Soal Wacana Pemindahan Ibu Kota, Roy Suryo: Apa Kita Siap dengan Utang yang Sudah Membengkak?
Soal wacana pemindahan ibu kota, Roy Suryo sebut apa kita siap dengan utang yang sudah membengkak?
Penulis: Kurniawati Hasjanah | Editor: Ilusi Insiroh
TRIBUNJAKARTA.COM - Politikus Partai Demokrat buka suara mengenai wacana pemindahan ibu kota.
Wacana pemindahan ibu kota kembali mencuat saat Presiden Jokowi melakukan rapat terbatas di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada Senin (29/4).
Sehari kemudian, Presiden Jokowi mengatakan, pemerintah saat ini masih terus mengkaji wilayah yang layak untuk menjadi ibu kota baru.
Saat ditanya di mana daerah yang paling potensial, Jokowi menyebut tiga pulau yang dilansir Kompas.com dalam artikel: Ditanya Lokasi Ibu Kota Baru, Jokowi Sebut Tiga Pulau Ini.
"Bisa di Sumatera tapi kok nanti yang timur jauh. Di Sulawesi agak tengah tapi di barat juga kurang. Di Kalimantan, kok di tengah tengah," kata Presiden Jokowi selepas meninjau pabrik di Tangerang, Selasa (30/4/2019).
Mencuatnya kembali wacana pemindahan ibu kota membuat sejumlah pihak bersuara, tak terkecuali Roy Suryo.
• TERPOPULER: AHY Bertemu Jokowi, Roy Suryo: Biarkan Berpikir ke Depan Sesuai Plat Mobilnya
• Hasil Assesment Rekrutmen BUMN 2019 Diumumkan, Simak Daftar Gaji Terbaru BUMN Mulai Rp 5 Jutaan
Mantan Menpora Era SBY itu mengatakan, wacana pemindahan ibu kota harus memperhatikan sejumlah aspek agar terhindar dari kejadian seperti Malaysia.
"Jangan sampai kejadian seperti di Malaysia terulang. Pemindahan ibu kota Malaysia saat itu dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya sempat berhenti karena krisis. Jadi tak langsung pindah begitu saja," ucap Roy Suryo dilansir dari Dua Sisi Tv One pada Jumat (3/5).
Penelusuran TribunJakarta.com, pemindahan ibu kota Malaysia dicetuskan oleh Mahathir Mohammad saat menjabat sebagai perdana menteri pada dekade 1990-an. Digagas bertepatan dengan krisis moneter yang melumpuhkan Asia pada 1997, proyek ambisius itu terus berjalan hingga resmi dioperasikan, dua tahun setelahnya.

Roy Suryo lebih lanjut mengemukakan, pemindahan ibu kota Malaysia ke Putra Jaya saat ini tepat lantaran lokasinya yang tak terlalu jauh dengan bandara Kuala Lumpur International Airport sehingga tak perlu membangun bandara baru.
Politikus partai berwarna biru itu kemudian menyinggung mengenai kota Palangkaraya yang banyak disebut-sebut sebagai calon ibu kota yang baru.
• Ahok BTP Naik Gondola di Hokkaido Jepang Demi Atasi Fobia Ketinggian, Ini Kisahnya
• Pengakuan Andre Taulany soal Tudingan Hina Ustaz Abdul Somad dan Ustaz Adi Hidayat yang Viral
"Palangkaraya sebenarnya menjadi menarik tetapi banyak kendalanya juga," papar Roy Suryo.
Selain itu, Roy Suryo juga menyoroti mengenai anggaran untuk pemindahan ibu kota.
"Anggaran memang dengan bisa cari tetapi tak dengan mudah mengandalkan swasta untuk membiayai. Jangan dong."

"Apa jadinya kalau gedung pemerintahan nanti dibangun swasta? Pasti kan ada sebuah kepentingan disana. Untuk itu seharusnya gedung pemerintah ya dibangun oleh pemerintahan," jelas Roy Suryo.
Roy Suryo mengatakan, pemindahan ibu kota dengan pembangunan gedung pemerintahan menggunakan biaya swasta nantinya bisa membuat utang Indonesia semakin membengkak.
• Ungkap Klaim Kemenangan Prabowo Masuk Akal, Rizieq Shihab: Logis, Realitis dan Argumentatif
• BPN Sembunyikan Lokasi Real Count Karena Dapat Ancaman, Adian Napitupulu: Laporkan Namanya Siapa?
