Keluhan Masyarakat Serpong Soal TPA Cipeucang, Jadi Sumber Penyakit Hingga Pencemaran Lindi

Ketua Formasi, Ahmad Najib, mengatakan, dampak utama dari sampah adalah bau, dan itu sudah meresahkan warga.

Penulis: Jaisy Rahman Tohir | Editor: Wahyu Aji
Dokumentasi Yapelh
Dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional 2019, Yayasan Peduli Lingkungan Hidup Indonesia (Yapelh) Indonesia kamping di area gunung sampah tempat pembuangan akhir (TPA) Cipeucang, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel), pada Rabu (20/2/2019). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir

TRIBUNJAKARTA.COM, SERPONG - Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) yang jatuh pada Kamis (21/2/2019) membuat masyarakat berpikir kembali tentang pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA) di masing-masing wilayahnya.

Tak ayal, HPSN lahir bukan karena keriaan, melainkan sebuah tragedi di TPA Leuwigajah, Bandung, Jawa Barat, yang meledak dan longsor menutupi kampung-kampung di sekitarnya, pada pukul 14.30 WIB 22 Februari 2005 silam.

Kelalaian pengelolaan sampah itu, juga menyebabkan korban ratusan jiwa.

Kota Tangerang Selatan (Tangsel) memiliki TPA sendiri, yang bernama TPA Cipeucang, di wilayah kecamatan Serpong.

Dinas Lingkungan Hidup mencatat, saat ini volume sampah di Tangsel mencapai 970 ton per hari. Dari jumlah tersebut, 250 ton diangkut ke Cipeucang, sedangkan sisanya dikelola pihak swasta.

Pada tahun 2020 mendatang, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel sudah bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat untuk membuang 300 ton sampah oer hari ke Tempat Pengelolaan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Nambo di Bogor, Jawa Barat.

Dampak Polusi Sampah TPA Cipeucang

Ternyata pengelolaan sampah di TPA Cipeucang dipertanyakan oleh warga Serpong, yang merasakan langsung dampaknya.

Wali Kota Tangsel Targetkan Pembangunan PLTSa Cipeucang Mulai Tahun Ini

Forum Masyarakat Serpong Peduli (Formasi) merangkum sejumlah efek dari TPA Cipeucang yang disinyalir tidak dikelola dengan benar.

Ketua Formasi, Ahmad Najib, mengatakan, dampak utama dari sampah adalah bau, dan itu sudah meresahkan warga.

Ia menyontohkan salah satu anggotanya yang harus pindah rumah karena tak kuat dengan bau TPA Cipeucang.

Tak hanya itu, sialnya bau sampah juga menurunkan harga jual rumahnya.

"Sampai jual rumah, pindah ke wilayah yang lebih jauh dari sampah. Harga jual rumah jadi murah, karena orang berpikir ulang tinggal di sekitar TPA," ujar Najib di Jalan Rida Hias, Serpong, Tangsel, Rabu (27/2/2019).

Selain itu, Najib juga mengungkapkan, efek bau TPA Cipeucang, orang-orang jarang mau makan di acara hajatan yang berlokasi di sekitar tempat gunung sampah itu.

"Jadi kalau di daerah itu, otang hajatan itu, orang jarang mau makan. Karena bagaimana mau makan baunya luar biasa," jelasnya.

Soal penyakit, Najib menceritakan awal tahun 2018, pernah beraudiensi dengan DPRD Tangsel, untuk membahas polusi sampah Cipeucang dengan membawa tiga anak yang terserang koreng.

Respon Wali Kota Airin Soal Sampah TPA Cipeucang Cemari Sungai Cisadane

"Waktu kita audiensi dengan DPRD itu kita bawa anak yang terkena penyakit yang diindikasikan karena polusi sampah, jadi koreng-koreng, waktu itu ada tiga anak. Di wilyah kapling RT 2 RW 4," jelasnya.

Pencemaran Lindi

Berdasarkan dampak buruk di atas dan beberapa lainnya, Formasi berasumsi ada indikasi pengelolaan TPA yang tidak benar.

Pemkot Tangsel selalu menyebut pengelolaan sampah di TPA Cipeucang menggunakan sistem sanitary landfill, padahal berdasarkan pengamatan Formasi, TPA yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup itu masih menggunakan sistem open dumping.

Sanitary landfill merupakan sistem penimbunan, jika sampah yang dibuang setebal 30 centimeter, maka sampah tersebut harus ditimbun tanah dengan ketebalan yang sama.

Sistem ini dapat meminimalisasi bau, dan membuat gas methan serta lindi (air sampah) dapat dikelola dengan baik.

Hal itu berbeda dengan open dumping yang terbukti berdampak negatif terhadap lingkungan dari mulai bau, hingga menimbulkan bibit penyakit.

"Asumsi analisis kami, TPA ini tidak dikelola dengan benar. Yang kita dengar di awal pengelolaan itu menggunakan sistem sanitary landfield, hari ini kan faktanya open dumping. Ini bukan rahasia lagi, sudah sangat normatif," katanya.

Dugaan lain terkait pengelolaan sampah yang tidak benar adalah tekait lindi.

Aktivis Lingkungan Kamping di Gunung Sampah Cipeucang, Ini Alasannya

Najib dan kawan-kawan berasumsi air sampah dari dua gunung sampah yang ada di Cipeucang tidak dikelola dengan benar.

Foto-foto dari para aktivis lingkungan, membuktikan sampah Cipeucang sudah bersentuhan langsung dengan Sungai Cisadane.

Tentu tanpa parit yang mengalirkan lindi ke sistem pengelolaan, lindi akan merembes dan turun ke Cisadane.

Seperti diketahui, Sungai Cisadane merupakan penyuplai air di wilayah Tangerang Raya.

"Kalau berdasarkan wawasan kita dari melihat TPA di wilayah lain, kemungkinan pengelolaan lindi yang kurang, yang tidak prosedur, mungkin ya seperti itu. Dikhaeatirkan mengalir ke Cisadane," jelasnya.

Dikelola Ahlinya

Najib berharap pengelola TPA Cipeucang adalah orang-orang yang ahli di bidangnya. Hal itu demi hajat hidup orang banyak tidak terganggu karena hdal teknis semacam itu.

Pengelola yang ahli paham bagaimana seharusnya sampah dikelola, sehingga dampak buruknya dapat ditekan serendah mungkin.

"Pertama orang-orang yang mengelola TPA ini orang-orang yang benar ahli di bidangnya, yang mumpuni mengelola TPA," ujar

Selain itu, Najib juga mengingatkan, agar anggaran besar yang digelontorkan dari hasil jerih payah masyarakat membayar pajak bisa digunakan dengan baik.

"Benar-benar mengelola sesuai SOP yang berlaku. Kemudian dipergunakan anggaran sebaik-baiknya untuk kualitas pengelolaan yang lebih bagus, sehingga meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari TPA," katanya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved