Pilpres 2019

Bahas Debat Cawapres, Sudjiwo Tedjo Singgung Ikut Siapa, Jadi Apa dan Dapat Apa

Budayawan Sudjiwo Tedjo ikut mengomentari siapa yang menang dalam debat dua calon wakil presiden 01 KH Ma'ruf Amin dan cawapres 02 Sandiaga Uno.

Penulis: Yogi Gustaman | Editor: Rr Dewi Kartika H
TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR
Budayawan Sudjiwo Tedjo menjadi Keynote Speaker pada Parade Bahasa Nasional 2013 di Kampus Universitas Negeri Makassar. Kamis (10/10/2013). Kegiatan antar Perguruan Tinggi se Indonesia ini, mengambil tema "Perealisasian Hakikat Berbahasa, Sebuah Upaya Menemukan Identitas dan Martabat Bangsa" yang bertujuan untuk mempertahankan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang saat ini tatanannya telah banyak berubah akibat sejumlah fenomena sosial. 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Budayawan Sudjiwo Tedjo ikut mengomentari siapa yang menang dalam debat dua calon wakil presiden 01 KH Maruf Amin dan cawapres 02 Sandiaga Uno.

Tiap-tiap kubu mengklaim cawapresnya keluar sebagai pemenang, begitu juga pendukungnya.

Tapi analisis independen menilai debat cawapres pada Minggu (17/3/2019) malam kurang greget dan kurang mengesankan, seperti disampaikan analis politik Exposit Strategic Arif Susanto.

Ia menilai, secara umum kualitas debat ketiga antara calon wakil presiden Maruf Amin dan Sandiaga Uno, Minggu (17/3/2019) malam, kurang mengesankan.

Arif menilai, ritme debat cenderung lamban, tidak terjadi adu gagasan yang membuat calon pemilih dapat membedakan tawaran alternatif kebijakan.

Sesi debat cawapres Maruf Amin dan Sandiaga Uno yang dilangsungkan di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Minggu (17/3/2019).
Sesi debat cawapres Maruf Amin dan Sandiaga Uno yang dilangsungkan di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Minggu (17/3/2019). (Tangkapan layar YouTube Kompas TV)

"Dengan ritme cenderung lamban, tidak terjadi adu gagasan yang membuat calon pemilih dapat membedakan secara diametrikal tawaran alternatif kebijakan," ujar Arif dilansir Kompas.com dalam artikel Debat Ma'ruf dan Sandiaga Dinilai Kurang Mengesankan, Senin (18/3/2019).

Arif mengatakan, pada sesi awal debat, kedua kandidat terkesan bermonolog di hadapan pendukung masing-masing.

Sedangkan pada sesi tengah, keduanya terkesan sedang bertanya-jawab.

Debat berjalan semakin monoton karena intonasi keduanya datar. Sebab, kata Arif, tidak ada serangan ofensif dan pernyataan yang menghasilkan efek kejut bagi lawan maupun audiens.

"Ada jarak menganga antara narasi ofensif yang dimainkan oleh banyak pendukung dibandingkan retorika datar yang disampaikan kedua kandidat wakil presiden. Ini menghasilkan rasa hambar pada sisi kompetitif keduanya," tutur dia.

Kendati demikian, Arif melihat, Maruf Amin tampak keluar dari gaya awalnya, bahkan cenderung jauh berbeda pada saat debat pertama.

Calon wakil presiden nomor urut 01, Maruf Amin saat ditemui seusai debat cawapres di Hotel Sultan, Jakarta PUsat, Minggu (17/3/2019).
Calon wakil presiden nomor urut 01, Maruf Amin saat ditemui seusai debat cawapres di Hotel Sultan, Jakarta PUsat, Minggu (17/3/2019). (Tangkapan layar YouTube Kompas TV)

Sementara, Sandiaga Uno dinilai mampu mempertahankan artikulasi yang jelas dan interaksi yang baik dengan lawan debat maupun audiens.

