Pilpres 2019
Jokowi Buka Suara soal Ratusan Ribu Orang Tandatangani Petisi Tindak Petugas KPU yang Curang
Komentar Jokowi soal ratusan ribu orang tandatangani petisi tindak petugas KPU yang curang.
Penulis: Kurniawati Hasjanah | Editor: Kurniawati Hasjanah
TRIBUNJAKARTA.COM - Calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo alias Jokowi menanggapi mengenai petisi tindak petugas KPU yang curang.
Petisi tindak petugas KPU yang curang itu dibuat karena adanya kecurangan didalam proses perhitungan suara yang membuat masyarakat khawatir.
Mantan Komisioner KPK, Bambang Widjojanto mengklaim telah terjadi kecurangan besar di Pilpres 2019.
Bambang menuturkan, terdapat gerakan masif dari publik untuk membongkar kecurangan tersebut.
Dalam acara pernyataan pers tersebut, diputar sebuah video berdurasi singkat yang disebut berisi konten kecurangan selama pemilu 2019.
Menurut Bambang, kecurangan dalam video itu baru sebagian kecil.
• Benarkah Fadli Zon Gagal ke Senayan? Yunarto Singgung Survei, Ini Suara Gerindra di Jabar V
• KPPS Protes KPU Sleman Karena Honor Belum Turun, Hanum Rais Soroti Kasus Gantung Diri Tugiman
Bambang mengatakan, saat ini Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga sedang mengumpulkan bukti-bukti kecurangan pemilu dari seluruh Indonesia.
Tak hanya dugaan kecurangan di Pilpres 2019, kinerja KPU saat ini juga menjadi sorotan.
Adanya dugaan kecurangan di proses perhitungan suara membuat terbitnya sebuah petisi di change.org, yang meminta pidanakan petugas KPU yang melalukan kecurangan.
Pantauan TribunJakarta.com, hingga Selasa (23/4) petisi tersebut telah ditanda tangani sekitar 200 ribu orang.

Petisi tersebut dianggap penting agar kecurangan di proses perhitungan suara tak terus terjadi.
"Agar ada efek jera untuk orang orang yang tidak memegang amanah yang diserahkan padanya, dan berlaku curang," dilansir dari petisi tersebut.
Petisi tersebut menargetkan hingga 300 ribu orang yang menandatanganinya.
• Update Data Real Count Pilpres KPU Sudah 18,9% Pukul 7.30 WIB, Jokowi 54,91%, Prabowo 45,09%
• Simak Aturan Peserta UTBK 2019, Melanggar Tata Tertib Bisa Batalkan Hasil Ujian
Jokowi pun menanggapi mengenai keberadaan petisi itu dan soal kecurangan Pilpres 2019.
Hal tersebut dikatakannya saat menjadi narasumber di acara iNews dilansir TribunJakarta.com pada Selasa (23/4/2019).
Jokowi mengungkapkan, dilaporkan saja ke Bawaslu apabila adanya dugaan kecurangan di Pilpres 2019.
"Nanti kalau ada pidananya kan ditarik lagi ke ranah hukum karena mekanismenya jelas," tutur Jokowi.
Jokowi menyatakan, Pilpres 2019 itu menyangkut 180-an juta pemilih dan 813 ribu TPS yang tersebar di Indonesia.
Untuk itu, lanjut Jokowi, jika memang Pilpres harus diulang maka silahkan diulang saja namun dengan mengacu mekanisme yang ada.
"Mekanismenya ada kok semuanya," ucap Jokowi.
• Kesalahan Input Data KPU Disebut Meningkat 500 Suara per TPS, Mahfud MD Tanggapi Begini
• Viral di Medsos Jokowi Tak Bisa Jadi Presiden meski Raih 51 % Lebih, Ini Komentar Refly Harun
"Termasuk mengenai petisi soal petugas TPS yang bisa dijerat pidana, bagaimana pak?" tanya pembawa acara.
Jokowi mengatakan, keseluruhan mekanisme penyelenggaraan Pilpres 2019 itu mengacu kepada aturan yang telah ada.
Untuk itu, lanjut Jokowi, jika memang telah ada aturannya maka dipersilahkan.
