Sederet Fakta 2 Anak Pejabat Simpan Sabu di Laboratorium Sekolah: Kaki Tangan Bandar di Lapas
Sekolah sebagai tempat kegiatan belajar mengajar dimanfaatkan kakak beradik untuk menyimpan narkoba.
Penulis: Yogi Gustaman | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Sekolah sebagai tempat kegiatan belajar mengajar dimanfaatkan kakak beradik untuk menyimpan narkoba.
Anggota Polsek Kembangan, Jakarta Barat, menangkap kakak beradik CP (30) dan DL (29) dan satu kurir berinisial AN (29).
Kapolsek Kembangan Kompol Joko Handono mengatakan, petugas menciduk AN (29) lebih dulu di Kembangan, Jumat (11/1/2019).
"Saat patroli di wilayah perbatasan Kembangan dan Kebon Jeruk, kami melihat gerak-gerik mencurigakan dari tersangka AN yang sedang menelepon sambil menunjuk ke arah tong sampah," kata Joko di Mapolres Metro Jakarta Barat, Selasa (15/1/2019).
Dari tangan AN polisi menemukan kantong plastik kosong diduga bekas menyimpan sabu. AN berperan sebagai kurir.
Sejumlah fakta terungkap tentang sindikat pengedar narkoba jadikan sekolah gudang penyimpanan dan keterlibatan kaki tangan bandar penghuni lapas.

Narkoba di laboratorium sekolah
AN mendapat narkoba dari kakak beradik CP dan DL keduanya tinggal di sebuah sekolah di kawasan Kembangan, Jakarta Barat.
"DL dan CP adalah karyawan yang kerja di sekolah tersebut dan dia juga alumni di sana. Dia juga anak kandung pengurus sekolah," ungkap Joko.
Narkoba tersebut disimpan DL dan CP beradik di laboratorium yang mereka tinggali. Ada enam paket sabu 355,56 gram dan obat-obatan psikotropika golongan IV sebanyak 7.910 tablet.

"Jadi DL dan CP ini adalah kakak beradik, sedangkan AN ini memang sudah sekitar 8 tahun kenal dengan mereka," sambung Joko.
AN mendapatkan narkoba dari seseorang berinisial BD yang kini buron. BD ini kaki tangan bandar narkoba berinisial LK yang mendekam di lapas.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 114 ayat (2) Subsider Pasal 112 ayat (2) Jo 132 ayat (1) UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Mereka juga dijerat Pasal 62 UU RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika tentang Penetapan dan Perubahan Penggolongan Psikotropika.
Dua tersangka anak pejabat sekolah
Kakak beradik CP dan DL diam-diam leluasa menyimpan sabu di sekolah karena memanfaatkan jabatan orangtuanya.
Orangtua keduanya merupakan pejabat di sekolah tersebut. Polisi tak merinci sekolah dan tingkatan apa tempat CP dan DL menyimpan narkoba.
"CP dan DL ini adalah karyawan harian lepas di sekolah tersebut dan orangtua mereka adalah salah satu pejabat di sana sehingga mereka bisa tinggal di sekolah itu," imbuh Joko.
Berdasarkan pengakuan CP dan DL, mereka telah tinggal di sekolah tersebut sudah 6 bulan.

Mereka tidur di sebuah ruangan di dalam laboratorium sekolah yang dijadikan kamar sekaligus gudang penyimpanan narkoba.
Barang haram tersebut milik tersangka AN yang dititipkan kepada mereka sebelum diedarkan ke pasaran.
"Sebelum tinggal di sekolah itu, ketiga tersangka ini mengaku bahwa telah mengonsumsi narkoba di sekolah itu sejak setahun lalu," kata Joko.
Joko menjelaskan kakak beradik itu menerima titipan narkoba dari AN lantaran tergiur keuntungan besar, serta bisa menikmati narkoba gratis.
"DL ini mengaku sudah 10 kali menerima titipan psikotropika golongan IV dan obat daftar G dengan keuntungan yang diterima Rp 100- Rp 500 ribu sekali penitipan," kata Joko.
AN, CP dan DL mau menjadi kurir sabu dan kaki tangan LK melalui BD karena bukan saja uang tapi bisa menikmati gratis sabu.
Mereka mengkonsumsinya di sekolah saat tak ada kegiatan belajar mengajar.
"Upah pengantaran selain ada berupa uang, mereka gratis pakai sabu," tuturnya.
Diperintah bandar di dalam lapas
Narkoba dari tangan AN yang dititipkan kepada kakak beradil CP dan DL adalah milik LK, bandar narkoba yang mendekam di lapas.
AN mengambil barang haram tersebut atas instruksi LK. Agar aman, AN menitipkan kepada CP dan DL untuk menyimpannya di dalam sekolah.
"Sabu ini berasal dari distribusi jaringan lapas. Kemudian tugas AN saat kita amankan dia menunjuk beberapa tempat. Tugasnya sebagai kurir," kata Joko.
Menurut Joko, peran kakak beradik CP dan DL tak hanya menyimpan, tapi keduanya turut membantu AN mengirimkan barang haram sesuai instruksi LK.
"Jadi mereka itu mengirimkan pesanan itu sesuai petunjuk dari lapas," kata Joko.

Sementara itu, untuk ribuan tablet psikotropika golongan IV dan obat daftar G yang turut disita, ketiga tersangka itu mendapatkannya dari seseorang berinisial BD yang saat ini masih buron.
Tersangka DL sendiri mengaku telah 10 kali menerima titipan obat-obatan tersebut dari BD.
"Mereka mendapatkan keuntungan Rp 100-500 ribu dalam sekali penitipan," kata Joko.
Joko mengatakan pihaknya saat ini tengah mencari keberadaan BD sekaligus gudang lain yang diduga menjadi tempat menyimpan obat-obatan terlarang itu.
"Pengakuannya itu dititip dari seorang DPO atas nama BD. Saat ini sedang kita kejar dan gudang sudah ditelusuri. Diduga ada gudang yang lebih besar daripada yang disekolah ini," ujar Joko.
Diedarkan ke siswa?
Polisi belum bisa memastikan apakah narkoba yang disimpan di lingkungan sekolah diedarkan ketiga tersangka kepada para siswa.
Menurut Kapolsek Kembangan Kompol Joko Handono, ketiga tersangka AN, CP dan DL, mengaku mengirimkan sabu kepada para pemesannya.
"Sampai saat ini belum menemukan dari lingkungan sekolah. Tapi untuk sabu kalau pengakuannya mereka hanya by order. Mereka hanya jalan saja sesuai arahan dari bosnya," kata Joko.

Joko mengatakan pihaknya saat ini masih terus mengembangkan siapa saja yang mengonsumsi barang haram yang diedarkan AN, CP dan DL.
Ia tidak menampik banyak remaja yang mengonsumsi obat-obatan terlarang tersebut sebelum melakukan tindak kejahatan.
"Obat-obat golongan IV ini sering digunakan oleh anak-anak untuk lakukan tindak pidana seperti begal atau curanmor untuk meningkatkan keberanian, karena harganya relatif murah. Tapi itu pengakuan dari pelaku ya," kata Joko.
Terungkap, alasan para tersangka menyimpan barang haram tersebut di dalam lingkungan sekolah karena dianggap aman.
"Memang dua tersangka yakni CP dan DL bekerja di sekolah itu makanya dia izin tinggal di sekolah karena merasa lebih aman," kata Joko. (TribunJakarta.com/Elga Hikari Putra)