Jabodetabek Banjir
Tangani Banjir Jakarta, Anies dan Ahok Diminta Politikus Gerindra Duduk Bareng Berbagi Pengalaman
Tempo hari Ahok mengungkap strateginya menangani banjir saat masih menjabat gubernur DKI Jakarta. Politikus Gerindra Syarif meminta Anies lakukan ini.
Penulis: Y Gustaman | Editor: Y Gustaman
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Tempo hari Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengungkap strateginya menangani banjir saat masih menjabat gubernur DKI Jakarta.
Terkait strategi Ahok, anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI JAKarta Syarif meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengikuti cara pendahulunya, Ahok.
Selain itu, Syarif menyarankan Anies tak ada salahnya duduk bersama Ahok untuk tukar pikiran membahas banjir dan memberikan solusi yang lebih baik.
Ada tiga strategi Anies menangani banjir seperti membangun lebih banyak kolam retensi, meneruskan pembangunan tanggul pantai di pesisir Jakarta dan membangun sumur resapan atau drainase vertikal.
"Saya, DPRD, juga mendorong konsep naturalisasi. Pak Anies, segeralah percontohannya di mana. Tapi sekalipun sudah baik, mestinya gubernur dan mantan gubernur duduk bareng," kata Syarif.

Hal itu disampaikan Syarif seperti TribunJakarta.com kutip dari Kompas.com, Kamis (2/4/2019), dengan judul: Anggota Fraksi Gerindra DKI Minta Anies Ikuti Saran Ahok soal Banjir.
Meski Anies punya strategi pencegahan banjir ke depannya, Syarif meminta Anies mengikuti saran Ahok.
Syarif meminta agar Anies tak berpolemik dengan membanding-bandingkan banjir di eranya dengan era kepemimpinan Ahok.
"Bagi saya, perbedaan pendapat harus disikapi secara profesional dan itu juga harus paham, jejak digital enggak bisa diingkari," kata Syarif.
Syarif mengapresiasi pendapat Ahok soal banjir. Ia juga memuji kinerja Ahok selama menjabat.
"Kita harus pahami secara proporsional saja, Pak Ahok kerjanya bagus dalam penanganan saat dia menjabat, dan mungkin dia ingin menyumbangkan pemikirannya. Bagus sajalah," kata dia.
Menurut Syarif, ada strategi banjir Ahok yang layak dilanjutkan Anies. Salah satunya soal pompa untuk mengantisipasi genangan.
"Pompa juga dilanjutkan dan sudah ada kok di beberapa titik. Konsep naturalisasi juga mungkin masih jadi rencana Pak Anies, sedang tekuni itu," kata Syarif.
Terobosan Ahok
Saat berkunjung ke kediaman Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi dua hari lalu, Ahok menceritakan pengalamannya menangani banjir Jakarta.
Menurut dia, Jakarta sebenarnya siap menghadapi hujan deras.

"Enggak tahu ya, kalau pengalaman saya pasti sebenarnya Jakarta itu pompanya sudah cukup oke, tanggul juga sudah oke, jadi perhatikan saja biasa kalau hujan sama kemarau," kata Ahok di rumah Prasetio di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (2/5/2019).
Menurut Ahok, saat hujan air biasanya terhambat masuk saluran karena ada sampah kayu dan ranting.
Namun, hal ini bisa diantisipasi dengan pengerukan menggunakan alat berat maupun menyiagakan pasukan oranye.
Pasalnya, jika terlambat maka genangan akan sulit surut.
• Guntur Romli & Eggi Sudjana Debat Ijtima Ulama, Najwa Shihab Ngakak Dengar Respons Arief Poyuono
• Harga Bawang Putih di Bekasi Mengalami Kenaikan Capai Rp 60 Ribu Per Kilogram
• Ijtima Ulama III Singgung Fatwa Alternatif, MUI: Fatwa Keabsahan Pemilu Minta ke Mahkamah Konstitusi
"Saya orang tambang, (kalau) teori tambang, ngidupin pompanya telat, sudah terlalu tinggi bisa enggak keburu. Saya kira mungkin tergenang itu karena ada pompa yang telat. Saya enggak tahu," tutur Ahok.
Terpisah, staf Ahok, Ima Mahdiah sedikit menerangkan tentang cara Ahok menangani banjir Jakarta.

Ima Mahdiah mengatakan, satu di antara upaya Ahok saat itu adalah meluncurkan aplikasi Jakarta Smart City dalam membantu mengatasi banjir.
Melalui Jakarta Smart City, Pemprov DKI dapat mengetahui dan mengecek kondisi pompa.
"Sampah di selokan sering menjadi penyebab banjir.
Pompa penyedot air memang harus dijagain dan itu terpantau di aplikasi Jakarta Smart City dapat ketahuan mana saja yang mati," ucap Ima Mahdiah kepada TribunJakarta.com, Rabu (1/5/2019).
"Misalkan dulu di daerah Jakarta Barat ketika banjir yang dicek adalah pompa di Grogol, apakah mati atau hidup," sambungnya.
Bila Pompa mati, kata dia, maka Ahok dapat langsung menghubungi petugas yang bersangkutan.
"Jadi dulu Pak Ahok membuat sistem dengan anak-anak Jakarta Smart City mengecek keberadaan pompa yang tersebar di Jakarta," katanya.
"Kalau pompa mati Pak Ahok bisa langsung menelpon petugasnya. Kalau untuk sekarang ini saya tidak tahu lagi," tukasnya.
Anies puji Ahok
Penanganan banjir Jakarta era Ahok mendapat pujian dari Gubernur Anies Baswedan.
Anies Baswedan tak menampik penanganan banjir di era Ahok lebih sulit dibandingkan dengan saat ini.
Pasalnya, lanjut Anies Baswedan, jumlah titik banjir di era Ahok jauh lebih banyak.

Untuk itu, Anies Baswedan pun berterimakasih kepada Ahok yang sebelumnya telah berupaya secara maksimal dalam menangani banjir Jakarta.
"Saya terima kasih semua orang yang pernah bertugas di Jakarta, termasuk Pak Basuki, pasti berpengalaman terkait dengan banjir. Karena banjir yang kemarin itu, bukan apa-apanya jika dibanding banjir yang pernah dialami Pak Basuki," kata Anies di Monas, Kamis (2/5/2019).
Anies sedikit menjelaskan mengenai dampak dari banjir Jakarta.
Orang nomor satu di DKI Jakarta itu menyebut bahwa jumlah pengungsi akibat banjir Jakarta hanya sebagian kecil saja bila dibandingkan dengan era Ahok.
Anies membeberkan bahwa ada sekira 1.600 warga yang mengungsi akibat banjir Jakarta baru-baru ini.
"Kalu dulu bisa sampe 200 ribu (pengungsi). Jadi beliau memang pernah mengalami situasi yang sangat sulit dibandingkan dengan apa yang saya alami kemarin," tutur Anies.
Data BPBD soal banjir era Ahok dan Anies
Bagaimana sebenarnya data banjir era Ahok dan Anies? BPBD pun menguraikan data.
Anies menilai banjir eranya berkurang didasarkan pada jumlah pengungsi, seperti dilansir Kompas.com dalam artikel: Anies Sebut Banjir Era Ahok Lebih Parah, Ini Data BPBD.
"Coba bayangkan, tahun 2015 ada 230.000 orang mengungsi, kemarin 1.600 orang, kenapa terjadi? Karena volume air dari hulu tidak dikendalikan. Jadi kalau dibandingkan (2019), sangat kecil dibandingkan dengan 2015," ucap Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (29/4/2019).
Menurut Anies, saat ini hanya wilayah di bantaran sungai yang tergenang. Ia juga menyebut banjir kali ini lebih cepat surut sehingga warga bisa cepat pulang.
Kompas.com menghimpun data banjir dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang bisa dilihat di https://bpbd.jakarta.go.id/ dan http://data.jakarta.go.id/.

Diketahui, Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI dari November 2014 hingga Mei 2017.
Pada 2014, banjir parah melanda DKI dan sepanjang tahun itu ada 688 RW yang terendam dengan jumlah pengungsi mencapai 167.727. Ada 23 korban meninggal.
Kemudian pada 2015, data BPBD DKI, ada 702 RW yang terdampak banjir dengan jumlah pengungsi 45.813.
Tahun itu, jumlah korban meninggal turun menjadi lima orang.
Anies menyebut terdapat 230.000 pengungsi pada 2015, era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.
Pada 2016, saat Ahok masih menjabat, banjir berkurang drastis.
Tercatat ada 460 RW terdampak banjir dengan jumlah pengungsi berkurang drastis enam kali lipat menjadi hanya 7.760 pengungsi.
Banjir yang biasanya paling lama bertahan hingga seminggu, jadi cepat surut dengan maksimal waktu genangan dua hari.
Begitu pula pada 2017, tahun terakhir Ahok menjabat sebelum dilanjutkan wakilnya Djarot Saiful Hidayat hingga 16 Oktober 2017.
Pada tahun itu, banjir menggenangi 375 RW dengan jumlah pengungsi 9.100 orang.
Banjir 2017, kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta Husein Murad saat itu, hanya terjadi di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.
Dua wilayah ini dilintasi Sungai Ciliwung namun belum dinormalisasi.
"Curah hujan cukup besar sehingga air dari hulu itu banyak jadi yang kami sebut Katulampa tinggi itu."
"Nah ini menyebabkan aliran Ciliwung meluap sehingga wilayah yang di Ciliwung yang belum dinormalisasi seperti ini," kata Husein di Bukit Duri, Jakarta Selatan, 16 Februari 2017.
Memasuki 2018, banjir kembali terjadi dengan jumlah pengungsi lebih banyak.
BPBD mencatat ada 217 RW yang terendam banjir dengan jumlah pengungsi 15.627.