Isu Pengaturan Skor
Eks GM PSIS Semarang Ungkap Modus Pelaku Pengaturan Skor: Minta Rp 60 Juta, Garansi Kemenangan
Mantan General Manager PSIS Ferdinand Hindiarto mengungkap modus pengaturan skor. Ia juga mengaku ditawarkan kemenangan timnya asal bayar Rp 60 juta.
TRIBUNJAKARTA.COM -- Beberapa hari ini, masyarakat disuguhkan informasi mengenai dugaan kasus pengaturan skor (match fixing) dalam sepak bola nasional.
Sejumlah pihak yang terlibat dalam sepak bola berbicara blak-blakan di depan publik.
Skandal yang mereka beberkan membuka lagi ingatan masyarakat bola Indonesia mengenai beberapa pertandingan yang dicurigai terkena pengaturan skor.
Mantan General Manager PSIS Ferdinand Hindiarto berbicara kepada wartawan Tribun Jateng Abduh Imanulhaq mengenai beberapa modus yang dipakai para pelaku pengaturan skor.
Tidak banyak pelaku sepak bola yang merupakan akademisi. Ferdinand yang mengajar di Unika Soegijapranata Semarang satu di antaranya. Maka dia pun membagikan wawasannya mengenai sisik-melik dunia sepak bola nasional.
Artikel ini adalah bagian pertama dari tulisan berseri yang dimuat koran Tribun Jateng edisi Jumat, 21 Desember 2018.
Berikut wawancara dengan Ferdinand Hindiarto:
Bagaimana kiprah Anda di dunia sepak bola nasional?
Kiprah di sepak bola itu saya mulai dari klub kampus Unika FC sebagai pengurus, terus di PSSI Kota Semarang sebagai ketua harian. Lalu akhirnya ke PSIS mulai dari psikolog sampai akhirnya menjadi General Manager pada 2013. Kemudian pernah di PSSI di Komite Pemilihan pada 2015.
Terus sampai hari ini saya masih aktif di Unika FC. Lalu memberikan beberapa kali pelatihan psikologi di klub. Beberapa pelatih senior tahu kebutuhan pemain tidak hanya fisik dan teknik tapi juga mental. Salah satu yang sadar misalnya Pak Sartono Anwar. Lalu kami dengan Pak Sartono Anwar bikin kurikulum untuk Sekolah Sepakbola (SSB).
Mengenai isu pengaturan skor yang sedang mengemuka. Bisa cerita apa saja yang terkait pengaturan skor ini dalam kacamata Anda.
Juventus itu pada 2005 gelarnya dicabut terus turun ke kasta B karena pengaturan skor. Jadi kalau mau dibilang di level itu pun ada, berarti kemungkinan besar di Indonesia juga ada, ya kan. Itu nomor 1, poinnya saya pikir yang paling penting seperti itu.
Maka jawaban saya sangat mungkin, itu yang pertama. Perbedaannya adalah kalau di Italia diusut, sampai diberikan vonis kepada Juventus bahkan gelar dicabut turun ke B.
Nah di sini, kayaknya tidak akan sampai pada penuntasan kasus. Ya, akan selesai menguap. Nanti ganti musim baru ya orang-orang akan lupa. Kenapa? Ya, ini karena sikap federasi. Federasi tidak punya keinginan yang kuat untuk membereskan ini. Kalau Federasi memiliki keinginan yang kuat, saya yakin sangat mudah.
Kalau Anda sendiri pernah melihat, merasakan mendengar atau mengalami permintaan terkait pengaturan skor?