"Apakah kita siap dengan utang yang sudah membengkak? Ide mengenai pemindahan ibu kota itu benar tetapi harus dipikirkan dan dilakukan secara pelan-pelan," papar Roy Suryo.
Selain itu, kebijakan pemindahan ibu kota juga perlu didiskusikan oleh eksekutif bersama legislatif sehingga tak seharusnya diburu-buru untuk pindah.
"Kita perlu pemikiran bersama dengan DPR dan masyarakat terkait pemindahan ibu kota," ungkap Roy Suryo.
Simak videonya:
Anggaran Pemindahan Ibu Kota
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke kota lain di luar Pulau Jawa sekitar Rp323 – Rp466 triliun.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, jika mengikuti skenario pertama, dimana tidak ada resizing jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN), seluruh ASN pemerintah pusat pindah ke ibu kota baru, dengan menggunakan data 2017 akan dibutuhkan ibu kota baru dengan penduduk perkiraannya 1,5 juta. Jumlah ini terdiri dari anggota eksekutif, legislatif, yudikatif, Polri, TNI kemudian anggota keluarganya.
“Dengan penduduk 1,5 juta, pemerintahan akan membutuhkan 5% lahan, ekonomi 15%, sirkulasi infrastruktur 20%, pemukiman 40% dan ruang terbuka hijau 20%, diperkirakan dibutuhkan lahan sampai atau minimal 40.000 hektare untuk estimasi atau skenario yang pertama,” jelas Bambang.
Skenario kedua apabila ketika pemindahan ada resizing dari ASN, di mana ASNnya yang pindah itu 111 ribuan, ditambah Polri/TNI, anggota keluarganya menyesuaikan dengan 4 anggota keluarga, pelaku ekonominya 184.000, jumlah penduduk di bawah satu juta, tepatnya 870.000 dibutuhkan kira-kira lahan dengan peruntukan persentase pemakaian yang sama, maka diperlukan lahan lebih sedikit yaitu 30.000 hektar.
“Dari situ kita mencoba membuat estimasi besarnya pembiayaan tadi. Estimasi besarnya pembiayaan di mana skenario 1 diperkirakan kan membutuhkan biaya Rp466 triliun atau 33 miliar dollar AS . Skenario 2, lebih kecil karena kotanya lebih kecil yaitu Rp323 triliun atau 23 miliar dollar AS,” jelas Bambang.
Menurut Bambang, sumber pembiayaan bisa berasal dari 4 sumber, yaitu dari APBN khususnya untuk initial infrastructure dan juga fasilitas kantor pemerintahan dan parlemen, kemudian dari BUMN (Badan Usaha Milik Negara) untuk infrastruktur utama dan fasilitas sosial. Kemudian KPBU, Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha untuk beberapa unsur utama dan juga fasilitas sosial, dan swasta murni khususnya yang terkait dengan properti perumahan dan fasilitas komersial.
Dari jumlah biaya yang dibutuhkan itu, menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodonegoro, pada skenario 1 porsi pemerintah yang dibutuhkan itu Rp250-an triliun, swasta hampir sama yaitu sekitar Rp215 triliun. Demikian juga untuk yang skenario 2, pemerintah sedikit lebih besar daripada swasta.
Bambang menambahkan, apabila ingin merealisasikan pemindahan ibu kota ini, ada semacam badan otorita yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Nanti badan ini mengelola dana investasi pembangunan kota baru, serta melakukan kerja sama baik dengan BUMN maupun swasta.
“Mengelola aset investasi dan menyewakan aset tersebut kepada instansi pemerintah atau pihak ketiga, serta mengelola proses pengalihan aset pemerintah di Jakarta untuk membiayai investasi pembangunan kota baru,” jelas Bambang.
Selain itu, lanjut Bambang, badan otorita ini juga harus melakukan persiapan dan pembangunan dari menyusun struktur pola tata ruang, pembangunan infrastrukturnya dan gedung fasilitas pemerintahan, mengendalikan proses pembangunan sarana prasarana, serta mengelola dan memelihara gedung dan fasilitas publik lainnya.