"Hanya saja, hal-hal di atas tidak mampu menutupi kesan bahwa debat berjalan datar," kata Arif.

Di sisi lain, Arif berpandangan, program-program yang ditawarkan cawapres belum disertai penjelasan yang cukup rinci tentang cara untuk menjalankan program tersebut.

Ma'ruf memaparkan tiga kartu yang akan menjadi program andalan pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin.

Tiga kartu tersebut adalah Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, Kartu Sembako Murah dan Kartu Prakerja.

Sedangkan Sandiaga sempat menyoroti soal peningkatan kesejahteraan guru dalam memperbaiki kualitas pendidikan dan menghapus sistem ujian nasional kemudian menggantinya dengan penelusuran minat bakat.

Sandiaga Uno sedang memberikan keterangan kepada wartawan usai debat Cawapres putaran ketiga di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Minggu (17/3/2019).
Sandiaga Uno sedang memberikan keterangan kepada wartawan usai debat Cawapres putaran ketiga di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Minggu (17/3/2019). (TribunJakarta.com/Muhammad Rizki Hidayat)

"Betapa pun demikian, paparan mereka gagal menjawab pertanyaan ‘bagaimana’ karena tawaran program belum disertai penjelasan cukup rinci tentang cara untuk menjalankan program tersebut," ucap Arif.

Pada Senin (18/3/2019) pagi, budayawan Sudjiwo Tedjo membuat cuitan soal debat cawapres yang mempertemukan Kiai Ma'ruf dan Sandi.

Dalam cuitannya di akun @sudjiwotedjo, membuat pertanyaan dan pilihan jawabannya. 

"Pagi. Siapa menang debat semalam? Jawabannya tergantung pada kamu itu:

IKUT SIAPA
JADI APA
DAPAT APA.

Maka tak usah kaget bila jawabannya sangat beragam," cuit Mbah Tedjo.

Namanya juga netizen, jawabannya pun beragam.

Ada yang biasa saja, ada yang mendukung ikut Sandi atau Kiai Ma'ruf bahkan ada yang malah bertanya balik.

Akun @Maburrrrrr, misalnya.

"Kalo GA IKUT SIAPA2, GA JADI APA2, GA DAPAT APA2., gimana mbah?" cuit akun tersebut.

Cuitan akun ini dibalas Mbah Tedjo.

"Jawaban akan obyektif," kata dia.

Terus saja banyak netizen yang bertanya.

Akun @ovan_ghozali satu di antaranya.

Setelah bertanya, akun ini mencoba mengarahkan Mbah Tedjo tak mengikuti salah satu capres. 

"Kalo sampeyan ikut siapa, jadi apa dan dapat apa, Mbah @sudjiwotedjo?

Ojo sampe ikut si Anu krn jadi Anu dan dapat Anu," kata dia.

Tapi, Mbah Tedjo tak terpancing dan memiliki jawaban atas pertanyaan @ovan_ghozali.

Mbah Tedjo tak ikut siapa-siapa.

Ia memilih ikut Tuhannya, menjadi makluk untuk mendapat ketenangan. 

Dalam cuitan berikutnya, Mbah Tedjo mengomentari komentar netizen di akun @FandiHerulean.

"hanya ikut saja

tidak jadi apa-apa

tidak dapat apa-apa

ada? banyak

heuheu," kata @FandiHerulean. 

Mbah Tedjo lalu menjelaskan 'jadi apa' tidak harus kursi konkret karena bisa berubah jadi teman dan lain sebagainya.

Begitu juga soal 'dapat apa' tak melulu harus imbalan konkret.

Menurut Mbah Tedjo, dapat apa bisa berupa ketengan dan lain-lain.

“Jadi apa” tidak harus kursi konkret.. bisa beruba jadi teman dll .. “Dapat apa” tidak harus imbalan konkret.. bisa berupa dapat ketenangan dll.." terang Mbah Tedjo.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved