Pilpres 2019

Ucapan Propaganda Rusia Tuai Polemik: Jokowi Dinilai Termakan Informasi Sesat dan Respon Sandiaga

Pernyataan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo yang menyebut adanya tim sukses memakai gaya politik “propaganda Rusia” menimbulkan polemik.

Penulis: Ferdinand Waskita | Editor: Wahyu Aji
ISTIMEWA/Dokumentasi tim pemenangan Jokowi-Maruf Amin
Presiden Joko Widodo keluar dari dalam mobilnya, dan menyapa massa pendukungnya di kawasan Komisi Pemilihan Umum, Jakarta Pusat, Jumat (21/9/2018). 

Pernyataan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) mengenai propaganda a la Rusia merujuk pada fakta sejarah.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Tim Cakra 19, Andi Widjajanto.

Menurutnya, Propaganda Rusia yang disinggung Jokowi merujuk pada modus operandi yang dikenal sebagai Operasi Semburan Fitnah (Firehouse of Falsehood).

Operasi ini digunakan Rusia antara tahun 2012-2017 dalam krisis Crimea, konflik Ukraina, dan perang sipil di Suriah.

“Di Rusia, modus operandi ini sudah muncul di dekade 1870-an melalui gerakan Narodniki," ujar Andi saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (5/2/2019).

Gerakan itu, ucap Andi, dulu dilakukan untuk menjatuhkan Czar Rusia dengan cara terus menerus memunculkan isu-isu negatif.

Hingga muncul ketidakpercayaan masif dari rakyat Rusia terhadap sistem politik yang kemudian dikapitalisasi oleh Lenin saat Revolusi Oktober 1917.

Modus operandi ini muncul di beberapa pemilihan umum seperti Amerika Serikat, Brazil, dan Brexit.

Ia menyontohkan, di Pilpres Amerika Serikat strategi semburan fitnah mencapai puncaknya.

Disebutnya, ada konsultan politik Roger Stone yang jago dalam menebar kampanye negatif yang sangat ofensif melalui 3 taktik: serang, serang, serang.

Andi menjelaskan, ada terabasan data pribadi melalui algoritma Cambridge Analytica.

Termasuk indikasi gelar pasukan siber dengan kode topi hitam atau bintang emas yang menggunakan kecerdasan buatan untuk menggelar bots yang mampu memainkan operasi tagar secara masif.

“Operasi Semburan Fitnah bertujuan untuk membuat dusta mengalahkan kebenaran,” tambahnya.

Operasi tersebut ingin menghancurkan kepercayaan publik ke otoritas politik, termasuk media.

Andi berpandangan, operasi semburan fitnah berpotensi merusak demokrasi.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved