Jejak Digital Ungkap Kebohongan Ratna Sarumpaet, Begini Penuturan Komjen Pol Arief Sulistyanto

Komisaris Jenderal Pol Arief Sulistyanto (54), hanya menjabat 5 bulan sebagai Kabareskrim Polri.

Editor: Mohamad Afkar Sarvika
Kompas.com/Sherly Puspita
Tersangka kasus penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet berjalan meninggalkan Direktorat Tahanan dan Barang Bukti Polda Metro Jaya, Jumat (26/10/2018). 

Lalu bagaimana caranya mengungkap kebohongan itu?

Kami gunakan jejak digital. Jejak digital yang kami gunakan untuk kasus Ratna ini macam-macam. Saya bilang di era sekarang ini tidak ada tempat sembunyi lagi, no place to hide. 

Kemudian kami cek, ternyata mengarahkan pada satu tempat di Jakarta. Saya sendiri datang ke lokasi itu pukul 11 malam, dan ternyata rumah sakit.

Kemudian ada foto yang disebut penganiayaan itu. Saat dapat foto, saya curiga, dan diskusi dengan istri. Istri saya kan dokter. Saya bilang, kok aneh ya ma, penganiayaan tapi kok simetris wajahnya bu Ratna. Lalu sitri membenarkan, ini ada sesuatu. Kemudian, foto yang terlihat Bu Ratna di kamar perawatan, kami cek, ternyata benar kamarnya itu  Rumah Sakit Khusus Bina Estetika.

Terkait kasus penyidik KPK Novel Baswedan kok tampaknya sulit sekali mengungkap, kenapa?

Kasus hit and run itu sulit sekali. Jangankan polisi, korban yang mengalami itu sendiri pun tidak tahu juga pelakunya. Ini sama seperti kasus pembunuhan Munir. Saya ikut penyidiknya dulu. Kalau ditanya siapa yang meracun Munir, ya Munir (andai tidak meninggal) sendiri barangkali juga enggak tahu. 

Terkait penggeseran anda dari Kabareskrim ke Lemdikpol, konon ada friksi dan faksi dengan Kapolri Jenderak Tito Karnavian. Bagaimana komentar anda?  

Tanya sama yang buat isu. Saya enggak ngerti. Saya ke mana-mana ada Pak Benny (Brigjen Benny Setaiwan, Analisis Kebijakan Lemdikpol, Red), sekarang ada lagi yang jagain dua orang, bersama pak Paulus (Irjen Pol Paulus Waterpauw, mantan Kapolda Papua/mantan Kapolda Sumut). Saya ke mana-mana sama Pak Benny, enggak pernah ada apa-apa. Tanya sama yang buat isu, saya enggak ada apa-apa. Saya enggak ngerti, tanya sama yang buat isu itu haha…

Selama tugas, bidang apakah yang anda paling gemari. Kabareskrim kah atau Kalemdiklat Polri?

Jadi gini di kepolisian itu, tugas apa pun, sebetulnya mempunyai muatan yang sama, hanya ketika kita duduk di satu tempat, ada fokusnya domainnya ke mana. Saya dengan pak Paulus (Paulus Waterpauw, sama-sama Akpol 1987) ini dibesarkan di reserse. Saya lulus di Akpol, sampai saya bintang 1 itu saya di reserse, terus jadi kapolda Kalbar.

Saya kaget waktu Pak Tito jadi kapolri, saya diminta untuk jadi asisten SDM Polri. Saya kaget. Saya takut tidak bisa. Kapolri bilang SDM ini harus dikelola orang dari luar, dan saya lihat itu di sampeyan.

Ketika saya jadi Kapolda Kalbar, saya pernah paparan di depan Kapolri, saya harus mulai dari pembenaham sumber daya manusia, penciptaan program. Di situ rupanya beliau melihat ada potensi. Terus beliau tanya sampean belajar dari mana? Saya ngarang-ngarang aja.

Kita ini kan belajar manajemen. Ketika jadi kapolsek kan pasti mengelola sumber daya manusia, uang dan lain-lain. Ketika menjabat kapolres, fokus kepada bagaimana menciptakan itu. Ketika jadi direktur, bagaiamana mengelola SDM jadi profesional mauoun menyelsaikan masalah.

Ketika jadi kabareskrim, bagaiamana SDM yang ada dimanfaatkan semaksumal mungkin, dibangun sistem kontrol hingga bisa melakukan tugas dgn baik. Di sini ada aspek pendidikan, aspek pelatihan sehingga ketika ditunjuk kalemdiklat, semua itu berproses dengan benar, saya sudah running itu.

Apakah ini ada kaitannya dengan profesi ayah yang seorang guru, sehingga ada aktualisasi dari anda?

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved