Orangtua Rayyan Anggap Pemkot Depok Tak Layak Terima Penghargaan KLA dari Kementerian PPPA
Ibu empat anak itu kian bingung saat tahu bukan hanya dirinya yang kesulitan memenuhi biaya pengobatan Rayyan.
Penulis: Bima Putra | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, BEJI - Oklavia Supriatin (39), ibu Rayyan Haryo Ardianto yang lahir tanpa anus heran atas penghargaan Kota Layak Anak (KLA) kategori Nindya yang diberikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) kepada Pemkot Depok.
Pasalnya janji Wali Kota M. Idris Abdul Shomad dan Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna menyelidiki dugaan kelalaian RS GPI Depok yang membuat bayi usia 6 bulan itu nyaris tewas belum terpenuhi.
Pun janji membantu biaya rawat jalan Rayyan yang kini harus kembali BAB lewat kolostomi atau saluran pembuangan sementara di perut karena adanya kelainan bawaan di usus.
"Rumah saya jaraknya enggak sampai setengah jam dari Balaikota Depok, pemerintah juga tahu kondisi Rayyan dan masalah RS GPI. Tapi sampai sekarang pak Wali dan Wakil belum menuhi janjinya. Bingung saja sih sama penghargaan yang diterima Depok dari Kementerian," kata Oklavia di Beji, Depok, Kamis (10/1/2019).
Ibu empat anak itu kian bingung saat tahu bukan hanya dirinya yang kesulitan memenuhi biaya pengobatan Rayyan.
Kala kontrol dan mendampingi jalannya operasi Rayyan, dia bertemu dengan warga Depok lain yang anaknya memiliki kelainan lahir bawaan seperti Rayyan.
Di Jakarta, dia bertemu dengan warga Depok lain yang anaknya mengidap Atresia Ani seperti Rayyan dan tak mendapat bantuan yang cukup dari Pemkot Depok.
"Saya ketemu sama orangtua lain yang anaknya kena Atresia Ani seperti Rayyan. Warga Depok juga, dia sempat ngajuin bantuan ke pemerintah setempat tapi enggak berhasil. Jadi menurut saya penghargaan dari Kementerian itu belum layak ya," ujarnya.
Saat menjalani operasi pembuatan kolostomi beberapa waktu lalu, Oklavia warga yang bermukim di Jalan Beringin, Beji atau satu Kecamatan dengan Pradi ini juga bertemu orangtua lain dari wilayah lain.
Yakni dari Provinsi Lampung dan Bangka Belitung, bedanya dua Pemda tempat mereka tinggal memberi bantuan yang memadai sehingga warganya tak harus kelabakan memenuhi biaya pengobatan sendiri.
"Di RS saya ketemu sama dua orangtua yang anaknya enggak punya anus juga, dari Bangka Belitung dan Lampung. Sempat ngobrol, katanya mereka dapat bantuan yang cukup untuk rawat jalan. Kalau operasi kan memang ditanggung BPJS Kesehatan," tuturnya.
Perbedaan perlakuan Pemda itu cukup membuat Oklavia pesimis bahwa Idris dan Pradi bakal memenuhi janji membantu biaya rawat jalan Rayyan dan mengusut dugaan kelalaian RS GPI.
Pasalnya Pradi sudah berjanji sejak akhir Agustus 2018, sementara Idris berjanji sejak awal Oktober 2018 lalu bakal membantu biaya rawat jalan dan mengusut dugaan kelalaian RS GPI.
Namun hingga tahun berganti janji dua orang penting di Depok itu urung terealisasi hingga membuat pihak keluarga Rayyan harus memutar otak bagaimana cara memenuhi kebutuhan.
Minimnya bantuan membuat Oklavia tak mampu membeli kantong kolostomi yang digunakan untuk menampung kotoran dan terpaksa membuat kantong kolostomi sendiri menggunakan plastik tahu.
"Sekarang saya lagi enggak bisa beli kantong kolostomi karena harganya mahal. Rp 40 ribu satu kantong, belum susu penambah berat badan, Rp 360 ribu untuk satu minggu. Sekarang kantong kolostomi buat sendiri pakai plastik tahu," lanjut Oklavia.
Plastik tahu yang dimaksud Oklavia adalah plastik transparan tipis yang kerap digunakan tukang sayur membungkus dagangannya.
Cara membuat kantong kolostomi sendiri menggunakan plastik tahu baru dia ketahui dari YouTube dan sejumlah orangtua yang anaknya mengalami nasib serupa Rayyan.
