Lion Air JT610 Jatuh
Harapan KNKT Ungkap Penyebab Kecelakaan Pesawat Lion Air PK-LQP dengan Temuan CVR
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) bakal sibuk membersihkan dan mengunduh data dari dalam 'kotak hitam' itu.
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Erik Sinaga
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, TANJUNG PRIOK - Setelah black box rekaman suara kokpit atau cockpit voice recorder (CVR) Lion Air PK-LQP ditemukan, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) bakal sibuk membersihkan dan mengunduh data dari dalam 'kotak hitam' itu.
Kemudian, semua data yang ada di dalam memori CVR akan dianalisa dalam waktu yang masih belum dapat ditentukan.
Ketua Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT, Nurcahyo Utomo menjelaskan, meski CVR bukan satu-satunya alat penting untuk mengungkap penyebab kecelakaan Lion Air PK-LQP pada 29 Oktober 2018 lalu, namun apa yang dicari KNKT dalam CVR terbilang krusial.
CVR berisi seluruh rekaman suara kokpit ketika pesawat melakukan penerbangan dalam waktu tertentu: pada penerbangan Lion Air PK-LQP terakhir rute Jakarta-Pangkalpinang, berlangsung selama 13 menit.
KNKT hendak memastikan apa yang dibicarakan pilot Bhavye Suneja dan co pilot Harvino pada saat lepas landas sebelum kecelakaan terjadi, terutama terkait keputusan yang mereka ambil di kokpit.
"Kita kan sudah ada FDR. Nah yang kita pengen denger itu waktu ada masalah ini apa diskusi yang terjadi antar pilotnya. Bagaimana mengambil keputusan. Alasannya apa, nah itulah yang kita pengen lihat. Mengapa kok dia punya pandangan seperti ini pas terjadi masalah ini," beber Nurcahyo, Senin (14/1/2019) di Dermaga JICT II, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Rekaman suara dalam CVR, apabila sudah diunduh dan dianalisa, akan menjadi kelengkapan dari data yang telah dimiliki KNKT terkait dugaan penyebab jatuhnya Lion Air PK-LQP.
Apapun suara yang ada dalam rekaman bisa jadi sangat krusial untuk melihat apa yang terjadi ketika kecelakaan terjadi.
"Apapun yang ada di kokpit, suara warning misalnya, suara warning kadang ada bunyi ping, ada bunyi tet-tet-tet. Ada bunyi apa nanti kita lihat," kata Nurcahyo.
Meski krusial, Nurcahyo belum bisa memastikan apakah data di CVR dapat menjadi hasil temuan terakhir untuk mengungkapkan penyebab secara resmi.
Nantinya percakapan yang terekam mesti dianalisa lebih lanjut, terutama terkait seberapa banyak ucapan yang keluar dari pilot dan kopilot.
"Kalau ternyata mereka diem-dieman kita nggak tahu, kalau mereka banyak diskusi ya banyak membantu, tapi kalau mereka diem-dieman gimana," ucap Nurcahyo.
Nurcahyo juga mengatakan ditemukannya CVR tak serta-merta menjadi langkah terakhir dari KNKT untuk melihat penyebab kecelakaan.
Namun, lagi-lagi, hasil analisa CVR betul-betul krusial dan sangat diperlukan KNKT untuk melihat langkah apa yang akan diputuskan selanjutnya.
"Jadi kalau kita nemu fakta baru, pasti ada yang butuh lain lagi, sekarang tiba-tiba misalnya di CVR kita nemu pembicaraan yang kita tidak duga. Maka kita cari ini apa nih. Jadi bukan langkah terakhir," kata Nurcahyo.
Nurcahyo menambahkan, sesuau aturan internasional, analisa black box CVR seharusnya memakan waktu setahun.
"Harapannya kita masih tangkap penerbangan Denpasar-Jakarta. Karna ini dua jam, jadi penerbangan yang kecelakaan kan 13 menit. Jadi penerbangan itu kan ada persiapan waktu boarding. Harapannya masih ada," tandas Nurcahyo.
Nurcahyo, dalam konpers terkait preliminary report dengan hasil analisa black box rekaman data penerbangan atau flight data recorder (FDR) pada Rabu (28/11/2018) mengatakan, ada dugaan kerusakan pada sensor Angle of Attack (AoA) yang menyebabkan pesawat itu kehilangan daya angkat hingga jatuh di perairan Tanjung Karawang.
"Kami masih mencari tahu kenapa AoA sebelah kiri lebih besar dari sebelah kanan hingga sebesar 20 derajat yang terjadi terus menerus selama rekaman Digital Flight Data Recorder (DFDR), sehingga stick shaker sebelah kiri terus aktif, stick shaker itu indikator yang menunjukkan pesawat bisa mengalami stall atau kehilangan daya angkat," jelas Nurcahyo di depan awak media.
• Hukuman Mengenakan Rompi Bagi PNS Diterapkan Setiap 1 Minggu Sekali
• Dedi Miing Gumelar Panggil Keamanan Lihat Pria Joget di Panggung Acara Pidato Kebangsaan Prabowo
Nurcahyo kemudian menjelaskan bahwa second in command (SIC) atau co-pilot sempat berkomunikasi dengan petugas pemandu penerbangan bahwa pesawat mengalami “flight control problem” dan bertanya mengenai ketinggian pesawat.
"SIC sempat bertanya kepada petugas pemandu penerbangan tentang ketinggian pesawat serta kecepatannya yang ditunjukkan di layar radar petugas pemandu lalu lintas penerbangan," imbuh Nurcahyo.
Problem kontrol penerbangan yang dialami pilot juga terekam di DFDR.
Problem kontrol penerbangan yang dialami pilot juga terekam di DFDR.
"DFDR mencatat saat sirip pesawat dinaikkan maka trim Aircraft Nose Down (AND) otomatis aktif diikuti input pilot untuk melakukan trim Aircraft Nose Up (ANU), trim AND dihentikan saat sirip pesawat diturunkan," ungkapnya.
Kejadian itu terus menerus terjadi selama rekaman berlangsung dan DFDR berhenti melakukan perekaman sekitar 12 menit dan 54 detik setelah pesawat lepas landas dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatt,” ucapnya.
Nurcahyo mengatakan keanehan terjadi saat sensor AoA sebelah kiri menyatakan pesawat berpotensi stall tetapi AoA sebelah kanan tidak.
• (VIDEO) Melihat Black Box CVR Lion Air PK-LQP yang Ditemukan Hari ini
Nurcahyo juga mengatakan pihaknya juga akan berkomunikasi dengan Boeing selaku produsen pesawat itu apakah memang ada alat otomatis yang dipasang di pesawat untuk menurunkan atau menaikkan hidung pesawat agar pesawat tidak kehilangan daya angkat.
"Kami masih belum tahu apakah ada alat sensor otomatis itu, kami akan segera mengunjungi Boeing selaku produsen pesawat," pungkasnya.