"Kalau memang aturannya seperti itu, kenapa tidak? tetapi kita juga harus memberikan apresiasi kepada petugas lainnya yang mengangkut logistik ke desa-desa yang sangat jauh sekali," papar Jokowi.
• Link Pendaftaran Sekolah Kedinasan, Simak Mekanisme dan Persyaratannya, Jangan Sampai Ketinggalan!
• Niat Puasa Qadha atau Ganti Puasa Ramadhan Pakai Bahasa Arab & Artinya
Selain itu, pelaksanaan Pilpres 2019 yang berbarengan dengan Pileg 2019 membuat proses pencoblosan melelahkan bagi petugas, untuk itu masyarakat perlu menghargai petugas KPPS yang berjibaku demi pesta demokrasi.

"Kemarin juga karena pemilu serentak, proses pencoblosan melelahkan bagi petugas dan menghitung juga tak biasanya. Ada yang pagi berikutnya baru selesai dan terjadi peristiwa petugas meninggal. Mereka itu benar-benar berjuang demi kelancaran pesta demokrasi untuk itu perlu diapresiasi," ucap Jokowi.
KPU Harus Bertindak
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrip mengatakan, munculnya temuan dugaan kecurangan pasca-pemungutan suara Pemilu 2019 tak hanya merugikan salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Selama ini, dugaan kecurangan dianggap hanya merugikan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Hendri menilai, siapa pun yang dirugikan dengan dugaan kecurangan, isu itu telah menjadi sumber gejolak di masyarakat.
Dia berpendapat, penyelenggara pemilu harus menjawab isu ini untuk meredam gejolak tersebut.
"Kecurangan-kecurangan yang terjadi di lapangan itu bukan hanya merugikan 02 tapi sangat mungkin juga merugikan 01. Maka temuan kecurangan itu harus benar-benar disikapi oleh KPU," ujar Hendri ketika dihubungi, Senin (22/4/2019).
• Ramalan Cinta Zodiak Selasa 23 April 2019, Aries Jatuh Cinta, Cancer Bosan, Libra Terhasut
• PT Wika Realty Buka Lowongan Kerja 5 Posisi Jabatan untuk Lulusan S1, Intip Syarat & Cara Daftarnya!
• Rayakan Ulang Tahun Ardi Bakrie, Nia Ramadhani: Usia 40 Tapi Kelakuan Bak Anak Berusia 5 Tahun
• Cocok untuk Buka Berpuasa, Intip 10 Jenis Kurma yang Banyak Digemari Masyarakat Dunia
Hendri mengatakan, KPU harus memeriksa titik-titik yang disebut sebagai lokasi terjadinya kecurangan.
Data semacam itu banyak diberikan masyarakat lewat media sosial.
Selanjutnya, KPU harus segera menjelaskan apakah di titik tersebut terjadi kecurangan atau tidak.
"Sebab isu kecurangan itu juga harus dijawab sama KPU dan harus dinetralisir. Kalau memang benar (ada kecurangan) ya maka lakukan hal-hal sebagaimana mestinya. Kalau tidak benar juga harus diomongin," kata Hendri.
"Kalau KPU diam saja ya makin bergolak di masyarakat," tambah dia.
Dokumen C1 bukan bukti kecurangan
Meski demikian, Hendri mengkritik pihak yang berlomba-lomba menjadikan dokumen C1 sebagai bukti kecurangan.
Dia mengatakan, baik pendukung Jokowi-Ma'ruf maupun Prabowo-Sandiaga seharusnya memberi bukti kejadian di lapangan.
"Yang harus mereka lakukan adalah konsentrasi mencari atau kecurangan di lapangan bila memang ada," ujar Hendri.
Masyarakat diminta mencatat dan mendokumentasikan kecurangan yang ditemukan.
Sebab, kecurangan itu yang bisa memengaruhi nasib pemungutan suara di suatu TPS.
"Kalau C1, itu hanya hasil dari proses pelaksanaan pemilu. Dia tidak bisa memotret kecurangan," kata dia. Hendri mengatakan, masyarakat bisa melaporkan temuan masing-masing langsung ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Harapannya, langkah tindak lanjut dilakukan dengan cepat.
(TribunJakarta/Kompas)