Perihal keselamatan penggunaan kantong plastik tahu jadi kantong kolostomi, merujuk dari penuturan sejumlah orangtua yang senasib, Oklavia menyebut hal itu aman dan bukan merupakan hal asing di dunia medis.
Tapi karena tak diperuntukkan di bidang medis, kantong plastik tahu harus diganti dalam hitungan jam, berbeda dengan kantong kolostomi yang bisa dicuci dan bertahan seharian.
"Memang enggak tahan seperti kantong kolostomi, dalam sehari saya bisa 10 kali ganti. Tapi mau bagaimana, enggak ada bantuan dari pak Wali dan Wakil. Mereka cuman pernah janji doang, datang ke rumah saja tidak," ucap dia.
Bantuan teranyar yang diberikan Pemkot Depok hanya uang Rp 500 ribu yang diberikan Puskesmas Beji untuk membeli susu penambah berat badan pada akhir Desember 2018 lalu.
Anjloknya berat Rayyan karena tak bisa BAB selama tiga hari dan harus puasa karena menjalani operasi pembuatan kolostomi membuat susu penambah berat badan jadi kebutuhan pokok bagi Rayyan.
Intruksi dokter RSPAD Gatot Soebroto yang menangani operasi Rayyan sejak awal agar tak mengkonsumsi susu selain susu penambah berat badan mau tak mau harus dituriti Oklavia.
"Kata dokter jangan dikasih susu laktogen, harus susu penambah berat badan. Karena berat badan Rayyan pas operasi kemarin itu anjlok. Jadi sekarang fokus di susu dulu. Kantong kolostomi beli tapi enggak banyak," sambung Oklavia.
Sebagai informasi, Kementerian PPPA sudah dua kali memberikan penghargaan kategori Nindya kepada Pemkot Depok, di tahun 2017 dan di pertengahan Juli 2018 atau tak berjarak lama dengan kelahiran Rayyan pada Jumat (27/7/2018).
Rayyan lahir sekira pukul 08.30 WIB, tapi RS GPI yang hingga kini belum meminta maaf secara langsung baru memberitahukan kondisi fisik bayi malang itu pada Sabtu (28/7/2018) sekira pukul 17.00 WIB.
Dampaknya, dokter RSPAD Gatot Soebroto terpaksa memotong usus bayi malang sekira dua sentimeter karena infeksi akibat gas dan kotoran yang tertahan di perut.
Operasi pembuatan saluran pembuangan sementara di perut Rayyan itu dilakukan pada Selasa (31/7/2018) sekira pukul 11.00 WIB.
Bekas Kepala Humas GPI, Tita Kania menyatakan RS GPI sudah memberi penjelasan ke Dinkes Kota Depok atas masalah ini, namun hasil penjelasan tersebut bersifat rahasia.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Dinkes. Adapun mengenai informasi medis mohon maaf tidak dapat kami sampaikan karena sifatnya rahasia," jelas Tita yang saat itu masih menjabat Kepala Humas GPI, (10/9/2018).
TribunJakarta.com mencatat Idris melontarkan janjinya di Kantor Kecamatan Beji saat menghadiri lomba Kecamatan layak anak.
• Usai Terima Teror, Agus Rahardjo Berencana Persenjatai Petugas KPK
• Sekjen PSSI Ratu Tisha Kembali Dipanggil Satgas Antimafia Bola
• Dikejar Warga Jepang, Nagita Slavina Rupanya Dimintai Tanda Tangan dan Dapat Pujian
"Nah kalau itu nanti akan kita selidiki. "Iya, nanti akan kita selidiki," singkat Idris di Kantor Kecamatan Beji, Depok, Senin (1/10/2018).
Sementara Pradi pernah meminta alamat rumah Oklavia dan menyatakan akan membantu biaya rawat jalan pun tak kunjung menyambangi kediaman Oklavia.
"Terima kasih infonya, saya teruskan ke Dinas terkait. Saya masih di tanah suci. Alamatnya dimana mas?" ucap Pradi, Rabu (29/8/2018).
Pertengahan Desember lalu Pradi yang merupakan warga Kecamatan Beji seperti Oklavia kembali menyatakan bakal membantu Rayyan.
"Pastinya kita enggak akan tinggal diam kalau memang melanggar hukum, saya janji itu," kata Pradi saat ditemui di Kantor DPRD Kota Depok, Senin (17/12/2018).