wirausaha baru (WUB) dari Kementerian Koperasi & UMKM dan Kementerian Perindustrian.
Program yang didanai dari APBN setiap tahunnya akan terancam kalah bersaing dengan investor asing.
Fadli Zon Nilai Pemerintah Neolib
Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon menilai paket kebijakan ekonomi XVI yang dikeluarkan pemerintah menunjukkan pemerintah berwatak neo liberalisme.
Dia pun menentang kebijakan tersebut karena membahayakan perekonomian nasional.
"Pemerintah sekarang ini keliatan sekali sangat neolib," ucap Fadli Zon di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, (21/11/2018).
"Kalau saya sih menentang. Kebijakan deregulasi paket ekonomi XVI ini jelas itu sangat membahayakan ekonomi kita," imbuhnya.
Menurut Fadli, kebijakan deregulasi ekonomi tersebut mengancam Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang memiliki skala modal kecil harus bertarung dengan pemodal besar.
"Jadi kalo kita minta investor besar masuk kepada investasi yang besar itu tidak ada masalah. Tapi, kalau investasi yang relatif kecil dan dilaksaksanakan oleh UMKM kita, itu bahaya," jelas Fadli.
Lebih lanjut, Wakil Ketua DPR RI itu mengatakan jika UMKM yang saat ini menjadi penopang perekonomian nasional diserahkan 100 persen kepada asing maka sangat mengancam ketahanan ekonomi.
"Jangan dong, diberikan 100 persen kepada asing. Nanti Republik Indonesia ini isinya adalah orang asing semua. Kita numpang doang. Kita hanya jadi kuli disini," katanya
"Jadi ini sangat membahayakan. Ini cara berfikir neolib," lanjutnya.
Untuk itu, Fadli Zon mendesak pemerintah untuk mengoreksi dan merevisi kebijakan tersebut.
"Harus dikoreksi ya. Seharusnya pemerintah merevisilah kebijakan ini," tandasnya.
Prabowo Bingung
Pemerintah telah merevisi aturan daftar negatif investasi (DNI) 2018 untuk mendorong investor menanamkan modalnya di dalam negeri.
Revisi itu dilakukan untuk menggenjot daya tarik investasi, sebab dari total 101 bidang usaha yang memberikan keterbukaan bagi penanaman modal asing dalam DNI 2016, sebanyak 51 bidang sepi peminat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonimian Darmin Nasution memastikan, sebanyak 25 bidang usaha dari 54 bidang usaha yang mengalami revisi DNI tersebut 100 persen boleh dimiliki oleh investor asing melalui Penanaman Modal Asing (PMA).
25 bidang usaha tersebut sebelumnya sudah terbuka untuk asing tapi porsi investasinya belum mencapai 100 persen. Perubahan tersebut dilakukan lantaran sebelumnya masih sedikit investor yang berinvestasi di sektor tersebut.
“Kita bikin 100 persen karena sebelumnya terlalu sedikit yang investasi," kata Menteri Darmin, Senin (19/11/2018) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta.
Menanggapi hal itu, Calon Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto mengaku bingung dengan inkonsistensi pemerintah dari yang sebelumnya menyebut ada 54 bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI, namun kemudian berubah menjadi 25 bidang usaha.
“Waktu itu 54, dan kemudian berubah lagi jadi 28. Saya jadi bingung. I want to study next more,” ujar Ketua Umum Partai Gerindra itu kepada awak media seusai menjadi pembicara di acara Indonesia Economic Forum (IEF), Rabu (21/11/2018) di Hotel Shangri-la Jakarta.
• Kubu Jokowi Hingga Fahri Hamzah Komentari Amien Rais Bakal Jewer Ketum PP Muhammadiyah
• Fahri Hamzah Menolak Sesi Bicara Dirinya Saat Jadi Narasumber ILC, Begini Reaksi Karni Ilyas
Diketahui, bidang usaha yang sepenuhnya bisa digarap asing meliputi 8 bidang energi dan sumber daya mineral, 8 bidang usaha komunikasi dan informatika, 2 bidang pariwisata, 2 sektor perhubungan serta 3 sektor ketenagakerjaan dan 2 kesehatan.
Sementara itu, ada empat bidang usaha yang secara kualifikasi dikeluarkan dari DNI, karena nilai investasinya di bawah Rp 10 miliar, seperti usaha warung internet (warnet) dan pengupasan umbi.
“Ini tidak mungkin dimasuki PMA karena batasan yang bisa dimasuki PMA, kalau PMA itu hanya boleh investasi paling sedikit modalnya Rp 10 miliar, ini bukan kelas kegiatan yang modalnya Rp 10 miliar,” ujar Darmin.
Sebab, berdasarkan aturan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), batasan nilai investasi yang berasal dari asing hanya yang jumlahnya di atas Rp 10 miliar.
Aturan itu dituangkan dalam Peraturan Kepala BKPM 6/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala BKPM 14/2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal. (Tribunnews.com)