Utang Indonesia
Total nilai (outstanding) utang pemerintah pusat hingga Maret 2019 mencapai Rp 4.567,31 triliun. Posisi utang pemerintah tersebut tumbuh 10,4% dibandingkan posisi Maret 2018 yang sebesar Rp 4.136,39 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemkeu Luky Alfirman mengatakan, kenaikan utang pemerintah pusat dibandingkan bulan lalu relatif kecil, yaitu hanya Rp 1 triliun.
"Hanya bertambah Rp 1 riliun karena bulan Maret memang banyak utang yang jatuh tempo. Jadi kita tarik utang baru, tapi yang dibayar juga banyak sehingga net-nya kecil," jelas Luky, Senin (22/4) lalu.
Utang pemerintah pusat tersebut terdiri dari pinjaman dan surat berharga negara (SBN). Total pinjaman pemerintah, baik dalam luar maupun dalam negeri, mencapai Rp 791,19 triliun atau setara 17,32% dari total outstanding utang Maret 2019.
Sementara, utang dalam bentuk SBN mendominasi yakni 82,68% dari keseluruhan. Total utang pemerintah dalam bentuk SBN sebesar Rp 3.776,12 triliun, terdiri dari SBN berdenominasi rupiah sebesar Rp 2.761,18 triliun serta berdenominasi valas sebesar Rp 1.014,94 triliun.
• Ungkap Klaim Kemenangan Prabowo Masuk Akal, Rizieq Shihab: Logis, Realitis dan Argumentatif
• Lolos di DPRD DKI Jakarta Karena Efek Warisan Ahok, Caleg PDIP: Banyak Warga Menyesal Tak Pilih BTP
• Kesaksian Petugas Kebersihan Soal Keseharian Keluarga Bupati Talaud Sri Wahyumi
Seperti kondisi Februari 2019, realisasi SBN pada Maret 2019 masih lebih tinggi dibandingkan dengan penerbitan pada periode yang sama tahun 2018 yang hanya Rp 3.356,7 triliun.
"Kondisi pasar yang semakin kondusif terhadap SBN serta semakin tertariknya masyarakat dalam negeri serta asing untuk berinvestasi ke dalam SBN merupakan salah satu
faktor yang mendukung tercapainya realisasi SBN pada Maret 2019," terang Kemkeu.
Luky menambahkan, sentimen positif secara global terhadap pasar keuangan emerging market membuat aliran modal masuk cukup deras ke Indonesia. Sepanjang kuartal-I, tercatat aliran modal masuk sekitar Rp 85 triliun yang terdiri dari Rp 10 triliun di instrumen saham, serta Rp 75 triliun di instrumen SBN.
"Untuk inflow di SBN seri mencapai Rp 59 triliun," jelasnya.
• Terawang Biduk Rumah Tangga Irish Bella dan Ammar Zoni, Denny Darko Kaget Dapat Kartu Soal Imajinasi
• Irwan Mussry & Maia Estianty Berbalas Kata Cinta saat Liburan di Maldives, Happy Salma Sampai Gemas
• Senyum-senyum saat Jedar Ungkap Posisi Tidur dengan Richard Kyle di Bali, Nia Ramadhani Kena Semprot
Sementara itu untuk pinjaman luar negeri, Kemkeu menyatakan, trennya turun. Pemerintah semakin membatasi pinjaman luar negeri untuk menghindari fluktuasi mata uang yang nantinya akan membebani anggaran serta semakin berdayanya dukungan domestik dalam pembangunan dan pembiayaan defisit.
Sampai akhir Maret 2019 persentase utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) berada pada level 30,12%. Rasio tersebut sedikit menurun dibandingkan Februari lalu di mana rasio berada di posisi 30,33% dari PDB.
"Hal ini terjadi karena PDB Indonesia pada Maret 2019 mengalami peningkatan lebih tinggi dibandingkan peningkatan jumlah utang," terang Kemkeu.
Menurunnya rasio utang terhadap PDB, menurut Kemkeu, juga mencerminkan upaya pemerintah memenuhi pembiayaan utang, terutama melalui utang luar negeri, dilakukan secara hati-hati dan terukur. Arah kebijakan pembiayaan utang juga akan menyesuaikan dengan kebijakan defisit APBN untuk mendukung laju pertumbuhan ekonomi. Tahun ini, defisit APBN dipatok berada di 1,84% dari PDB.
(TribunJakarta/Setkab/Kontan)