Pilpres 2019
Membedah Program Ekonomi Jokowi-Ma'ruf, Dampaknya Bagi Milenial Indonesia
Isu perekonomian paling banyak dibicarakan menjelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019.
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Isu perekonomian paling banyak dibicarakan menjelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019.
Ketika pasangan urut 02 Prabowo-Sandiaga berkampanye fokus pada ekonomi, demikian halnya Jokowi-Ma'ruf juga fokus pada hal sama.
Pertanyaannya, bagaimana ekonomi selama Kabinet Kerja periode 2014-2019 dan selanjutnya jika Jokowi-Ma'ruf terpilih.
Sorotan soal isu ekonomi menjadi pokok bahasan dalam diskusi Garasi Jaringan Nasional Duta Jokowi pada Senin (28/1/2019).
Diskusi menghadirkan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis – CITA, Yustinus Prastowo, dan Ketua Komite Pemantauan Pelaksana Otonomi Daerah dan Direktur Apindo Research Institute, Agung Pambudi.
Isu ini dipilih untuk melihat pespektif pakar tentang isu ekonomi, baik yang sudah berlalu, sedang berlangsung, dan tentu kebijakan-kebijakan ekonomi yang akan diambil ke depan.
Prastowo mengatakan Jokowi-Ma’ruf melalui visi misinya seolah-olah ingin memberikan pesan kepada publik, sudah cukup kami membangun insfrastruktur.
Masa pemerintahannya bersama Jusuf Kalla, Jokowi melihat pembangunan infrastruktur sebagai prasyarat perekonomian.
Berikutnya, Jokowi memberikan sinyal pembangunan berbasis pada people based development.
Artinya infrastruktur tidak akan jadi prioritas lagi, tapi fokusnya sekarang pada manusia.
"Maka saya sebut people based development, pembangunan yang berfokus pada manusia,” ujar Prastowo.
Prastowo menambahkan APBN 2018 menjadi titik tolak people based development karena pertama kali APBN 2019 berparas humanis.
"APBN ini mengedepankan aspek-aspek kualitas sumber daya manusia. Pendidikan formal (LPDP, bidik misi) diperbanyak penerimanya supaya lebih banyak SDM yang lebih berkualitas, begitu juga dengan pendidikan vokasi (pendidikan keterampilan) sekarang juga diperkuat. APBN juga menyediakan anggaran insentif 17 T untuk riset dan pendidikan vokasi," sambung dia.
Prastowo berpendapat pandangannya tentang kondisi ekonomi ke depan.
“Kabar baiknya, meskipun pelan-pelan, tapi kita pastikan ekonomi kita sudah mengalami rebound di hampir semua indikator. Titik nadir sudah dilewati di tahun 2016-2017, 2018 sudah titik balik, counternya akan positif, jadi kita harus optimis,” prediksi dia.
Prastowo menutup paparannya menyoal kebijakan ekonomi Jokowi-Ma’ruf dalam tiga poin penting.
Pertama, ada perubahan orientasi pada program Jokowi-Ma'ruf yang berfokus pada sumber daya manusia.
Kedua, indikator ekonomi semakin membaik.
Ketiga, program ekonomi Jokowi sudah separuh jalan, maka lebih baik dituntaskan.
Menurut Prastowo, proyeksi-proyeksi Jokowi-Ma'ruf sesuatu yang bisa dilakukan dan terukur.
Di mana pembangunan infrastruktur akan bisa dirasakan lebih optimal.
Sementara itu Agung Pambudi menilai apa yang digambarkan dalam 9 Misi Jokowi-Ma'ruf tidak lagi menawarkan mimpi tetapi menawarkan sesuatu yang realistis.
Hal ini bisa dikerjakan dalam 5 tahun ke depan dengan indikator-indikator yang terukur.
"Prioritas program perekonomian yang dibuat oleh Jokowi-Ma’ruf sudah memenuhi kebutuhan tantangan ke depan,” ungkap Agung.
Ia mengamati sudah mulai ada pergeseran dengan munculnya pusat-pusat ekonomi baru di daerah-daerah.
Terutama karena penyaluran dana desa yang dilakukan pemerintah dengan benar, diawali dengan membangun institusinya sehingga akuntabilitasnya jelas.
Terlihat juga pembangunan fasilitas infrastruktur dasar, dan aktivitas ekonomi positif dengan membuka pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di desa.
Ke depan, Agung menambahkan agar program ekonomi ini dikelola dengan benar.
Ia berharap ada pelibatan orang-orang yang tepat dengan melibatkan berbagai pihak atau golongan di dalam kantor staf presiden.
“Membuat tim untuk melakukan fungsi 'Devil advocate' ke Presiden agar agenda-agenda dari janji politik bisa berjalan dengan baik," ungkap Agung.
Joanes Joko, Koordinator Jaringan Nasional Duta Jokowi, mengatakan apa yang dilakukan Jokowi selama periode pertama bila dilihat sangat berisiko secara politis.
Apalagi, konsentrasi pembangunan banyak di luar pulau jawa.
Namun, ia menilai inilah konsekuensi semangat Indonesia Sentris yang mengedepankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Inilah keberanian pemerintahan Jokowi-JK," ungkap dia.