OTT KPK di PN Jaksel: 6 Orang Diamankan Hingga Sorotan Komisi III untuk MA
Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Achmad Guntur mengatakan, pihaknya belum mengetahui siapa hakim yang diamankan KPK
Penulis: MuhammadZulfikar | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melancarkan operasi senyap terhadap oknum penegak hukum dari pengadilan negeri di Jakarta, pada Selasa (27/11/2018) malam.
Dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) itu, diketahui lembaga antikorupsi mengamankan 6 orang.
"Benar ada penegak hukum dari pengadilan (yang terjaring OTT KPK)," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan kepada wartawan, Jakarta, Rabu (28/11/2018).
Pada Selasa (27/11/2018) sekira pukul 22.00 WIB, tim KPK sudah membawa empat orang yang terjaring dalam OTT tersebut ke gedung KPK.
Dari orang-orang yang diamankan dalam OTT tersebut, seorang perempuan juga termasuk di dalamnya.
"Saat ini 6 orang masih melakukan pemeriksaan awal (di gedung KPK)," ungkap Basaria.
Namun Basaria enggan mengungkapkan konstruksi kasus dalam OTT tersebut.
"Nanti diperiksa dulu," kata Basaria.
Berdasarkan KUHAP, KPK punya waktu 1x24 jam untuk menentukan status kelima orang yang diamankan tersebut.
Humas PN Tidak Tahu Ada OTT
Pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengaku belum tahu nama hakim dan pengacara yang diamankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Achmad Guntur mengatakan, pihaknya belum mengetahui siapa hakim yang diamankan KPK.
"Jadi sampai saat ini kami juga belum tahu. Apakah dari Jaksel atau tidak. Karena sampai saat ini kami hanya melihat berita di TV. Kita tunggu saja dari KPK," ujar Guntur kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (28/11/2018).
Guntur mengatakan, pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tengah mengecek semua hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dari pengecekan ada beberapa hakim yang belum masuk dengan berbagai alasan.
Untuk itu, ia meminta kepada awak media menunggu pernyataan resmi dari KPK agar tak ada informasi yang simpang siur.
"Hakim ada yang masuk, ada yang tidak masuk, ada yang misalnya sakit. Panitera komplit. Ada beberapa hakim yang sampai saat ini belum, mungkin dari personalia akan cari tahu kenapa hakim-hakim ini tidak masuk. Apakah sakit atau apa," ujar Guntur.
Jubir KPK Febri Diansyah menyatakan dalam OTT yang dilakukan pada Selasa malam hingga Rabu dinihari tadi, ada enam orang yang diamankan KPK, terdiri dari hakim, pegawai pengadilan dan pengacara.
Mereka ditangkap terkait dugaan transaksi suap berkaitan dengan perkara perdata di PN Jaksel. Enam orang tersebut sampai saat ini masih berstatus sebagai terperiksa. KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk penetapan status hukum lebih lanjut.
Komisi III Soroti MA
Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani menyoroti Mahkamah Agung (MA) dalam kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan, Selasa, (27/11/21018).
Menurut Arsul kembali terjeratnya hakim dalam dugaan suap memberikan kode keras kepada MA untuk merubah sistem pengawasan.
"Dari sisi pengawasan ini sekali lagi memberikan kode keras kepada MA RI untuk merubah total bukan hanya sistem pengawasannya tetapi juga paradigmanya tentang pengawasan hakim," ujar Arsul, Rabu, (28/11/2018).
Menurut Arsul perlu dirumuskan kembali peran MA dan Komisi Yudisial secara lebih tegas dalam pengawasan hakim. Salah satunya melalui RUU jabatan hakim.
"Lembaga-lembaga negara lainpun sudah saatnya menata soal pengawasan hakim ini dengan lebih baik lagi, "tuturnya.
• Seskab: Kasus Dahnil Anzar Simanjuntak Murni Persoalan Hukum
• WAHTEG, Warteg Modern di Tanjung Duren yang Cocok Untuk Tempat Nongkrong
• Legenda Sepakbola Ronaldinho akan Hadir di Palembang dan Bermain dengan Indonesia All Star
Arsul mengatakan bahwa pihaknya menerima banyak masukan dari sejumlah pakar hukum bahwa mekanisme pengawasan hakim harus diubah untuk meminimalisir praktek suap dan korupsi.
"Jika format hukum terkait dengan pengawasan ini tidak berubah, maka akan sulit untuk melimitasi perilaku menyimpang hakim, termsk yang bersifat koruptif," pungkasnya. (Tribunnews.com)